Pameran PSKL di Paviliun Indonesia, COP-26 di Jakarta.

Sejak tanggal 1-12 Nopember 2021, KLHK mengadakan pagelaran pameran dari seluruh perwakilan Direktorat Jenderal dan para mitra KLHK, di Paviliun Indonesia di Auditorium Manggala Wanabakti, KLHK. Hari ini adalah hari terakhir Paviliun Indonesia  turut serta merayakan acara COP 26-UNFCCC yang sedang berlangsung di Glasgow UK.

Paviliun Indonesia berfungsi sebagai soft diplomacy bersamaan dengan hard diplomacy meja perundingan digelaran COP-26 UNFCCC, Glasgow. Sebagai upaya untuk menyuarakan tindakan, strategi, dan inovasi Indonesia kepada dunia internasional berupa aksi-aksi iklim Indonesia dalam mencegah peningkatan suhu global dibawah 1,5 derajat Celcius.

Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan turut andil merayakan dengan membuka stand pameran dan menggelar talk show secara hibrid. Masing-masing Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), memamerkan produk hutan bukan kayu yang telah diolah dan dikemas dengan menarik.

Produk unggulan BPSKL ini merupakan hasil karya para Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). KUPS dengan didampingi oleh para pendamping Perhutanan Sosial berhasil mengolah lahannya, sehingga produk meningkat secara kualitas juga kuantitas. Hasil hutan KUPS seperti; minyak cengkih dari Maluku, berbagai olahan pala dari Maluku Utara, kopi dan madu dari hampir seluruh BPSKL dan lain sebagainya.

Para wakil KUPS tersebut, juga berbagi pengalaman melalui media sosial yang saat ini sedang terkenal, yaitu podcast. Salah satu podcast yang digelar adalah obrolan antara ibu Yuli, bapak Olop dari Maluku dan ibu Tia dari Papua dengan host ibu Lilian dan Pijan. Obrolan mereka bertema “Pengarusutamaan Gender dalam Perhutanan Sosial“.

Berbicara tentang hasil hutan Maluku dan Papua berarti bicara rempah-rempah, ibu Yuli dari Maluku Utara lebih menggeluti pala, sedangkan bapak Olop dari Maluku sangat pakar dalam hal pengolahan cengkih. Sesuai tema, narasumber bercerita bahwa keberhasilan pengelolaan hasil hutan ini sangat bergantung pada para perempuan, juga didukung oleh anak-anak. Namun tetap mengutamakan keadilan yang responsif gender dalam pembagian pekerjaan.

Stand PSKL di Paviliun Indonesia di Auditorium Manggala Wanabakti menjadi etalase dari keberhasilan PSKL dalam mengelola kawasan hutan. Masyarakat setempat sebagai subjek pengolah, mendapatkan hasil langsung keberhasilan perhutanan sosial. Perhutanan sosial ini merupakan strategi dan tindakan bertujuan mensejahterakan masyarakat dan melestarikan hutan yang di ujungnya adalah turut menyumbang penurunan suhu global.

Sepuluh Pahlawan Lingkungan Terima Anugerah Kalpataru 2021

SEBANYAK 10 individu dan organisasi yang berjasa pada upaya pelestarian lingkungan hidup menerima anugerah Kalpataru 2021 pada hari ini, Kamis (14/10). Para pemenang penghargaan itu merupakan pahlwan lingkungan yang sudah berkontribusi dan sekaligus menjadi amanah dalam memberi contoh baik bagi masyarakat.

“Penghargaan Kalpataru merupakan amanah terhadap penerimanya untuk tetap menjaga dan terus meningkatkan kepeloporan serta upaya-upaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam acara Penganugerahan Kalpataru 2021, Kamis (14/10).

Siti mengatakan bahwa sejak awal perjalanan Kalpataru di 1980, para penerimanya merupakan contoh dari aksi nyata pada lingkungan. Hingga memasuki 41 tahun perjalanan anugerah tersebut diharapkan terus memberi dampak positif baik dari sisi ekologi, sosial budaya dan ekonomi terhadap lingkungannya.

Kalpataru diharapkan mampu memotivasi lebih banyak orang untuk peduli terhadap lingkungan. Para pemenangnya merupakan pelopor di tengah masyarakat. “Ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi, kepeloporan dan ketokohan dalam melakukan berbagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan secara berkelanjutan,” imbuhnya. Di tahun 2021, Kalpataru diberikan kepada 10 individu dan organisasi dari berbagai daerah di Indonesia.

Selain itu ada penghargaan khusus kepada tokoh pemuda yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Adapun, pemenang dalam kategori perintis lingkungan adalah Purwo Harsono dari D.I. Yogyakarta, Damianus Nadu dari Kalimantan Barat, Darmawan Denassa dari Sulawesi Selatan, dan Muh. Yusri dari Sulawesi Barat. Sementara untuk kategori pengabdi lingkungan dianugerahkan kepada Suswaningsih dari D.I. Yogyakarta dan bagi kategori penyelamat lingkungan adalah Lembaga Pengelola Hutan Desa Pasar Rawa dari Sumatra Utara, Forum Pemuda Peduli Karst Citatah dari Jawa Barat, Sombori Dive Conservation dari Sulawesi Tengah

Pada kategori pembina lingkungan diberikan kepada Suhadak dari Lampung dan K.H. Zarkasyi Hasbi dari Kalimantan Selatan. Sedangkan kategori penghargaan khusus diberikan kepada Ali Topan dari Sulawesi Selatan sebagai pemuda inspiratif untuk advokasi lingkungan. (H-3)

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/439894/10-pahlawan-lingkungan-terima-anugerah-kalpataru-2021

Kala Pohon Pala di Romang Tak Bisa Digoyang Lagi

Kami Akan Lawan PT  GBU Sampai Titik Darah Penghabisan

“Masyarakat hanya menggoyang batang pohon pala dan buahnya yang sudah tua akan jatuh. Kemudian di goyang lagi dan buahnya jatuh kembali. Tidak perlu memetik langsung di atas pohon,”ujar Oyang Orlando Petrusz, Tokoh masyarakat pulau Romang, Kecamatan Pulau-pulau Terselatan, Maluku Barat Daya, kepada saya saat kami berbincang soal eksplorasi tambang oleh PT Gemala Borneo Utama (GBU) di pulau tersebut. Dia menggambarkan kesuburan tanah Romang sebelum datang GBU dengan misi eksplorasi emas.

Catatan: Tajudin Buano-Ambon

Pulau Romang merupakan salah satu pulau di kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Pada tahun 2006, Maluku Barat Daya masih bergabung dengan kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB).Luas Pulau Romang hanya 175,49 Km2. Kalau dikonversikan menjadi 17.500 Ha. Sumberdaya alam Pulau Romang memang melimpah. Selain tumbuhan umur panjang seperti Pala hutan, Pala super dan Cengkeh, kawasan hutan Romang juga dijadikan lahan Kakao. Sementara hasil hutan yang paling dominan adalah kayu cendana. Kawasan lautnya, jugadihuni banyak organisme; Lola, Teripang dan Ikan berbagai jenis.

Kesuburan tanah seluruh Pulau di kabupaten Maluku Barat Daya ini di pengaruhi kondisi alam. Seperti Romang, Damer, Wetar dan Babar pulau memiliki kesuburan tanah, karena daerah-daerah memiliki titik basah atau curah hujan tinggi sehingga menyebabkan tanahnya subur. Khusus di Romang, waktu suburnya tanah, mulai dari Oktober, November hingga Desember.

Pala hutan di Pulau Romang, mempunyai buah berukuran besar dan berkualitas. Biasanya buah pala yang hanya dipungut dibawah pohon tersebut setelah itu dikeringkan. Baik bunga maupun isinya hargai Rp70 ribu sampai Rp80 ribu per kilogram.

“Tapi itu dulu. Sejak PT GBU masuk hutan 2006, tumbuhan-tumbuhan ini mulai terganggu kehidupannya. Memang masih ada, tapi kuantitas dan kualitas rendah,” kata Orlando, menceritakan tentang kehidupan masyarakat pulau Romang 9 tahun lalu, sebelum anak perusahaan Robust Resources Limited dari Australia itu masuk dan beroperasi di kawaan Hutan Hukum Adat pulau Romang.

Luas areal pertambangan PT GBU 2000 ha lebih. Izin pertama 2000 ha, kemudian bertambah menjadi 9000 ha. Ketika masuk lahan Eksplorasi mencapai 9000 ha, terjadilah kemarahan rakyat yang sudah memuncak. Jika dibandingkan dengan luas total pulau Romang 17.500 H, maka sudah lebih dari setengah pulau areal eksplorasi tambang PT GBU.

Selain itu, pengambilan sampel menggunakan bahan kimia seperti Mercuri dan lainnya untuk memecahkan batu dan menggali tanah (sumur). Residunya (ampasan) Mercuri bercampur dengan air. Air yang terkontaminasi dengan bahan kimia itu mengalir dari hutan masuk ke perkebunan rakyat mencemari tanaman. Juga pohon-pohon umur panjang.

“Dari sinilah timbul keresahan-keresahan kecil dari masyarakat. Tapi sepertinya tidak mendapatkan perhatian dari pihak perusahaan maupun pemerintah,” tutur Orlando, yang pernah dianiaya, karena melaporkan Bupati MBD Barnabas Orno ke Polda Maluku, 2012 silam.

Konflik di Pulau Romang terjadi ketika PT GBU mulai melakukan penelitian di 3 desa yakni Negri Jerusu, Hila dan Solad pada tahun 2006. PT GBU kemudian melakukaneksplorasi, setelah memperoleh izin dari Bupati MTB pada 2008. Setelah beroperasi selama 2 tahun, perizinan eksplorasi kembali diperpanjang pada 2009.

Puncaknyapada tahun 2012 bulan Juni. Rakyat membuat penolakan besar-besaran dengantuntutan PT GBU harus angkat kaki dari hutan dan tanah pulau Romang. Caranya adalah, rakyat datang beramai-ramai ke lokasi eksplorasi untuk merusak Gly Camp dan alat-alat berat milik PT GBU. Sebelumnya, penyampaian lisan dan tertulis ke camat dan bupati tapi tidak digubris.

Setelah perlawanan masyarakat sudah gencar dilakukan, PT GBU kemudian melakukan pendekatan dengan bupati untuk mengamankan eksplorasi yang masih sementara berjalan. Hubungan akrab bupati dan PT GBU inilah muncul dugaan dengan pemberian uang sebanyak Rp8 Milyar. Dana ini diberikan kepada pemerintah daerah dengan pesan kuat.

“Tetapi karena bupati merasa berkuasa, maka mau diberikan kepada siapa saja atau digunakan sesuai hematnya pemerintah daerah. Yang tidak benar adalah, dana hibah dari PT GBU itu tidak dimasukan dalam dokumen Anggaran Pendapatan Asli Daerah. Padahal dana ini datang dari pihak ketiga (perusahan),”protesnya. Kata dia, sumber pendapatan terdiri dari APBN berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), APBD dan pendapatan lain-lain dari sumbangan pihak ketiga.

Dia melanjutkan,Berdasarkan informasi yang diperoleh, dana Rp8 Milyar tersebut digunakan untuk pembangunan di daerah lain, bukan Romang. Karena itu, pemuka perjuangan masyarakat adat Romang, melaporkan bupati ke Reskrimsus POlda Maluku. Mereka dipimpim Orlando sendiri.Tetapi kasus ini tidak pernah dikembangkan. Tidak ada penyelidikan baik polda.

Dikatakan, aktifitas pertambangan di Pulau Romang, dibatasi UU oleh nomor 27 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam UU ini disebutkan, pulau atau wilayah dengan luas kurang dari 20.000 (dua puluh ribu) hektar tidak bisa dilakukan penambangan apapun.

“Sedangkan luas Pulau Romang hanya 175,49 Km2. Kalau di konversikan menjadi 17.500 Ha. Berarti, secara otomatis UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini membatasi proses eksplorasi dan eksploitasi pertambangan ini. Untuk itu, Komnas HAM akan merekomendasikan agar izin-izin eksplorasi PT GBU harus dicabut,” jelasnya, berdasarkan kesimpulan akhir Komnas HAM dari kegiatan Ikuiri Nasional Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Dalam Kawasan Hutan, di Sabtu (1/11) di Ambon.

Harapan Baru

Kesimpulan Komnas HAM ini menjadi tonggak dan harapan baru dalam memperjuangkan hak masyarakat pulau Romang. Mereka meminta, jika sudah keputusan legal soal tidak berlakunya lagi izin, maka PT GBU harus ganti rugi atas segala kerusakan hutan, matinya tanaman umur panjang dan masalah lainnya.

Hadirnya PT GBU, bukan hanya merusak lingkungan dan alam Romang, tetapi juga melahirkan konflik antar sesama masyarakat Romang. Karena ada yang dimanjakan dan ada juga yang tidak dipedulikan. Yang di manjakan ini hanya kelompok masyarakat tertentu saja. Maka keharmonisan dan persaudaraan hilang.

“Dulu, sebelum perusahaan GBU masuk, masyarakat tidak pernah menggubris soal pemanfataan batu dan tanah di kebun atau di laut. Mereka memanfaatkannya secara bersama dalam suasana kekeluargaan dan kebersamaan untuk pondasi rumah. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Semoga Komnas HAM konsisten memperjuangkan ini,”kilahnya.

Harapan baru juga muncul dari kalangan Mahasiswa dan Pemuda Romang yang selama ini berjuang mempertahankan tanah mereka. Sebuah gerakan lintas komponen telah dibentuk. Nama gerakan ini“Save Romang”. Gerakan ini lahir dari rasa prihatin atas perlawanan masyarakat terhadap PT GBU yang tidak membuahkan hasil, sejak 2006.

Ketua Mahasiswa Romang, Isack Knyairlay berharap, gerakan Save Romang mendapatkan dukungan secara kolektif dari masyarakat Maluku. Terutama dari kabupaten Maluku Barat Daya. “perjuangan ini akan kami galakan dalam skala besar dengan mengusung tema”Save Romang”. Kita juga mengharapkan dukungan, terutama dari masyarakat Romang sendiri dan masyarakat Maluku secara keseluruhan untuk gabung,”ucap Isack.

Menurut dia, status tanah di Pulau Romang sejak dulu adalah tanah adat dan sudah diakui. Karena sebelum negara ini merdeka, masyarakat Romang sudah menjaga hutan dan sumberdaya lainnya dengan pendekatan hukum adat. Kalau pemerintah pusat dan daerah berdalil bahwa masuknya perusahaan tambang untuk memberikan kesempatan pekerjaan, juga merupakan upaya mematikan tatanan dan hukum adat secara sistematis.

Selain itu, masyarakat adat yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan tingkat sekolah dasar dan menengah, tidak memiliki kemampuan melakukan pekerjaan eksplorasi maupun produksi tambang. Ini terbukti, warga Romang yang bekerja di PT GBU hanya dijadikan sebagai kuli dan dihargai rendah dari semua pegawai dan karyawan PT GBU. Padahal mereka adalah pemilik lahan.

“Biasanya mereka dihargai 50-60 ribu dan statusnya sebagai pekerja lepas. Kalau kita bandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) buruh kasar yang ditetapkan oleh pemerintah, itu sekitar 60-75 ribu per hari. Ini kan namanya diskriminasi,” tegas dia.

Januari 2015, Mahasiswa dan semua komponen masyarakat Romang menentukan sikap. Kalau PT GBU tidak menghentikan kegiatan eksplorasi dan meninggalkan Romang, masyarakat akan by pas dan menggunakan hukum alam. Kalau PT GBU bertahan maka terus melakukan kegiatan penambangan.

Upacara adat akan dilakukan untuk membangunkan roh moyang para leluhur untuk melawan PT GBU. Bukan saja PT GBU, tetapi pihak-pihak lain yang berada dibelakang atau selama ini membekingi PT GBU. Target perjuangan ini adalah, PT GBU harus keluar dari Romang dan mengganti rugi.

“Upacara adat dengan lebah madu dan buaya akan kita hidupkan semua untuk berurusan dengan mereka. Selain itu juga kita akan angkat parang untuk melawan,”kata Isack dengan nada marah.

“Kami tetap akan melawan PT GBU sampai titik darah penghabisan. Uang sebanyak apapun tidak pernah bisa menggantikan darah yang sudah tumpah atau membayar keresahan selama ini.,”tegas Orlando Petrus. (*)

 

Penulis, Tajudin Buano, AJI Maluku

 

 

 

 

Melestarikan Hutan = Menyelamatkan Petani Kopi Dari Dampak Perubahan Iklim

Walau tidak menggunakan pengeras, namun suara Ketua Perempuan Alam Lestari Desa Batu Ampar Supartina Paksi terdengar cukup jelas. Kepada para undangan dan peserta yang berkumpul di bawah tenda plastik berwarna oranye, Supartina mengemukakan pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan Penanaman Pohon di Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba pada Rabu, 23 Juni 2021.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin menyampaikan pesan bahwa melestarikan hutan berarti menyelamatkan kehidupan dan penghidupan petani kopi dari dampak perubahan iklim,” ujar Supartina.

“Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah melestarikan hutan, melestarikan air, mengurangi polusi udara, mencegah longsor dan banjir, membangun potensi peningkatan ekonomi perempuan berbasis hasil hutan bukan kayu, melestarikan kearifan lokal dan membangun ketangguhan iklim,” terang Supartina.

Perempuan Alam Lestari, menurut Supartina, sedang berproses menjalin kemitraan konservasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu dengan skema pemulihan ekosistem. Selain itu, Perempuan Alam Lestari telah mendeklarasikan Desa Kopi Tangguh Iklim pada 28 Januari 2020.

Terkait Desa Kopi Tangguh Iklim, Perempuan Alam Lestari mengajak perempuan untuk mengembangkan pola agroforestri di kebun kopi dengan menanam beragam jenis pohon seperti Durian, Nangka, Alpukat, Jengkol, Petai, Aren, Bambu dan lainnya. “Sejauh ini, kami telah membibitkan sekitar 4.500 bibit pohon. Sebagian bibit tersebut sudah siap ditanam,” ujar Supartina.

Pertama di Kepahiang

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepahiang Mukhtar Yatib sangat mengapresisasi Perempuan Alam Lestari. Apalagi, Perempuan Alam Lestari merupakan kelompok perempuan pertama di Kabupaten Kepahiang yang berinisiatif untuk berpartisipasi melestarikan TWA Bukit Kaba dan mendeklarasikan Desa Kopi Tangguh Iklim. “Baru perempuan di Desa Batu Ampar yang memiliki terobosan seperti ini di Kabupaten Kepahiang. Jadi, Bupati Kepahiang pasti sangat mendukung,” kata Mukhtar.

Menurut Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2020, Kabupaten Kepahiang merupakan kabupaten terluas di Provinsi Bengkulu untuk perkebunan kopi. Dari total luas perkebunan kopi di Provinsi Bengkulu (87.465 hektar), luas perkebunan kopi di Kabupaten Kepahiang adalah 24.746 hektar.

Untuk itu, Mukhtar meminta agar Perempuan Alam Lestari mengajukan proposal seperti proposal bantuan penambahan bibit atau bantuan lainnya terkait kegiatan Perempuan Alam Lestari ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepahiang. “Insya Allah, kami akan anggarkan pada anggaran dinas untuk disalurkan Desa Batu Ampar untuk Perempuan Alam Lestari.”

Persetujuan Direktur Jenderal KSDAE

Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Bengkulu Said Jauhari membenarkan bahwa Perempuan Alam Lestari telah mengajukan proposal kemitraan konservasi dengan skema pemulihan ekosistem. Menindaklanjutinya, BKSDA Bengkulu telah memverfikasi kelompok dan anggota Perempuan Alam Lestari serta memetakan dan mengukur luas areal yang diusulkan oleh Perempuan Alam Lestari .

“Masih diproses, kalau sudah oke, proposal akan dikirim ke Direktorat Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) untuk meminta persetujuan dari Direktur Jenderal KSDAE. Kalau disetujui, akan ditindaklanjuti dengan penandatangan perjanjian kerjasama,” kata Said.

Selain menindaklanjuti proposal, Said menambahkan, BKSDA Bengkulu juga melakukan penguatan kapasitas, menyalurkan bantuan ekonomi produktif dan intensif melakukan pendampingan kepada Perempuan Alam Lestari. “Pendampingan akan kami lakukan sampai kelompok ibu-ibu ini (Perempuan Alam Lestari) berhasil. Kalau sudah berhasil, baru kami akan beralih ke desa lain,” ujar Said. (**)

 

Penulis, Dedek Hendry Jurnalis Freelance

RANGKAIAN HLH 2015 – DIALOG PENANGANAN SAMPAH PLASTIK

sampah_plastikJakarta, 10 Juni 2015 – Sebagai rangkaian dari Peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia Tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan acara Dialog Penanganan Sampah Plastik pada hari Rabu, 10 Juni 2015 bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta. Dialog menghadirkan narasumber dari kalangan pemerintah dan dunia usaha seperti perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian, PT. Unilever, Ketua Asosiasi Retail Indonesia, serta Ketua Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia.

Kegiatan ini diselenggarakan mengingat sampah plastik merupakan persoalan besar yang perlu ditangani secara serius implementasi kebijakan dan strategi nasionalnya. Jumlah peningkatan timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun. Tantangan terbesar pengelolaan sampah adalah penanganan sampah plastik yang tidak ramah lingkungan. Berdasarkan hasil studi  yang dilakukan di beberapa kota tahun 2012, pola pengelolaan sampah di Indonesia sebagai berikut: diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Saat ini lebih dari 90% kabupaten/kota di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping atau bahkan dibakar. Pada saat ini, upaya pemilahan dan pengolahan sampah masih sangat minim sebelum akhirnya sampah ditimbun di TPA. Jika kebijakan ‘do nothing’ tetap dilaksanakan, maka kebutuhan lahan untuk TPA akan meningkat menjadi 1.610 hektar pada tahun 2020. Dilema sulitnya pengadaan lahan TPA mendorong Pemerintah Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tahun 2014 untuk menggagas lahirnya komitmen “Indonesia Bersih Sampah 2020”. Upaya pengurangan timbulan sampah tanpa menghilangkan nilai guna dan nilai ekonominya menjadi tantangan pengelolaan sampah ke depan bagi Pemerintah Indonesia.

Untuk itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc menegaskan “Sesuai Amanat Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, paradigma pengelolaan sampah harus dirubah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan di sumber dan daur ulang sumberdaya. Pendekatan end of pipe diganti dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen atau extended producer responsiblity (EPR), daur ulang material (material recovery), daur ulang energi (energy recovery), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah di TPA berwawasan lingkungan. Prinsip tersebut dilaksanakan dari hulu saat barang belum dimanfaatkan, sampai hilir saat barang dan kemasan mencapai akhir masa gunanya.”

Untuk mengimplementasikan kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan sampah, pemerintah telah menetapkan target pengurangan dan pengolahan sampah, sampah plastik termasuk di dalamnya, sebesar 20% dari total timbulan sampah pada tahun 2019. Penetapan target tersebut mempertimbangkan (1) Penyusunan skala prioritas jenis sampah plastik apa yang perlu ditangani terlebih (misalnya: kantong plastik, styryofoam, bungkus makanan) (2) Jumlah target pengurangan dan daur ulang sampah plastik didasarkan hasil perhitungan realistik, terukur, dan bertahap. (3) Prioritas wilayah pengurangan dan daur ulang sampah plastik.

Saat ini pemerintah sedang melakukan berbagai upaya seperti:

  1. Pembatasan penggunaan kantong plastik belanja, baik di retailer modern maupun pasar tradisional. Program green mall atau green retailer bisa menjadi pilihan.
  2. Optimalisasi daur ulang sampah plastik yang sudah ada yang dilakukan oleh pemerintah daerah, sektor informal maupun masyarakat.
  3. Kemitraan pemerintah dan produsen penghasil barang dan/atau barang dengan kemasan plastik.
  4. Sosialisasi program pemilahan dan daur ulang sampah plastik melalui Program Bank Sampah.

Dialog hari ini diharapkan dapat memberikan dukungan guna mewujudkan kebijakan dan regulasi yang disusun oleh pemerintah melalui koordinasi dan kolaborasi semua pihak yang  menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM,
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Telp/Fax. 021 – 8580102,
email: humaslh@gmail.com,
www.menlh.go.id

BERSEPEDA UNTUK BUMI

MSR_0149_bikeJakarta, 7 Juni 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak masyarakat merayakan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 5 Juni 2015 dengan gerakan peduli lingkungan “Bersepeda Untuk Bumi”. Kegiatan ini berlangsung pada hari Minggu, 7 Juni 2015 mulai di parkiran Kantor KLHK, Manggala Wanabakti hingga berakhir di Bundaran Hotel Indonesia. Turut bersepeda bersama masyarakat Menko Perekonomian Dr. Sofyan Djalil, SH, MA, MALD, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc dan para Duta Besar negara sahabat.

Acara “Bersepeda untuk Bumi” merupakan lanjutan peringatan HLH 2015 yang puncaknya  diselenggarakan di Istana Kepresidenan Bogor dipimpin oleh Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia.  Dalam Amanatnya, Presiden menyatakan “Pemerintah akan terus berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup”. Hal ini menunjukan ketegasan Indonesia yang secara konsisten aktif dalam setiap inisiatif gerakan lingkungan global namun juga membuat langkah-langkah nyata. Tema peringatan World Enviromental Day 2015 “Seven Billion Dreams, One Planet, Consu-me with Care” disesuaikan menjadi “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi”.

Menteri LHK, Siti Nurbaya mengingatkan “bumi semakin padat dengan penghuni + 7,2 milyar jiwa. Tingkat konsumsi penduduk melebihi pasokan di bumi. Kualitas lingkungan hidup di banyak negara cenderung menurun. Perlu Aksi mendesak seperti perubahan pola konsumsi dan produksi menuju hemat sumberdaya, berkualitas lebih baik dan melindungi lingkungan hidup”. Lebih lanjut “Gerakan bersepeda akan mengurangi konsumsi energi bahan bakar dan mengurangi pencemaran udara perkotaan. Hal ini sesuai Nawacita butir 5 meningkatkan kualitas hidup manusia”

Sejalan dengan itu, Menko Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan “Kuncinya pada Kesadaran masyarakat, perlu pemanfaatan sumberdaya secara maksimal dengan bijaksana. Dibutuhkan pola konsumsi yang sesuai, misalnya mengambil makanan yang secukupnya tidak membuang makanan. Tekanan akan kebutuhan pertumbuhan semakin meningkat seiring peningkatan ekonomi Indonesia namun tetap kita berkewajiban menjaga bumi dari kerusakan untuk alam yang lebih baik.”

“Bersepeda untuk Bumi” didukung pula oleh Bike2Work dan UNDP, dimana dalam acara ini bergabung pula, Daniel Price yang sedang bersepeda dari Kutub Selatan menuju Paris dan Erlend Moster Knudsen yang akan berlari dari Kutub Utara menuju Paris untuk Kampanye Perubahan Iklim. Mereka diharapkan akan tiba di Paris pada saat berlangsungnya pertemuan PBB tingkat tinggi terkait perubahan iklim (National Summit on Climate Change). Kegiatan Pole to Paris: Daniel Price dan Erlend M Knudsen menegaskan pentingnya peran Indonesia di forum internasional iklim global, sekaligus berpesan bahwa kita harus bekerjasama mencapai masa depan berkesinambungan.

Daniel Price sempat singgah ke lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) KLHK di Dukuh Serut, Bantul, DIY yang mengembangkan program pembuatan es batu oleh para nelayan yang memanfaatkan energi. Dukuh Serut menerima penghargaan Proklim tahun 2012 sebagai apresiasi kepada masyarakat yang melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sehingga meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dan mendukung target penurunan emisi GRK nasional.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, SH., MSD,
Kepala Biro Hukum dan Humas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Telp/Fax. 021 – 8517182, email: humaslh@gmail.com, www.menlh.go.id

KLHK MENGUPAYAKAN PEMULIHAN TUMPAHAN ASAM SULFAT DI TOL JELAMBAR KM 17,800 A TANJUNG DUREN JAKARTA BARAT

Lokasi verifikasi  di bawah kolong tol
Lokasi verifikasi di bawah kolong tol

Jakarta, 8 Mei 2015 – Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dipimpin oleh Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah B3 dan Sampah, M. Ilham Malik berkoordinasi dengan Kasatlantas Polres Metro Jakarta Barat dan Jasa Marga dalam upaya pembersihan lokasi tumpahan asam sulfat (H2SO4).

Hal ini menindaklanjuti kejadian pada hari Selasa tanggal 5 Mei 2015, pukul 04.30 WIB di Jalan Tol Jelambar KM 17.800 A, Tanjung Duren Jakarta Barat, berupa tumpahan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 24.330 kg yang disebabkan kecelakaan truk tangki nomor polisi L 8370 UN milik PT. Bali yang memuat asam sulfat (H2SO4) milik PT. Mahkota Jaya Raya dengan truk trailer nomor polisi B 9107 BEH mengakibatkan terjadi pencemaran lingkungan di lokasi kejadian dan di bawah kolong tol sampai jarak 100 – 150 meter. Kejadian tersebut mengakibatkan 1 (satu) orang korban bernama Kusmiyati (26 tahun) meninggal dan 1 (satu) orang laki-laki bernama Sukardi (26 tahun) terkena percikan asam sulfat dan mengalami luka bakar pada bagian muka dan tangan. Korban bermukim di kolong tol tersebut.

Sesuai kewenangan dan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, KLHK berkoordinasi dengan instansi terkait telah memerintahkan kedua belah pihak yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Keduanya adalah PT. Bali dan PT. Handal Mandiri Transindo yang harus melakukan pembersihan bekas tumpahan bahan kimia di lokasi kejadian serta lingkungan yang terkena tumpahan asam sulfat. Mengacu kepada ketentuan dalam Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) dan Standard Operating Procedure (SOP) Tanggap Darurat yaitu dengan cara menetralisir lokasi tumpahan dengan larutan soda atau kapur sebelum disiram dengan air.

Dalam pertemuan bersama dengan Kanit Laka Polresta Metro Jakarta Barat, PT. Jasa Marga dan Polisi Jalan Raya (PJR), PT. Bali dan PT. Handal Mandiri, disepakati pada hari Sabtu tanggal 9 Mei 2015 dilakukan pembersihan pada lokasi kolong tol pada pukul 10.00 – 11.00 WIB. Sedangkan pembersihan badan jalan tol akan dilakukan pada malam hari antara pukul 22.00 – 05.00 WIB.
Informasi lebih lanjut:
Ir. Muhammad Ilham Malik, M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLH. Tlp/Fax: 021-85905637, Email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

PELUNCURAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 2015 DAN PEKAN LINGKUNGAN INDONESIA KE-19

Jakarta, 21 April 2015 – Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara resmi meluncurkan Pekan Lingkungan Indonesia 2015 (PLI 2015) di ruang Rimbawan, Manggala Wanabakti, Jakarta. Pekan Lingkungan Indonesia 2015 (PLI 2015) merupakan gelaran yang ke-19 kalinya dan akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Assembly Hall pada tanggal 18 s/d 21 Juni 2015 yang rencananya akan dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.

Pekan Lingkungan Indonesia Ke-19 tahun 2015 ini akan diikuti oleh instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Perusahaan Swasta Nasional dan Multinasional, Badan dan Organisasi Lingkungan Hidup serta pemerhati lingkungan. Tidak hanya pameran, Pekan Lingkungan Indonesia juga akan diisi dengan berbagai kegiatan yang bersamaan dengan pameran CSR yang ketujuh dan pameran teknologi terbarukan yang kelima.

Dalam sambutan pembukaan, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani mengatakan, “UUD 1945 menyatakan, perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan mandiri. Konstitusi hijau ini menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup dan yang bersih dan sehat. Kita wajib untuk bersama-sama mencapai hal tersebut.”

Penyelenggaraan Pekan Lingkungan Indonesia merupakan rangkaian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED) yang merupakan perayaan lingkungan hidup terakbar di seluruh dunia. Puncak acaranya diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Sejak digelar pertama kali pada tahun 1972, WED telah menjadi media bagi PBB (melalui UNEP) untuk mengkampanyekan akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia bertujuan menyadarkan semua pihak untuk ikut bertanggung jawab merawat bumi sekaligus menjadi pelopor perubahan dan penyelamat bumi dan lingkungan hidup.

Pada tahun 2015 ini, perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED) 2015 mengangkat tema “Seven Billion Dreams.One Planet. Consume with Care”.

Dalam penyelenggaraan PLI 2015 ada berbagai rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan berupa:

1. Lomba Menggambar dan Mewarnai untuk anak-anak sekolah yang akan diikuti 500 peserta dengan tiga kategori lomba yang berbeda-beda;
2. Lomba Photo Lingkungan, yang akan diikuti dari berbagai kalangan (umum, pelajar, mahasiswa dan wartawan);
3. Eco Driving workshop dan rally akan dikutioleh 100 peserta mewakili kelompok masyarakat dan individu;
4. Lomba Green Music diikuti 50 kelompok (boy band dan girl band), music tradisional;
5. Eco Creative diikuti 30 peserta mewakili dunia usaha dan pemda. Eco Creative ini akan menampilkan produk-produk daurulang dan produk-produk ramah lingkungan;
6. Fun walk dan Fun bike akan dikuti 2000 peserta, pada saat digaris finish semua peserta fun walk dan fun bike akan dibagikan bibit pohon; dan
7. Seminar and Workshop tingkat nasional dengan 8 judul seminar yang akan menghadirkan pembicara-pembicara para pakar dibidangnya masing-masing.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Ilyas Asaad, MP, MH, Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

“Bersepeda 17.000 KM dari Kutub Selatan ke Paris Untuk Kepedulian Perubahan Iklim”

Jakarta, 25 Mei 2015 – Dua orang ilmuwan lingkungan hidup, Daniel Price dan Erlend Moster Knudsen melakukan perjalanan dari Kutub Utara dan Selatan menuju Paris untuk Kampanye Perubahan Iklim. Daniel Price memulai perjalanan sepanjang 17.000 km ini dengan bersepeda dari Lingkar Kutub Selatan sedangkan mitranya Erlend Moster Knudsen berjalan kaki sepanjang 3.000 km dari Lingkar Kutub Utara menuju Paris. Mereka diharapkan akan tiba di Paris pada saat berlangsungnya pertemuan PBB tingkat tinggi terkait perubahan iklim (National Summit on Climate Change).

Pole to Paris merupakan suatu bentuk kegiatan unik yang menggarisbawahi pentingnya peran Indonesia dalam pembicaraan-pembicaraan tentang iklim global, sekaligus mengirim pesan bahwa kita harus bekerjasama untuk mencapai masa depan yang berkesinambungan bagi semua. Saat ini kedua peneliti melewati di Indonesia dan singgah ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, mereka mengunjungi lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) di Dukuh Serut, Bantul.

Desa Proklim tersebut mengembangkan program pembuatan es batu oleh para nelayan yang memanfaatkan energi. Dukuh Serut menerima penghargaan Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2012 sebagai apresiasi pemerintah terhadap partisipasi aktif masyarakat yang telah melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi di tingkat lokal, sehingga dapat meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dan mendukung target penurunan emisi GRK nasional.

Untuk dapat ditetapkan sebagai Proklim, syarat utama yang harus dipenuhi adalah keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi di suatu lokasi dan adanya dukungan keberlanjutan dari masyarakat di lokasi setempat. Sejak tahun 2012 – 2014, telah diterima total 412 pengusulan lokasi Proklim yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Verifikasi lapangan telah dilaksanakan di 322 lokasi untuk melihat keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kelompok masyarakat serta dukungan keberlanjutan kegiatan pada lokasi yang diusulkan. Verifikasi lapangan dilaksanakan dengan melibatkan verifikator daerah yang terdiri dari perwakilan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang di wilayahnya terdapat pengusulan lokasi ProKlim. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, evaluasi tim teknis dan pertimbangan Tim Pengarah maka setiap tahun diberikan penghargaan Trophy Proklim kepada masyarakat di lokasi yang memenuhi kriteria. Penerima penghargaan ProKlim tahun 2012 – 2014 adalah seperti tercantum dalam tabel pada lampiran.

Dukuh Serut yang berlokasi di Kabupaten Bantul merupakah salah satu penerima penghargaan ProKlim tahun 2012, yang juga merupakan salah satu lokasi binaan Kampung Hijau Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat di tingkat lokal teridentifikasi dapat memperkuat upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan tersebut dapat berjalan baik dengan adanya kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat. Keberadaan kelompok masyarakat dan tokoh yang menjadi penggerak aksi lokal, menjadi salah satu kunci keberhasilan penguatan kapasitas masyarakat menghadapi perubahan iklim. Selain itu, nilai-nilai kearifan serta peraturan di tingkal lokal menjadi faktor penting lain yang dapat menjamin keberlanjutan pelaksanaan kegiatan dan program.

Kegiatan yang telah dilaksanakan di lokasi ProKlim merupakan aksi nyata mayarakat di tingkat lokal yang dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim serta memberikan kontribusi pencapaian target nasional pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dari business as usual. Apresiasi yang diberikan Pemerintah diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif seluruh pihak untuk mewujudkan target 2000 kampung iklim diseluruh wilayah Indonesia pada tahun 2019, yang dapat memberikan manfaat positif bagi upaya pengendalian kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Selanjutnya Price akan bersepeda sejauh 600 km dari Yogyakarta ke Jakarta. Perjalanan bersepeda di Pulau Jawa akan berakhir pada kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia “Bersepeda Untuk Bumi” di Car Free Day Jakarta, Minggu 7 Juni 2015 bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya.
Informasi lebih lanjut hubungi:
• Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Email: humaslh@gmail.com

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati (KEHATI) 2015 “Keanekagaraman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia”

Jakarta, 22 Mei 2015 – Hari ini dunia memperingati Hari Keanekaragaman Hayati (Kehati) Internasional yang diperingati setiap 22 Mei. Tema tahun ini adalah “Biodiversity for Sustainable Development” atau “Keanekagaraman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan” sejalan dengan penetapan tahun 2015 sebagai International Day for Biological Diversity (IDB) oleh PBB. Tema ini merefleksikan pentingnya upaya-upaya dilakukan disemua tingkatan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai bagian dari Agenda Pembangunan Pasca 2015 (United Nation Post 2015 Development Agenda) untuk periode 2015 – 2030 dan keterkaitan keanekargaman hayati untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc dalam sambutan tertulis mengatakan, “Bertepatan dengan hari keanekaragaman hayati, kami mengundang kepedulian semua komponen bangsa untuk menjaga kelestarian serta memanfaatkan secara bijaksana keanekaragaman hayati demi terlaksananya kegiatan untuk mendukung pembangunan”. Penguasaan manfaat potensi nilai ekonomi, perlindungan dan kelembahaan perlu ditata dengan berpedoman pada konvensi internasional yaitu Protokol Nagoya dan Protokol Cartagena agar praktek biopiracy yaitu pencurian sumber daya hayati dapat dihentikan dan masuknya Produk Rekayasa Genetik (PRG) dan/atau jenis asing invasif tidak akan mengganggu kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Pemanfaatan sumber daya genetik tersebut juga harus memperhatikan aturan yang telah disepakati dalam Protokol Nagoya yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 11 tahun 2013 yaitu pembagian keuntungan atas pemanfaatan sumber daya genetik tersebut harus sampai kepada masyarakat lokal yang memiliki dan telah ikut melestarikan asal sumber daya genetik yang dikembangkan tersebut. Pembagian keuntungan tersebut harus sesuai dengan kesepakatan bersama yang dibangun antara kedua belah pihak pengguna dan penyedia sumber daya genetik, dengan terlebih dahulu memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) sebelum semua kegiatan dilakukan.

KLHK juga telah merintis terbangunnya suatu Clearing House di Papua yang dianggap sebagai pusat kekayaan kehati yang masih ada di Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya biopiracy atau pembalakan hayati. Clearing House ini akan menjadi salah satu simpul bagi Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia yang telah dibangun oleh Kementerian Lingkugan Hidup sejak tahun 2002.

Saat ini pengaturan mengenai pengelolaan sumber daya genetik sedang disiapkan bersama-sama dengan pelaksanaan beberapa program sebagai upaya untuk konservasi keanekaragaman hayati melalui konservasi insitu maupun eksitu. Konservasi insitu dilakukan melalui penetapan berbagai kawasan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam dan taman hutan raya. Upaya pencadangan sumber daya hayati juga dilakukan melalui program Pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati sebagai kawasan konservasi berbagai jenis tumbuhan lokal/endemik yang ada di berbagai daerah. Sampai saat ini, telah terbangun Taman Kehati di 73 lokasi di berbagai daerah.

Meskipun Indonesia adalah negara mega biodiversity, namun Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss) yang tinggi di dunia. Setiap tahun semakin banyak jenis tumbuhan dan satwa menjadi langka dan terancam punah. Salah satu penyebab hilangnya keanekaragaman hayati lain yang saat ini perlu mendapat perhatian serius adalah introduksi dan penyebaran jenis asing invasif pada beragam ekosistem di Indonesia. Kehadiran jenis asing invasif ini menyebabkan terdesaknya jenis dan ekosistem asli. Diperkirakan saat ini terdapat setidaknya lebih dari 300 jenis asing invasif yang tersebar di Indonesia. Untuk itu, KLHK telah menyusun “Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis Asing Invasif” agar dapat menjadi acuan bagi semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, LSM dan masyarakat dalam melakukan pengelolaan jenis asing invasif di Indonesia.

Besarnya manfaat keanekaragaman hayati bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dan adanya ancaman terhadap keanekaragaman hayati telah menjadi salah satu fokus isu strategis dalam RPJMN 2015 – 2019 bidang pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pemerintah menyadari bahwa untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi namun tetap menjaga kelestarian SDA dan LH diperlukan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan penggalian potensi baru dalam pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Potensi ekonomi kehati juga menjadi penjabaran dari salah satu agenda NAWACITA yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai National Focal Point Konvensi Keanekaragaman Hayati yang berarti adalah simpul bagi kementerian/lembaga terkait, bersama-sama dengan Bappenas dan LIPI pada tahun 2015 ini telah merevisi Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). IBSAP bertujuan agar dalam perumusan kebijakan dan perencanaan kegiatan di bidang keanekaragaman hayati dapat terarah dan memiliki sinergi secara nasional.

Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme yang dapat memastikan rencana strategis tersebut dapat diimplementasikan sehingga berkontribusi dalam upaya peningkatan keekonomian kehati sekaligus dapat mengurangi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati. Kedua hal tersebut harus dapat berjalan secara sinergis agar kasus-kasus seperti penyelundupan satwa dilindungi tidak terulang lagi. Praktek-praktek yang salah dalam mengartikan keekonomian kehati tanpa mempertimbangkan kelestariannya haruslah diberantas.

“Mempertahankan keberadaan dan kelestarian keanekaragaman hayati adalah penting namun tidak cukup sampai disitu. Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut harus dapat dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian, agar “Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia” tidak hanya berhenti sebagai slogan semata, tetapi keanekaragaman hayati benar-benar dapat sebagai modal pembangunan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia”, jelas MenLHK.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Email: humaslh@gmail.com