Pemantauan Emisi Industri Melalui Teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs)

denmarkJakarta, 18 Maret 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Kedutaan Besar Denmark dan PT Hyprowira menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Penggunaan Teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs) bertempat di Kantor KLH Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan ketaatan terhadap pemantauan emisi serta sosialisasi hasil pilot project penerapan teknologi pemantauan emisi terus menerus melalui teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs). Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, Tuti Hendrawati Mintarsih hadir membuka acara bersama dengan Duta Besar Denmark, Mr. Casper Klyngetbc. Peserta diskusi berasal dari instansi pemerintah, industri, serta akademisi untuk memberikan masukan terhadap program PEMs.

Teknologi monitoring emisi menggunakan PEMs ini difasilitasi oleh Denmark International Development Cooperation Agency (Danida), serta Weel & Sandvig yang menjadikan Indonesia sebagai pilot project. Tujuan FGD ini adalah untuk memberikan informasi terbaru mengenai peraturan internasional dan teknologi baru untuk memantau emisi terus menerus, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai pemantauan emisi dari sumber tidak bergerak terutama untuk berbagi pengalaman dari penggunaan Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) dan PEMs. Penggunaan teknologi ini dilakukan terutama untuk pemantauan emisi pada kegiatan sektor industri yang merupakan salah satu sumber polusi udara serta penghasil gas rumah kaca. Dampak pencemaran udara mempengaruhi kesehatan manusia, sehingga jumlah zat-zat berbahaya yang diijinkan dipancarkan ke udara harus dibatasi.

Dalam sambutannya, Tuti Hendrawati mengatakan, “Melalui pemantauan emisi, kita bisa mengetahui jumlah zat berbahaya yang dipancarkan ke udara dan juga untuk meningkatkan kepatuhan industri untuk standar baku emisi. Oleh karena itu, pemantauan emisi menjadi salah satu penanggulangan yang harus dilakukan secara terus menerus dengan kontrol dan jaminan kualitas yang tepat”.

Kementerian Lingkungan Hidup pada 2014 melalukan inventarisasi emisi di 6 (enam) kota besar di Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya, Malang, Batam, Denpasar dan Banjarmasin. Hasil inventarisasi emisi menunjukkan bahwa sumber utama pencemar tetap adalah SO2 (Sulfur dioksida), dan CO2 (Karbon dioksida) yang juga disebut sebagai gas rumah kaca. Kandungan SO2 dan NOx yang tinggi di udara ambien yang dipancarkan oleh industri menyebabkan pembentukan deposisi asam yang akan mempengaruhi kegiatan cocok tanam, perkebunan dan menimbulkan korosi pada bangunan.

“Saya sangat berharap bahwa partisipasi peserta dari berbagai kalangan dalam FGD ini bisa mempercepat peningkatan pengendalian pencemaran udara di industri masing-masing untuk mencapai lingkungan yang lebih baik”, jelas Tuti Hendrawati.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. MR Karliansyah, MSi, Deputi II MenLH Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Telp/Fax. 021 – 8580107, email: humaslh@gmail.com, website: www.proper.menlh.go.id, www.menlh.go.id