Maju Bersama Susun Daftar Prioritas Tumbuhan di TNKS untuk Kesejahteraan Berkelanjutan

Inisiatif KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII untuk menjadi mitra konservasi sebagai bentuk kerjasama pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNKS telah ditanggapi secara positif oleh Kepala Balai Besar TNKS Arief Toengkagie. KPPL Maju Bersama telah diminta menyusun rancangan rencana kegiatan dan membahasnya dengan Balai Besar TNKS guna menjadi bahan untuk merumuskan perjanjian kerjasama.

Sebagai bahan untuk merancang rencana kegiatan, KPPL Maju Bersama menginventaris tumbuhan di zona pemanfaatan TNKS dan menyusun daftar prioritas tumbuhan yang ingin dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan perempuan secara berkelanjutan. Prioritas disusun dengan memperhatikan 5 kriteria: Ketersediaan dan distribusi; Pemanenan; Lokasi; Perkembangbiakan; dan Hubungan dengan pengelolaan hutan atau konservasi. Upaya ini dilakukan oleh 5 kelompok kerja pada Sabtu (13/1/18) sebagai tindak lanjut dari berlatih pada Selasa (9/1/18).

Hasil kerja kelompok 1 mencatat 17 jenis tumbuhan. Meliputi: Pinus, Pisang Hutan, Mahoni, Jamur, Kecombrang, Pakis, Cempokak, Bambu, Keladi, Sirih Merah, Rotan, Kemiri, Rukem, Nangka, Cempedak, Asam Kandis, Salam. Dari 17 jenis tumbuhan, hasil penjumlahan skor berdasarkan kritera, lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Cempokak, Kecombrang, Pakis, Keladi, Pisang Hutan.

Sedangkan hasil kerja kelompok 2 mencatat 17 jenis tumbuhan. Meliputi: Kemiri, Jamur, Bambu, Pisang Hutan, Pakis, Kecombrang, Cempokak, Sirih Merah, Dilem, Tepus, Kantil, Salam, Pandan Hutan, Pinus, Nangka dan Mahoni. Setelah dilakukan penjumlahan skor, lima jenis tumbuhan yang meraih skor tertinggi adalah Pakis, Kecombrang, Dilem, Tepus, Kemiri.

Selanjutnya hasil kerja kelompok 3 mencatat 14 jenis tumbuhan. Meliputi: Kecombrang, Kemiri, Pakis, Bambu, Jamur, Rotan, Dilem, Mahoni, Pinus, Salam, Pandan, Tapus dan Sirih Merah. Setelah dilakukan penjumlahan skor, hasil kerja kelompok 3 memperlihatkan lima jenis tumbuhan yang meraih skor tertinggi adalah Bambu, Pakis, Unji, Tepus dan Sirih Merah.

Lalu, hasil kerja kelompok 4 mencatat 16 jenis tumbuhan. Meliputi : Jamur, Kecombrang, Pakis, Tepus, Bambu, Rotan, Pinus, Mahoni, Pakis Besar, Pandan Hutan, Sirih Merah, Dilem, Nangka, Durian Hutan, Kemiri dan Pisang Hutan. Setelah dilakukan penghitungan skor, hasil kerja kelompok ini menunjukan lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Kemiri, Pakis, Tepus, Sirih Merah dan Kecombrang.

Sementara itu, hasil kerja kelompok 5 mencatat 13 jenis tumbuhan. Meliputi: Bambu, Kemiri, Jamur, Tepus, Pandan Hutan, Pisang Hutan, Pakis, Pinus, Mahoni, Kecombrang, Cempokak, Dilem dan Damar. Setelah dilakukan penghitungan skor, hasil kerja kelompok ini menunjukan lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Kemiri, Bambu, Pakis, Dilem dan Cempokak.

Secara keseluruhan, tercatat 25 jenis tumbuhan. Meliputi: Pinus, Pisang Hutan, Mahoni, Jamur, Kecombrang, Pakis, Cempokak, Bambu, Keladi, Sirih Merah, Rotan, Kemiri, Rukem, Nangka, Cempedak, Asam Kandis, Salam, Dilem, Tepus, Kembang Kantil, Salam, Pandan Hutan, Pinus, Pakis Besar, Durian Hutan dan Damar. Sedangkan jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Cempokak, Kecombrang, Pakis, Keladi, Pisang Hutan, Dilem, Tepus, Kemiri, Bambu dan Sirih Merah.

Namun, tumbuhan yang masuk kategori prioritas sebanyak 10 jenis. Yakni, Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus, Cempokak, Sirih Merah, Bambu, Dilem, Keladi dan Pisang Hutan. Setelah dilihat dari jumlah kelompok yang memilih sebagai prioritas, diketahui Kecombrang dan Pakis paling banyak disebutkan (5 kelompok), selanjutnya Kemiri dan Tepus (3 kelompok), Cempokak, Sirih Merah dan Bambu (2 kelompok), dan Dilem, Keladi dan Pisang Hutan (1 kelompok).

Dari 10 jenis tumbuhan yang masuk daftar prioritas, 5 kelompok kerja melakukan pendalaman terhadap Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus dan Cempokak. Hasilnya, diketahui pemanfaatan Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus dan Cempokak secara manual/tradisional dan dapat dilakukan sepanjang tahun. Tidak ada ancaman berarti terhadap populasi dan pemanfaatan tidak berdampak negatif terhadap kelestarian TNKS.

Untuk Kecombrang, bagian yang dimanfaatkan adalah daun, batang, bunga dan buah. Daun untuk atap pondok, batang untuk obat batuk, obat luka dan penyubur rambut, bunga untuk beragam menu masakan dan minuman, dan buah untuk minuman, sirup dan manisan. Pemanfaatan dengan cara dipetik/dipotong dengan periode mingguan. Sedangkan Pakis, bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan batang muda untuk membuat beragam menu masakan. Pemanfaatan dengan cara dipetik/dipotong dengan periode mingguan.

Untuk Kemiri, bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan buah. Daun untuk bungkus tapai dan tempe, sedangkan buah untuk rempah dan bahan baku minyak rambut. Pemanfaatan dengan dipetik atau memungut buah yang jatuh dengan periode harian. Sedangkan Tepus, bagian yang dimanfaatkan adalah daun, batang dan buah. Daun untuk atap, batang untuk tali, dan buah untuk rempah dan manisan. Pemanfaatan dengan dipetik/dipotong dengan periode mingguan. Untuk Cempokak, bagian yang dimanfaatkan adalah buah untuk beragam menu masakan. Pemanfaatan dipetik dengan periode harian.

Sebelum menginventaris dan membuat daftar prioritas, 5 kelompok kerja terlebih dahulu membuat gambaran perubahan positif yang ingin dicapai pada Sabtu (13/1/18). Dari gambar dan paparan, pengurus dan anggota KPPL Maju Bersama menginginkan agar pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan wisata alam berdampak positif terhadap kesejahteraan perempuan dan masyarakat, kelestarian TNKS untuk kestabilan air, kelestarian flora dan fauna dan menghadapi perubahan iklim.

Terjadinya Pelanggaran HAM Dalam Penangkapan 3 (tiga) Petani Dalam Kawasan Hutan Laposo Niniconang, Kab. Soppeng

Fakta Persidangan Praperadilan Mengungkap Terjadinya Pelanggaran HAM Dalam Penangkapan 3 (tiga) Petani Dalam Kawasan Hutan Laposo Niniconang, Kab. Soppeng

Pada tanggal 4 Januari 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan R.I. Cq. Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sulawesi selaku Termohon menghadirkan 3 (tiga) saksi fakta dalam sidang Praperadilan kasus kriminalisasi 3 (tiga) petani dalam kawasan hutan Laposo Niniconang, Kab. Soppeng. Ketiga saksi tersebut merupakan anggota tim operasi gabungan pengamanan hutan Laposo Niniconang.

Dalam keterangannya di persidangan, ketiga saksi tersebut membenarkan bahwa 3 (tiga) petani yaitu Sahidin (umur 47 tahun), Jamadi (umur 45 tahun), Sukardi (umur 39 tahun) telah diamankan saat tim melakukan operasi gabungan tanggal 22 Oktober 2017 karena melakukan penebangan pohon dan berkebun di dalam kawasan hutan. Kemudian 3 (tiga) petani tersebut dibawa ke kantor BPPHLHK di Makassar untuk diamankan dan diambil keterangannya. Namun di sisi lain, ketiga saksi tersebut juga membenarkan bahwa Surat Perintah Penangkapan baru dikeluarkan pada tanggal 25 Oktober 2017. Lalu apa status mereka sejak diamankan selama 3 (tiga) hari pada tanggal 22 s/d tanggal 24 Oktober 2017?”tanya Hakim yang mengadili perkara tersebut”.

Fakta ini membuktikan bahwa penangkapan selama 3 (tiga) hari pada tanggal 22 s/d 24 Oktober 2017 terhadap 3 (tiga) petani TANPA STATUS HUKUM YANG JELAS merupakan pelanggaran HAM, karena pihak BPPHLHK telah mengekang kebebasan mereka secara sewenang – wenang dan tanpa dasar hukum.

Pada persidangan sebelumnya tanggal 3 Januari 2018, LBH Makassar selaku penasehat hukum telah menghadirkan 4 (empat) saksi fakta. Keempat saksi tersebut membenarkan bahwa mereka yang ditangkap berasal dari kampung Coppoliang dan kampung Jollle, Desa Umpungeng, Kab. Soppeng. Mereka telah tinggal dan berkebun di kampungnya secara turun-temurun dan pada tahun 1975 orang tua mereka menanam kopi di kebunnya. Sedangkan penunjukan kawasan hutan Laposo Niniconang pada tahun 1987 dan penetapannya pada tahun 2014. Artinya, ketiga petani yang ditangkap sudah mengelola kebunnya sebelum penunjukan dan penetapan kawasan hutan Laposo Niniconang.

Dengan demikian, penangkapan terhadap 3 (tiga) petani tersebut di atas telah melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 95/PUU-XII/2014 tertanggal 10 Desember 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana Kehutanan dikecualikan terhadap masyarakat yang secara turun – temurun hidup di dalam kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil”.

Untuk itu, LBH Makassar selaku Penasehat Hukum 3 (tiga) petani mengundang kawan – kawan jurnalis/wartawan untuk melakukan peliputan sidang yang akan digelar pada tanggal 5 Januari 2018 di Pengadilan Negeri Makassar (ruang sidang Bagir Manan) pukul 09.00 wita dengan agenda PEMBACAAN KESIMPULAN PENASEHAT HUKUM.
Makassar, 4 Januari 2018

Kontak Person :
0853-9512-2233 (Edy Kurniawan/LBH Makassar)
0852-5570-0343 (Andi Baso Petta Karaeng/L-Haerindo)

Penulis, Edy N. Wahid

Kerjasama Pemberdayaan Masyarakat Bengkulu

Ketua KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII, Rita Wati didampingi Kepala Desa Pal VIII, Prisnawati menyerahkan permohonan menjadi mitra konservasi sebagai bentuk kerjasama pemberdayaan masyarakat kepada Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, Arief Toengkagie yang didampingi Kepala Bidang 3 Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, Iwin Kasiwan, Selasa (9/1/18) di Rejang Lebong.

Pengurus dan anggota KPPL Maju Bersama juga mendapatkan pengayaan pengetahuan dari dan berdiskusi dengan pak Arief Toengkagie dan Iwin Kasiwan, dan berlatih melakukan pemindaian potensi SDA di Zona Pemanfaatan TNKS untuk peningkatan kesejahteraan perempuan secara berkelanjutan.

Penulis Dede Hendrik
Kanal Komunikasi Bengkulu