MENUJU PELAKSANAAN THE 16th WORLD LAKE CONFERENCE (WLC 16) DI INDONESIA

Di tingkat global, pengelolaan danau telah menjadi komitmen berbagai negara dalam upaya menyelamatkan keberlanjutan fungsi ekosistem danau yang kondisinya dinilai semakin memprihatinkan. Terkait dengan hal tersebut, World Lake Conference (WLC) merupakan salah satu forum internasional guna berbagi dan bertukar pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan danau. WLC diinisiasi oleh International Lake Environment Committee Foundation (ILEC) yang berkedudukan di Jepang. WLC Pertama dilaksanakan di Shiga, Jepang pada tahun 1984. Hingga saat ini WLC telah dilaksanakan 15 kali di beberapa negara antara lain Jepang, China, Argentina, Hungaria, Denmark, Kenya, India, Amerika Serikat dan Italia, dengan periode sekitar 2 tahun sekali.

Pada pelaksanaan WLC 15 di Perugia, tahun 2014, Indonesia terlibat, baik dalam scientific discussion maupun policy dialogue. WLC 15 menghasilkan rekomendasi yang dituangkan dalam “Deklarasi Perugia”.

Kutipan Deklarasi Perugia

  1. Pengelolaan danau berkelanjutan merupakan bagian dari peran seluruh stakeholders, baik pemerintah maupun masyarakat;
  2. Sosialisasi dan pendidikan merupakan bagian penting dari pengelolaan danau berkelanjutan, khususnya untuk mengangkat pentingnya keseimbangan antara pelestarian ekosistem danau dan pembangunan kehidupan manusia;
  3. Pengelolaan danau merupakan bagian penting dari pengelolaan sistem perairan guna mencapai keberlanjutan jasa ekosistem, sebagaimana pesan “Rio+20” dan “Goal 6.6” mengenai perlindungan dan pemulihan ekosistem perairan;
  4. Danau merupakan barometer penting perubahan iklim; dan
  5. Pola pengelolaan danau “ILBM” (Integrated Lake Basin Management), diangkat sebagai salah satu pola pengelolaan sistem perairan yang komprehensif.

Dalam acara WLC 15, Menteri Lingkungan Hidup menyampaikan pengalaman Indonesia dalam pengelolaan danau dan inisiasi pembentukan Indonesia Lake Center sebagai center of excellence serta pusat lessons learned mengenai pengelolaan ekosistem danau. Selain itu, disampaikan pula beberapa inisiasi terkait pengelolaan danau di tingkat global.

Pada acara WLC15, Indonesia telah ditetapkan menjadi tuan rumah World Lake Conference ke-16 (WLC16). Penetapan ini didasarkan atas apresiasi internasional terhadap upaya penyelamatan ekosistem danau di Indonesia. Untuk itu, KLHK mengundang semua pihak terkait pengelolaan danau dari seluruh negara, baik pemerintah maupun masyarakat, perguruan tinggi, LSM dan berbagai kelompok lainnya, untuk berpartisipasi dalam World Lake Conference ke 16 (WLC 16) yang direncanakan akan dilaksanakan di Bali, Indonesia pada tahun 2016.

Dalam penyelenggaraan WLC16, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan International Lake Environment Committee Foundation (ILEC). Selain itu, untuk kepanitiaan lokal, dilakukan pula kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Universitas Udayana.

Diharapkan WLC16 dapat memberikan manfaat bagi pengelolaan danau di Indonesia, melalui pembahasan solusi penyelamatan ekosistem danau serta menjadi momentum peningkatan komitmen berbagai pihak dalam upaya penyelamatan ekosistem danau di Indonesia, dan di tingkat internasional, melalui transfer pengetahuan dan pengalaman antar peserta konferensi serta peningkatan kerjasama global.

Informasi lengkap mengenai WLC16, akan disajikan pada website WLC16 yaitu www.wlc16bali.com, yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Juni 2015.

Sumber:

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan iklim KLH

 

GERAKAN PENYELAMATAN EKOSISTEM DANAU (GERMADAN)

Danau di Indonesia adalah komponen alam yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat. Multifungsi danau menjadi bagian dari keseharian kehidupan, mulai dari kebutuhan dasar, mata pencaharian, sampai pusat tumbuh budaya dan kearifan. Namun, kondisi lingkungan beberapa danau saat ini mengalami penurunan.

Berbasis kesadaran akan pentingnya keterpaduan pengelolaan danau di Indonesia, telah dicapai Kesepakatan 9 Menteri untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan dan Penentuan Danau Prioritas Nasional Tahap I pada saat Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar, Bali. Kesepakatan ini menjadi momentum untuk merevitalisasi pengelolaan danau di Indonesia, dengan prinsip pengelolaan yaitu keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup, serta salah satu kunci keberhasilan yaitu sinkronisasi dan sinergi gerakan para pemangku kepentingan.

Selanjutnya pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2011 di Semarang, Jawa Tengah, diluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) berupa dokumen rencana aksi penyelamatan ekosistem Danau Rawapening, sebagai model rencana aksi penyelamatan danau untuk kemudian direplikasikan terhadap danau-danau prioritas lainnya. Upaya penyelamatan danau di Indonesia dikuatkan oleh terbentuknya Panitia Kerja (Panja) Danau Komisi VII DPR RI Periode 2012-2014, serta tersusunnya Grand Design Penyelamatan Danau Indonesia pada Tahun 2011. Hingga saat ini telah tersusun Germadan (Rencana Aksi Penyelamatan) 15 danau prioritas nasional.

Memasuki periode pembangunan lima-tahun 2015-2019, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-209 yang dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu dari sembilan Agenda Pembangunan Nasional adalah Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; dan dua dari tujuh Sub Agenda Prioritas tersebut adalah Ketahanan Air dan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem melalui Pengelolaan Terpadu di 15 Danau Prioritas Nasional, dengan mengimplementasikan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau. Untuk itu, perlu dilakukan kembali penguatan komitmen pihak-pihak terkait baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga diharapkan rencana aksi penyelamatan danau dapat diimplementasikan dengan baik pada periode 21015-2019, dan memberikan outcome baik berupa pemulihan kondisi ekosistem danau maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan iklim KLH

 

Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”

Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”
Jakarta, 18 Mei 2015 – Pagi ini  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc, menerima kedatangan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, mantan Ibu Negara yang menyerahkan Kakatua Jambul Kuning yang telah dipelihara sejak lama. Kakatua diserahkan ke  Posko “Save Kakatua Jacob Jambul Kuning (JJK)” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di lobby gedung utama Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto Jakarta Selatan.

Menerima kakatua berumur sekitar 10 tahun, Mentri LHK menyampaikan apresiasinya “Terima kasih kepada Ibu Sinta Nuriyah yang bersedia melepaskan Kakatua Jambul Kuning ini kepada negara. Kami paham hal ini berat dilakukan karena Kakatua ini merupakan kenangan terindah akan sosok almarhum Gus Dur. Untuk itu kami akan menjalankan amanah agar kakaktua yang telah diserahkan Ibu dan masyarakat ini direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat asilinya.”

Pada kesempatan ini, Ibu Sinta Nuriyah menceritakan kenangannya akan Kakaktua jambul Kuning kesayangan almarhum Gus Dur yang pandai menyanyikan Indonesia Raya. Selanjutnya, mantan Ibu Negara ini berpesan” Jangan saling merusak anugrah Tuhan Yang Maha Esa akan kekayaan alam Indonesia. Dalam Al Quran sudah dijelaskan bahwa kerusakan di muka bumi dan laut akibat manusia sendiri oleh karena itu masyarakat diharapkan menyerahkan satwa dilindungi kepada pihak yang berhak memelihara.”

Di depan para pelajar SMA Negeri 8 Jakarta dan kelompok “Sahabat Alam”, Ibu Siti Nurbaya dan Ibu Sinta Nuriyah menjawab pertanyaan dan usulan dari para pelajar. “Saya sangat kaget kenapa ada yang keji merusak dan membunuh binatang langka yang harus dilindungi dan menghiasi negara kita. Hal ini hrus dihentikan dan dijaga. Saya sangat setuju akan dengan himbauan Menteri LHK untuk mengembalikan satwa langka kepada pemerintah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.” Lanjut Ibu Sinta.

“Beberapa kasus sedang kami tindaklanjuti terkait pelanggaran pelestarian satwa dilindungi. Atas restu Ibu dan seluruh masyarakat Indonesia, kami akan upayakan adanya Efek jera dalam penegakan hukum. Saat ini, kami bekerjasama dengan berbagai pihak seperti dengan Kedutaan Amerika Serikat terkait isu wildlife dan teman-teman LSM terkait. Apresiasi kepada rekan-rekan media yang mendorong KLHK untuk merespon dengan cepat isu ini.” Jelas Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Hari ini Posko Save Kakatua Jambul Kuning juga menerima satu ekor kakatua jambul kuning dari Arwin Kusmanta, pegawai swasta yang berdomisili di daerah Halim Jakarta Timur dan dua ekor kakatua jambul kuning dari Arya Imam Sanusi, seorang pensiunan dari Karamat Jati, Jakarta Timur. Hingga hari ke 10 POSKO KLHK “Save Kakatua JJK”, telah diterima 72 ekor aves yang selanjutnya akan masuk ke karantina sementara di Lembaga Konservasi seperti Kebun Binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Safari Indonesia dan laembaga lainnya, untuk kemudian dilepas liarkan.

Menteri LHK pagi ini juga menerima Petisi Permintaan Revisi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yang sudah ditandatangi oleh 58 ribu orang. Menteri LHK menyambut baik desakan ini, mengingat KLHK telah sudah sempat membahal hal ini dengan Komisi IV DPR-RI.

Informasi mengenai POSKO Kakatua Jambul Kuning / Posko Layanan Pengaduan LHK dapat dihubungi di nomor: 021-573-3941 fax: 021-573-3940 yang dipimpin oleh Sdri. Drh. Indra Exploitasia, Kasubdit Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan, Kementerian LHK, nomor telepon: 021-5700242 email: pph.phka@gmail.com

“Cegah Negara Berkembang Jadi Tempat Pembuangan Limbah B3” Indonesia – Swiss Ambil Inisiatif dan Kepemimpinan

Sekretaris Kementerian LH memberikan sambutan pada COPs Konvensi Basel

Jenewa-Swiss, 4 Mei 2015 – Pembukaan acara “The Ban Amendment Ceremony on the Opening Session of Triple COPs” sedang berlangsung saat ini, Senin pagi hari waktu Jenewa, Swiss. Untuk mengatasi ancaman pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang, Indonesia dan Swiss ambil inisiatif, melalui Indonesia-Swiss Country Led Initiative (CLI), untuk cegah negara-negara berkembang jadi tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Upaya ini diyakini dapat dilakukan dengan penerapan Ban Amandement dari Konvensi Perpindahan Lintas Batas Limbah B3 yang lebih dikenal sebagai Konvensi Basel. Kepemimimpinan Indonesia-Swiss ini telah didukung 81 negara pihak.

Pada pembukaan pertemuan negara-negara pihak Triple COPs (Conference of Parties) untuk Konvensi Basel (Perpindahan Lintas Batas Limbah), Konvensi Stockholm (Pengaturan Senyawa Pencemar Organik Persisten) dan Konvensi Roterdam (Pemberitahuan dini terkait perdanganan bahan kimia tertentu dan pestisida) di bawah UNEP, pada tanggal 4 Mei 2015 di Jenewa, Swiss, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani dan Pemerintah Swiss yang diwakili oleh Sekretaris Negara untuk Lingkungan Hidup, Bruno Oberle memberikan apresiasi kepada negara-negara pihak yang telah mendukung agar ban amandemen ini dapat secepatnya diterapkan.

Pembukaan Triple COPS dihadiri oleh Direktur Eksekutif UNEP, Aichim Steiner, CEO Global Environment Facilities (GEF), Naoko Ishii dan delegasi dari 190 negara. Dihadapan delegasi dari 190 negara, Rasio Ridho Sani mengingatkanpentingnya keseriusan komitmen negara-negara maju untuk tidak menjadikan negara berkembang sebagai tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Bagi Indonesia Ban Amandement Konvensi Basel ini sangat penting karena sebagai negara kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap pembuangan limbah B3.

Indonesia dan Swiss secara khusus memberikan apresiasi kepada 6 enam negara yang telah berkomitmen dengan meratifikasi Ban Amadement, yaitu Benin, Republik Congo, Pantai Gading, Guatemala and Paraguay. Agar konvensi ini efektif diterapkan (entry into force) memerlukan dukungan 12 negara lagi.

Pada pembukaan ini, mensikapi ancaman pembuangan limbah B3 ini dari negara-negara maju, Rasio Ridho Sani secara tegas mengingatkan kepada delegasi yang hadir bahwa: “Pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang harus dihentikan. Karena ini akan menambah persoalan dan tekanan kepada lingkungan dan kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang”.

Rasio Ridho Sani, menambahkan bahwa: “Kalau kita, yang hadir disini, tidak mampu segera mewujudkan penerapan konvensi Basel secara efektif, maka komitment kita untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih aman, lebih baik akan dipertanyakan oleh para pihak”.

Pada kesempatan ini, Bruno Oberle, mengapresiasi dukungan dari negara-negara yang telah meratifikasi Ban amandement Konvensi Basel. Ia menagih komitmen negara-negara lainnya agar konvensi basel ini dapat diterapkan secara efektif secepatnya.

Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa: “Kita berjuang untukpenerapan Ban Amadement ini sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan lingkungan antar negara, dan kedaulatan bangsa. Upaya ini tidak lain, untuk melindungi hak-hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai dengan dengan amanat UUD 1945. Ini harus diperjuangan bersama-sama, dengan masyarakat dunia, kalau tidak Indonesia akan jadi keranjang sampah dari limbah B3 negara-negara maju”.

Indonesia harus memimpin upaya ini karena sebagai negara kepulauan seperti halnya Indonesia, sangat rentan tehadap masuknya limbah B3 maupun bahan-bahan kimia yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, termasuk maraknya penggunaan air raksa pada penambangan emas. Rasio Ridho Sani menaruh optimis bahwa: dengan berlakunya, Ban Amandement untuk pelarangan pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang, maka ancaman pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang akan berkurang karena dapat dicegah dari awal.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muhammad Ilham Malik,M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax : (021) 85905637, email :insiani.yun@gmail.com cc:humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id