Potensi Jasa Lingkungan di Kawasan Perhutanan Sosial

Jasa lingkungan merupakan produk sumber daya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Produk jasa lingkungan secara umum dibagi menjadi 4 kategori:

  1. Penyerapan dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage)
  2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection)
  3. Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)
  4. Keindahan bentang alam (landscape beauty)

Berdasarkan pengkategorian tersebut, berikut adalah kegiatan usaha jasa lingkungan yang bisa dilakukan di kawasan perhutanan sosial:

  1. Ekowisata
  2. Pemanfaatan aliran air
  3. Pemanfaatan air
  4. Perlindungan keanekaragaman hayati
  5. Penyerapan dan penyimpanan karbon
  6. Pohon asuh
  7. Keindahan alam
  8. Pemulihan lingkungan

Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dapat mengembangkan usaha jasa lingkungan berdasarkan potensi yang ada di kawasan masing-masing. Saat ini sudah ada ratusan KUPS jasa lingkungan yang tersebar di pelosok Nusantara. Pengembangan usaha oleh KUPS bisa dibantu oleh mitra pentahelix (abcgm: academy, business, community, government, and media). Kemitraan pentahelix memungkinkan banyak aktor untuk saling bersinergi dan berbagi peran sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam mengembangkan usaha jasa lingkungan.

Harapannya adalah mempercepat usaha pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan. Sehingga memberikan dampak positif dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan, meningkatkan taraf ekonomi, dan menjaga eksistensi sosial budaya masyarakat sekitar hutan. Tujuan akhirnya adalah hutannya lestari dan mayarakatnya sejahtera.

Baca atau unduh materi selengkapnya di bawah ini:

Mendorong Hutan Adat di Talang Kemuning dan Bintang Marak

 

Perubahan administrasi pemerintahan dari pemerintahan adat menjadi pemerintahan desa di beberapa daerah, tidak diikuti dengan perubahan pranata sosial budaya di tengah masyarakat. Perubahan hanya terjadi pada batasan administrasi formal, sedangkan pranata sosial budaya sepenuhnya dalam kerangka hukum adat. Salah satu contoh dari kejadian ini ada di Desa Talang Kemuning dan Bintang Marak, dua desa ini adalah satu kesatuan adat yang disebut dengan Adat Depati Nyato. Ciri khas dari masyarakat adat adalah masih berjalannya kelembagaan adat, ritual adat yang terjaga, tata-aturan adat masih berjalan dengan baik, khususnya dalam tata pergaulan, pernikahan, dan pengelolaan sumberdaya alam.

Hal yang menarik untuk kita cermati adalah tentang pengelolaan sumberdaya alam di desa. Depati, Ninik Mamak, dan pemangku adat memiliki wewenang dalam mengajun dan mengarah atau penyebutannya adalah ajun arah, ini adalah tradisi pengaturan pola ruang adat, daerah hulu air, persawahan, dan pemukiman. Dalam menentukan ajun arah, hutan (tanah ulayat) tidak diajunarahkan baik karena sebagai kawasan lindung adat maupun cadangan lahan untuk anak cucu. Kawasan ini dilindung oleh Adat Depati Nyato, mereka sadar jika ada kerusakan ekologi di kawasan maka juga akan menimbulkan bencana bagi mereka.

Sebelum berstatus hutan adat, kawasan hutan ini masuk dalam kategori ajun arah lokasi perladangan dan sebagian kawasannya masuk di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kemudian areal yang beririsan tersebut dikeluarkan dari TNKS setelah resolusi konflik dan dinyatakan sebagai Hutan Produksi Pola Pemanfaatan Masyarakat (HP3M) oleh Pemda Jambi. Hasil survey dan studi dari WARSI bersama masyarakat menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat menginginkan kawasan tersebut dilindungi untuk fungsi kelestarian. Hasil survey ini kemudian dijadikan bahan musyawarah, dimana dalam musyawarah ini diputuskan bahwa hutan tersebut diperkuat statusnya menjadi hutan adat.

Perlu mendapat perhatian kita, walaupun lembaga adat di suatu desa berjalan sebagaimana mestinya, terkadang kurangnya kerjasama dan koordinasi antara lembaga adat dan lembaga desa bisa berakibat fatal terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan menciderai hukum adat yang berlaku. Kasus di desa ini adalah kades mengeluarkan beberapa SKT pembebasan lahan untuk akses tanpa melibatkan Depati Ninik Mamak dan kades Talang Kemuning, mengeluarkan SKT hutan atas nama perseorangan padahal kades tidak punya kewenangan untuk hal itu, dan tidak adanya itikad-baik untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah.

Permasalahan berikutnya yang muncul adalah klaim atas sahnya proses transaksi tersebut, menurut masyarakat Depati Nyato tidak sah, tetapi pengembang mengaku bahwa prosesnya sah. Upaya adat dari Ninik Mamak dan empat unsur adat lainnya untuk meluruskan dan menjelaskan duduk perkara ditolak oleh para pelaku, hingga akhirnya dibawa ke ranah hukum formal. Beberapa hal yang dipermasalahkan oleh adat adalah: pengembang masuk ke wilayah adat tidak melalui adat dan tidak menghormati aturan adat, pengembang tidak mensosialisasikan kegiatan secara transparan, pembebasan lahan secara sepihak, adanya jual beli lahan di kawasan hutan adat oleh oknum secara sembunyi-sembunyi sehingga menimbulkan gejolak sosial di masyarakat, pengembang kurang kooperatif dalam menyelesaikan masalah.

Melihat kasus di atas, menjadi pembelajaran bagi kita semua, walaupun areal kawasan sudah mendapatkan status resmi sebagai kawasan hutan adat, masih banyak tantangan di depan untuk mempertahankannya. Kedua, adanya lembaga adat resmi di masyarakat ternyata bisa saja dilewati dan tidak dianggap oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan kepentingannya. Permasalahan bisa saja datang dari dalam masyarakat atau dari luar. Hal yang perlu diperhatikan dan diperkuat dalam pengelolaan hutan adat adalah adanya kesamaan cita-cita dalam pemahaman dan pengelolaan hutan adat. Tidak adanya kesamaan cita-cita membuat beberapa pihak tidak peduli dengan status kawasan sebagai apa dan di bawah pengelolaan siapa. Dalam hal ini, posisi pemerintah adalah menjadi jembatan dan penengah antara pihak yang bersengketa. Penyelesaian kasus ini akan menjadi cerminan atas masalah serupa yang mungkin timbul kemudian hari di wilayah lain.

 

Tulisan ini disarikan dari karangan Nopri Hidayat yang berjudul “Mendorong Hutan Adat di Talang Mamak dan Bintang Marak” di dalam buku  “Sekelumit Kisah Lapangan: Mendorong Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat” yang diterbitkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Foto oleh Suar Indonesia

Ditulis : Ridwan F (Staf Dit. Kemitraan Lingkungan)

Editor : Nurhayati (Jafung Madya Dit. Kemitraan Lingkungan)

Ramah Tamah dengan Sahabat Bekantan Indonesia

9 Juni 2022, Direktorat Kemitraan Lingkungan kedatangan tamu istimewa dari Kalimantan Selatan (Kalsel) yaitu anggota Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Pertemuan ini menjadi istimewa karena SBI merupakan salah satu penerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Rombongan SBI didampingi oleh perwakilan dari pemerintah daerah Kalsel dan diterima di KLHK oleh Direktur Kemitraan Lingkungan.

Sedianya, pada tanggal 9 Juni 2022 ada acara serah terima penghargaan Kalpataru, karena satu dan lain hal maka acara tersebut diundur. Tetapi keadaan yang mendadak ini tidak menyurutkan semangat para anggota SBI yang datang jauh-jauh dari Pulau Kalimantan, kegembiraan itu tampak dari binar mata mereka yang tidak bisa disembunyikan.

Menarik untuk diperhatikan dan dijadikan bahan refleksi, anggota dari SBI adalah anak-anak muda, semangat dan usaha mereka patut dicontoh oleh anak-anak muda dari seluruh Indonesia. Sebenarnya Indonesia membutuhkan lebih banyak aksi-aksi dari anak muda seperti mereka di berbagai bidang.

Dalam ramah tamah dan diskusi terbuka dengan pegawai Direktorat Kemitraan Lingkungan, Kak Amalia (ketua yayasan), meluapkan kegembiraannya “Alahmdulillah, pada akhirnya, we did it setelah sekian lama.” SBI telah melaksanakan kegiatan menyelamatkan bekantan sejak 2012, berarti sudah hampir 10 tahun. Mereka memang pantas diganjar penghargaan Kalpataru oleh pemerintah.

Direktur Kemitraan Lingkungan, Jo Kumala Dewi, memberikan ucapan selamat secara langsung serta menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh anggota SBI atas berbagai usaha yang sudah dilakukan untuk menyelamatkan bekantan di Kalsel. Usaha yang dilakukan diantaranya adalah membuat konservasi bekantan, restorasi bakau rambai untuk habitat alami bekantan, dan eco-wisataa bekantan.

Diskusi pada siang itu juga membahas berbagai rencana kerjasama dan berbagai kemungkinan kolaborasi lain yang bisa dilakukan oleh anak-anak muda dan pemerintah. Kak Jo juga menyampaikan bahwa SBI harus mereplikasi kegiatannya tersebut di tempat lain, replikasi merupakan mandat dari Negara bagi setiap penerima penghargaan Kalpataru, yang dalam prosesnya difasilitasi oleh pemerintah.

Melihat penerima penghargaan Kalpataru yang sangat banyak, terutama di Pulau Kalimantan, Jo Kumala Dewi mengingatkan pentingnya kolaborasi antar penerima Kalpataru di Kalimantan. Penerima melakukan kolaborasi yang nantinya bisa memberikan pengaruh lebih luas tentang pentingnya menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan dan alam.

Penerima Kalpataru, harapannya, juga menginisiasi berbagai kelompok anak muda yang konsen di bidang lingkungan untuk dapat bergerak bersama. Gerakan anak-anak muda memang kecil, tetapi jika dilakukan bersama-sama dan konsisten akan menjadi gerakan yang besar dan berdampak luas. Kak Jo menyampaikan “kegiatan-kegiatan lingkungan memang harus dimulai dari hal-hal kecil dan dari diri sendiri”.

Sahabat SBI siap melakukan aksi selanjutnya di lapangan, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak dan  ternyata sangat banyak yang bisa dilakukan untuk kegiatan-kegiatan lingkungan. Kami menantikan kiprah SBI yang lebih luas untuk kelestarian lingkungan dan alam.

Ditulis : Ridwan F (Staf Dit, Kemitraan Lingkungan)

Editor : Nurhayati (Jafung Madya Dit. Kemitraan Lingkungan)

Pengembangan Kanal Komunikasi Melalui Konsep Komunitas Warga (Citizen Journalist)

DSC_1337keren
Gabriel Yoga dari TEMPO SMS dan Harry Surjadi (Wartawan Senior dan pengiat jurnalis warga) Sebagai Nara Sumber Pelatihan Teknis kepada 15 perwakilan komunitas Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Depok, 31/8/2015)

 

DSC_1338keren
Peserta Antusias mendengarkan pelatihan (Depok, 31/08/2015)
DSC_1323keren
Direktorat Kemitraan Lingkungan memberikan masukan pentingnya membangun saluran komunikasi di komunitas-komunitas dengan pemangku kepentingan melalui peran serta media massa dan informasi warga (Depok, 31 /08/2015)
Grup diskusi bagaimana information broker / jurnalis warga merangkum informasi yang dibutuhkan warga setempat/komunitas setempat dan layak untuk di informasikan.
Grup diskusi bagaimana information broker / jurnalis warga merangkum informasi yang dibutuhkan warga setempat/komunitas setempat dan layak untuk di informasikan. (Depok, 01/09/2015)
DSC_1355keren
Presentasi hasil diskusi kelompok, informasi warga yang layak menjadi komuditi masyarakat. (Depok, 01/09/2015)

 

 

Hasil grub diskusi lainnya mengenai informasi yang layak di informasikan ke publik
Hasil grub diskusi lainnya mengenai informasi yang layak di informasikan ke publik. (Depok, 01/09/2015)

 

DSC_1378_keren
Penutupan kegiatan Pelatihan Teknis Pengembangan Kanal Komunikasi Melalui Media Citizen Journalist atau Information broker yang ditujukan untuk komunitas-komunitas warga yang ada didaerah peserta masing-masing. (Depok, 01/09/2015)