Koordinasi Kegiatan Pendampingan Perhutanan Sosial Tahun 2023
Memasuki Tahun 2023, Sub Direktorat Pengembangan Pendampingan Perhutanan Sosial (PPPS) melakukan rapat koordinasi secara hybrid di Bogor. Tujuannya adalah membahas kegiatan pengembangan pendampingan bersama tiap Balai PSKL beserta masing-masing Seksi Wilayahnya.

Target kegiatan pada tahun ini adalah SK penetapan 1050 pendamping Perhutanan Sosial. Selain itu, pendamping juga diberi tugas khusus, yaitu mendampingi penyusunan RKPS dan pengisian nilai ekonomi di goKUPS. RKPS digital menjadi perhatian utama, yaitu dengan mengunggah dokumen RKPS ke dalam website goKUPS. Terakhir adalah melakukan monitoring dan evaluasi pendamping dan kegiatan pendampingan.
Terkait peningkatan kapasitas, saat ini Subdit PPPS tengah menyusun survey berbasis training needs assessment (TNA) dan berperspektif gender untuk melihat kebutuhan pendamping. Setelah dianalisis, hasilnya akan dibahas bersama BPSKL, Seksi Wilayah, dan BP2SDM guna peningkatan kapasitas pendamping. Sehingga, setiap peningkatan kapasitas pendamping benar-benar sesuai dengan kebutuhan pendamping di lapangan.
Setelah rapat koordinasi ini, harapannya adalah kegiatan pengembangan pendampingan berjalan selaras antara pusat dan daerah. Sehingga benar-benar menunjang tercapainya tujuan pokok PSKL dan KLHK.
Pendaftaran Penghargaan Kalpataru 2023
Kabar bahagia bagi para pahlawan lingkungan.
Tahun 2023, Pemerintah akan kembali menganugerahkan Penghargaan Kalpataru. Rencananya akan diberikan bertepatan dengan hari lingkungan hidup sedunia, 5 Juni.
Penghargaan Kalpataru dibagi menjadi empat kategori:
- Perintis Lingkungan: individu bukan pegawai negeri atau bukan pejabat negara yang mempelopori upaya luar biasa Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan merupakan kegiatan baru di wilayah/kawasan tertentu dan/atau berhasil mengembangkan teknologi lokal yang ramah lingkungan.
- Pengabdi: individu baik petugas lapangan dan/atau pegawai negeri atau aparatur sipil negara yang mendedikasikan hidupnya dalam upaya Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang melampaui kewajiban dan tugas pokok profesi dalam jangka waktu lama secara berurutan paling sedikit 5 (lima) tahun.
- Penyelamat: kelompok orang dan/atau lembaga yang menjaga dan/atau memperbaiki penyelamatan fungsi dan tatanan lingkungan hidup atas dasar prakarsa kelompok.
- Pembina lingkungan: individu/tokoh masyarakat bukan pejabat pemerintah yang melakukan pembinaan untuk membangkitkan kesadaran, prakarsa, dan peran masyarakat guna melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup dan/atau berhasil mengimplementasikan temuan teknologi baru yang ramah lingkungan.
Pendaftaran Penghargaan Kalpataru bisa dilakukan dengan klik di bit.ly/formpendaftarankalpataru2023
Memupuk Asa dari Puncak Gunung Karang
Pengembangan usaha hutan sosial merupakan kegiatan lanjutan pasca diturunkannya izin pengelolaan hutan. Sebuah izin kelola selama 35 tahun yang diharapkan dapat meningkatkan harkat hidup masyarakat di sekitar hutan. Intinya, masyarakat dilibatkan dalam mengelola sekaligus menjaga dan meningkatkan kelestarian hutan.
Tantangan berikutnya setelah kelompok masyarakat mendapatkan izin adalah kapasitas pengelolaan usaha, kelembagaan, dan kawasan. Sebenarnya masalah atau tantangan ini bisa ditekan ke batas minimal. Caranya adalah melakukan kemitraan lingkungan dengan melibatkan para akademisi, dunia usaha, komunitas, pemerintah, dan media.
Model ini biasa disebut dengan kemitraan ABCGM. Caranya adalah, para pihak tersebut bekerjasama bahu-membahu meningkatkan kapasitas kelompok usaha sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing. Secara praktik memang masih agak sulit diterapkan dengan kelima pihak secara bersama-sama, tetapi langkah ini adalah sebuah pertanda kemajuan yang baik bagi pengembangan kelompok usaha.
Perihal kemitraan, kita bisa belajar dari KUPS Gunung Karang. KUPS yang terletak di ujung selatan Desa Babakan Jawa, Majalengka. Hanya 8 KM dari pusat kota Kabupaten Majalengka.
KUPS yang baru dibentuk dan dikembangkan pada 2017 silam, sedang mengembangkan usaha jasa lingkungan ekowisata alam. Usaha ekowisata yang diketuai oleh Tayum tak lepas dari masalah. Efek badai pandemi covid-19 berimbas pada penutupan lokasi ekowisata. Segala kegiatan terhenti, mati suri selama dua tahun.
Pada sisi lain, seharusnya Tayum dan anggotanya mendapat pendampingan dari pendamping perhutanan sosial. Nyatanya, karena satu dan lain hal, KUPS Gunung Karang belum mendapatkannya. Masalah ini tak menyurutkan langkah semangat mereka.
Usut punya usut, ternyata ada unsur penyemangat yang memberikan dorongan besar kepada masyarakat. Faktor sejarahlah yang memberikan energi positif. Masyarakat percaya bahwa di puncak Gunung Karang ini, dahulu, sebenarnya adalah taman dari sebuah kerajaan. Masyarakat sekitar yang bermalam di puncak sering mendapat penglihatan baik secara langsung maupun melalui mimpi. Masyarakat meyakini bahwa hamparan serta struktur batuan yang ada, menyerupai undakan-undakan yang tak sepenuhnya tersusun secara alami.
Cerita sejarah ini ingin dipertahankan oleh masyarakat agar anak cucunya kelak bisa mengetahui atau menyingkap lebih jauh daripada sejarah Gunung Karang. Kemudian, masyarakat ingin meramaikan kembali tempat ini. Ekowisata dinilai menjadi salah satu sarana pengenalan sejarah disamping pengembangan wisata berbasis alam. Bentuk yang diinginkan adalah ada sebuah usaha untuk menguri-uri budaya lokal.
Berbagai struktur batuan membentuk undakan bertingkat yang tersusun rapi. Pada puncak gunung terhampar bongkahan-bongkahan batu besar yang terlihat seperti bebatuan karang di tepian laut. Warga membangun spot foto berlatar pemandangan alam yang menakjubkan.
Sisi barat gunung berupa jurang terjal dan di bawah agak jauh terdapat Sungai Cimanuk. Bentang alamm yang memisahkan Majalengka dengan dengan Kabupaten Sumedang. Jika memandang sekelilingnya maka akan tampak perbukitan hijau kebiruan yang memanjakan mata. Sebelah kanan belakang juga tampak Gunung Ciremai yang berdiri megah.
Berdasarkan potensi alam ini, masyarakat berusaha mengembangkan jasa lingkungan ekowisata alam. Jasa yang ditawarkan berupa pemandangan alam, goa, spot foto, camping ground, dan eduwisata untuk mengenalkan budaya lokal seperti musik, tari, serta permainan tradisional.
Setelah sempat mati suri, KUPS Gunung Karang bermitra dengan Katadata sebagai upaya untuk bangkit kembali. Kemitraan yang dibangun ada 5 poin, yaitu identifikasi kebutuhan KUPS, peningkatan kapasitas pendamping, kegiatan promosi ekowisata, fasilitasi pengembangan kemitraan lingkungan, dan pembuatan konten pengembangan ekowisata.
Biasanya, ketika aset alam dikelola menjadi destinasi wisata, penggerak utamanya adalah kekuatan pasar (market driven). Yakni pemilik modal berkolaborasi bersama pemerintah setempat melakukan penguasaan lahan dan pengelolaan wisata secara ekslusif tanpa partisipasi masyarakat. Pendekatan ekonomi pariwisata seperti ini hanya akan memperkuat posisi investor dengan pola patron-klien. Investor menjadi patron dengan kekuatan modal dan jaringan yang dimiliki. Sementara masyarakat menjadi klien berupa kuli dalam kegiatan pariwisata.
Harusnya, pengembangan aset di dalam masyarakat bergeser dan bertumpu pada spirit kewargaan. Yaitu pembangunan yang digerakkan oleh komunitas warga (community driven development). Dalam konteks perhutanan sosial, pembentukan KPS yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan KUPS merupakan bentuk usaha pemberdayaan masyarakat yang berangkat dari komunitas warga (KUPS).
Kemitraan lingkungan menempatkan mitra perhutanan sosial dalam posisi yang setara dengan KUPS. Sehingga hubungan yang terbentuk adalah saling belajar dan meningkatkan kapasitas masing-masing. Bukan dalam kerangka pemberi dan penerima modal.
Harapannya, warga mampu mengorganisir diri melalui KUPS. Mereka melakukan inisiatif dan kontrol terkait orientasi pengembangan aset secara mandiri, bagaimana ekowisata berbasis lokalitas ini dapat tumbuh dan berkembang untuk menyejahterakan masyarakat.
Geliat wisata alam yang semakin menjamur bukannya tanpa persoalan. Misalnya masalah pemasaran dan penyebarluasan informasi yang belum terorganisir, kemampuan pengelolaan kelembagaan yang masih lemah, pengetahuan mengenai eko-edu-wisata yang perlu ditingkatkan, sarana dan prasarana menuju dan di lokasi, pengelolaan sampah, serta konflik dengan pengelola kawasan hutan sebelumnya.
Dalam konteks seperti inilah kolaborasi dan interkoneksi para pihak dalam ABCGM perlu diperjelas dan ditingkatkan. Permasalahan seperti ini perlu ditindaklanjuti dan dicari jalan keluarnya bersama-sama. Ada harapan atau asa yang perlu diwujudkan demi meningkatnya taraf hidup masyarakat sekaligus melestarikan hutan. Masyarakat bisa menjadi ujung tombak potensial demi kelestarian alam yang sering dibicarakan itu.
Penulis: Ridwan FA, editor: Nurhayati
Mendorong Percepatan Perhutanan Sosial Melalui Program Proper, CSR, dan TJSL
Denpasar, 13 Desember 2022, Direktorat Kemitraan Lingkungan menyelenggarakan Sosialisasi Pedoman Pengembangan CSR dalam Perhutanan Sosial. Sebanyak 95 peserta dari 57 perusahaan hadir secara faktual dan 41 peserta hadir secara virtual dari wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Turut hadir dalam sosialisasi ini Kepala Balai PSKL Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara dan perwakilan Dinas terkait dari Provinsi Bali.
Kepala P3E Bali Nusra, Ni Nyoman Santi, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya dunia usaha dalam percepatan Perhutanan Sosial, karena dunia usaha dapat berperan secara aktif dari program CSR dan TJSL-nya.
Direktur Kemitraan Lingkungan, Jo Kumala Dewi, memberikan arahan sekaligus membuka acara sosialisasi ini menyampaikan gambaran umum kebijakan perhutanan sosial. Ibu Jo mendorong para perusahaan untuk dapat melakukan kemitraan dengan Kelompok Perhutanan Sosial sesuai potensi yang dimiliki, termasuk dapat mengambil peran dalam kegiatan pendampingan perhutanan sosial.
Selain itu, ada 3 narasumber yang menyampaikan materi yaitu Direktorat Jenderal PPKL-Marhasak Deny TS (sinkronisasi Proper dalam mendukung program nasional Perhutanan Sosial), Asisten Deputi Bidang TJSL Kementerian BUMN-Edi Eko Cahyono (Sinkronisasi TJSL BUMN dalam mendukung Program nasional Perhutanan Sosial), dan Head Comrel & CID PT Pertamina EP Zona 7-Wazirul Luthfi (sharing pengalaman implementasi CSR bagi KPS dalam Proper).
Pelaksanaan sosialisasi yang diakhiri dengan diskusi dan berbagi pengalaman dari perusahaan menunjukkan keinginan dan motivasi yang tinggi untuk dapat berpartisipasi dalam percepatan perhutanan sosial melalui program Proper, CSR, dan TJSL.
Potensi Jasa Lingkungan di Kawasan Perhutanan Sosial
Jasa lingkungan merupakan produk sumber daya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Produk jasa lingkungan secara umum dibagi menjadi 4 kategori:
- Penyerapan dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage)
- Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection)
- Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)
- Keindahan bentang alam (landscape beauty)
Berdasarkan pengkategorian tersebut, berikut adalah kegiatan usaha jasa lingkungan yang bisa dilakukan di kawasan perhutanan sosial:
- Ekowisata
- Pemanfaatan aliran air
- Pemanfaatan air
- Perlindungan keanekaragaman hayati
- Penyerapan dan penyimpanan karbon
- Pohon asuh
- Keindahan alam
- Pemulihan lingkungan
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dapat mengembangkan usaha jasa lingkungan berdasarkan potensi yang ada di kawasan masing-masing. Saat ini sudah ada ratusan KUPS jasa lingkungan yang tersebar di pelosok Nusantara. Pengembangan usaha oleh KUPS bisa dibantu oleh mitra pentahelix (abcgm: academy, business, community, government, and media). Kemitraan pentahelix memungkinkan banyak aktor untuk saling bersinergi dan berbagi peran sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam mengembangkan usaha jasa lingkungan.
Harapannya adalah mempercepat usaha pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan. Sehingga memberikan dampak positif dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan, meningkatkan taraf ekonomi, dan menjaga eksistensi sosial budaya masyarakat sekitar hutan. Tujuan akhirnya adalah hutannya lestari dan mayarakatnya sejahtera.
Baca atau unduh materi selengkapnya di bawah ini:
Mengenal Zulkifli, Sang Peduli Lingkungan dengan Gerakan Memanen Air Hujan dari Ternate

Ternate, Idola 92.6 FM – Tergerak untuk melakukan konservasi air tanah di wilayah Ternate Utara, Zulkifli menginisiasi Gerakan Memanen Air Hujan Kecamatan Ternate Utara (Gemma Camtara). Atas kepeduliannya itu, Zulkifli yang seharinya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Ternate kerap dikenal sebagai ‘Pahlawan Air Hujan’ di Kota Ternate.
Gemma Camtara atau Gerakan Menabung dan Memanen Air Hujan Kecamatan Kota Ternate Utara adalah sebuah program inovasi yang digagas oleh Zulkifli yang bertujuan untuk mengajak semua pihak untuk bersama-sama melakukan konservasi air tanah.
”Awalnya prihatin karena kondisi air di tempat kami, bisa seminggu sekali dapat jatah air dari PDAM,” tutur Ipin panggilan akrab Zulkifli kepada radio Idola, pagi (03/10) tadi.
Ia pun didukung warga dan aparat kecamatan Ternate Utara terus bergerak menabung air hujan. Terlebih daerahnya curah hujan cukup tinggi setiap tahun.
”Menjaga air tanah, dengan mengisi air hujan sebanyak-banyaknya dan mulai tahun 2015-kami bangun sumur-sumur tanah di kelurahan,” jelasnya.

Setahun berlalu gerakan memanen air hujan mulai terasa. Maka pada tahun 2016, Ipin dan tim membangun resapan biopori di 14 kelurahan di kecamatan Ternate Utara.
Seiring dengan bergulirnya waktu, banyak warga yang merasakan manfaat gerakan ini. Hingga gerakan menabung dan memanen air hujan merambah di luar kecamatan, kota dan luar pulau.
Lewat Gemma Camtara, Ipin juga meraih Penghargaan Kalpataru tahun 2022 dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk kategori Pengabdi Lingkungan.
Selengkapnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Zulkifli “Ipin” Sang Peduli Lingkungan dengan Gerakan Memanen Air Hujan Kecamatan Ternate Utara