Sosialisasi Penganugerahan Penghargaan Kalpataru Tahun 2024

Dalam rangka penyelenggaraan Penghargaan Kalpataru tahun 2024, Direktorat Kemitraan Lingkungan melaksanakan Sosialisasi Penghargaan Kalpataru bagi Pemerintah Daerah di 38 provinsi. Acara berlangsung secara daring selama 3 hari dan terbagi menjadi 3 region Untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, Sosialisasi dilaksanakan pada Hari Selasa, 16 Januari 2024. Sosialisasi untuk wilayah Jawa dan Sumatera dilaksanakan pada tanggal 17 Januari, dan untuk Wilayah Maluku dan Papua, pada tanggal 18 Januari.

Sosialisasi dibuka oleh Direktur Kemitraan Lingkungan, Ibu Jo Kumala Dewi. Dalam sambutannya, beliau mengingatkan bahwa perubahan dunia kini semakin cepat. Oleh karena itu, perlu peran dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang semakin rumit. Salah satu program yang tertua yang berbicara tentang pahlawan lingkungan adalah Penghargaan Kalpataru. Melalui Penghargaan Kalpataru, para pahlawan Lingkungan di tingkat tapak dapat diangkat dan dijadikan inspirasi bagi semua untuk terus menjaga lingkungan.

Acara utama pada Sosialisasi ini adalah Paparan Materi terkait kebijakan pelaksanaan Kalpataru 2024 dan Teknis Pengisian Formulir Penghargaan Kalpataru tahun 2024. Penjelasan materi ini disampaikan oleh tim sekretariat Kalpataru.

Peserta di tiap region sangat antusias untuk menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya mengenai pelaksanaan Kalpataru tahun ini. Banyak pertanyaan yang muncul dari peserta baik pertanyaan terkait teknis pelaksanaan maupun kebijakan Kalpataru. Beberapa tanggapan dan usulan yang cukup baik dari peserta dapat menjadi masukan bagi tim pelaksana kegiatan Kalpataru tahun ini.

Acara Sosialisasi ditutup oleh Kasubdit Pengembangan Mitra Lingkungan Hidup, Ibu Umirusyanawati. Beliau berharap Pemerintah Daerah dapat kembali mengusulkan calon–calon terbaiknya untuk menjadi calon penerima Penghargaan Kalpataru tahun 2024 ini.

Penghargaan Kalpataru sedianya adalah bentuk apresiasi Pemerintah RI kepada mereka yang telah menunjukkan upayanya dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dan kehutanan, sehingga memberi dampak ekologi, ekonomi, dan sosial, serta dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas.

 

Pendaftaran Usulan Calon Penerima Penghargaan Kalpataru Tahun 2024

Hot News!!!

Selamat Pagi seluruh Sobat Hijau di seluruh pelosok tanah air tercinta

Apabila di sekitar kalian ada yang kalian anggap sebagai pejuang lingkungan yang berhasil untuk merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan,
maka segera DAFTARKAN sebagai CALON PENERIMA PENGHARGAAN KALPATARU Tahun 2024.

Inget ya Sob, DAFTARKAN sebelum tanggal 20 Februari 2024, di bit.ly/kalpataru2024 ya!

Jangan lupa pantau juga di instagram kami https://www.instagram.com/direktoratkemitraanlingkungan/ 

Salam Lestari

Meng’GAUL’kan -Gerakan Aksi Untuk Lingkungan- Generasi Muda Peserta Raimuna 2023

Rabu, 16 Agustus 2023, Direktur Kemitraan Lingkungan mengunjungi stand KLHK pada Raimuna Nasional XII di Buperta Cibubur.
Pramuka adalah mitra penting lho bagi KLHK. Melalui Saka Kalpataru dan Saka Wanabhakti, KLHK terus mengkampanyekan Gerakan Aksi untuk Lingkungan dan melakukan pembinaan kepada generasi muda agar memiliki pemahaman, wawasan dan kepedulian terhadap hutan dan lingkungan agar tetap lestari,
Dengan spirit meng-GAUL-kan (Gerakan Aksi Untuk Lingkungan) generasi muda peserta Raimuna Nasional 2023, Direktur Kemitraan Lingkungan mendorong aksi pramuka dalam gerakan 3R (reduce, reuse, recycle) untuk pengendalian dampak perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Kegiatan Raimuna Nasional XII dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, pada tanggal 14 Agustus 2023 lalu, dan akan berlangsung hingga tanggal 21 Agustus 2023.

Salam Pramuka!

Silaturahim dengan SBI

Si tampan dari belantara Kalimantan, bekantan, telah masuk dalam red list IUCN dalam kategori “hampir punah”. jangan sampai mereka benar-benar hanya sisa boneka.

masih ingatkah sobat dengan sekelompok anak muda di Kalimantan yang aktif dalam penyelamatan bekantan? iya, Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). kontribusinya bukan main-main, menjaga kelestarian bekantan. upaya mereka diganjar Penghargaan Kalpataru tahun 2022 untuk kategori Penyelamat Lingkungan. Pemuda-pemudi di SBI tidak hanya menyelamatkan bekantan, tetapi juga turut melestarikan habitatnya di Kalimantan. Tentu banyak tantangan yang dihadapi oleh SBI, tetapi itu tak menyurutkan langkah mereka melestarikan red list species ini.

Kolaborasi dengan berbagai pihak adalah keniscayaan. Direktur Kemitraan Lingkungan bertemu kembali dengan SBI dalam sebuah kesempatan, membicarakan tantangan di lapangan, strategi pengembangan konservasi bekantan, serta peluang-peluang kolaborasi dan pendanaan kegiatan agar berkelanjutan.

Masa Depan dan Perjuangan Pengakuan Hutan Adat Dayak Abay Sembuak Malinau Kaltara, Ada Misi Besar?

Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto

Masa Depan Dan Perjuangan Pengakuan Hutan Adat Dayak Abay Sembuak Malinau Kaltara, Ada Misi Besar?
Masyarakat Adat dan Perkumpulan Pengelola Hutan Adat Dayak Abay Sembuak saat mendatangi kawasan dalam wilayah hutan adatnya di Malinau Utara, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, beberapa hari lalu

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU – Masyarakat Adat Dayak Abay Sembuak merupakan bagian dari rumpun Dayak Abay, satu dari 11 suku adat besar di Malinau Kalimantan Utara. Perkumpulan masyarakat yang tinggal di kecamatan Malinau Utara ini seketika mengemuka pasca menerima penghargaan Kalpataru 2023 kategori penyelamat lingkungan. Ketua Perkumpulan Pengelola Hutan Adat Dayak Abay Sembuak ( PPHDAS), Zakaria saat ditemui TribunKaltara.com di kediamannya, bercerita penghargaan Kalpataru 2023 seumpama bonus bagi kerja keras komunitas masyarakat adat.

Di balik hiruk-pikuk, ketenaran Peraih Kalpataru 2023, ada sebuah misi besar yang masih diperjuangkan dan berlanjut setelah Anugerah yang disematkan langsung Menteri LHK, Siti Nurbaya pada peringatan hari Lingkungan Hidup 2023.

Berawal dari kerja kolektif, misi besar ini berada di pundak Pemuda dan Perkumpulan Pengelola Hutan Adat untuk keberlangsungan hidup anak-cucu masyarakat Abay Sembuak, Pengakuan SK Hutan Adat. Di tingkat kabupaten, Dayak Abay Sembuak telah mengantongi Pengakuan Masyarakat Adat berdasarkan Keputusan Bupati Malinau Nomor: 660.2/K.58/202 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak Abay Sembuak.

Pria berusia 58 tahun sekaligus Sekretaris Adat Desa Dayak Abay Sembuak tersebut telah mengabadikan separuh dari hidupnya memperjuangkan pengakuan Hutan Adat. Perjuangannya masih terus berlanjut, hingga tujuan, legasi yang telah dititipkan kepadanya membuahkan hasil.

Perjuangan Pengakuan Hutan Adat

Meskipun baru dibentuk pada 2018 lalu, namun inisiatif memperjuangkan hutan adat telah dicita-citakan sejak puluhan tahun Silam. Puncaknya pada tahun 2013 silam, saat masa kepemimpinan Ketua Adat DAS Kala itu.

Zakaria bercerita, sebelum Ketua Adat sebelumnya meninggal dunia, dirinya yang hingga saat ini merupakan Sekretaris Adat Dayak Abay Sembuak dititipi pesan untuk mengurus hutan adat, termasuk pengakuan negara terhadap masyarakat dan Hutan Adat yang merupakan masa depan anak-cucu DAS. Bukan tanpa sebab, impian ini berawal dari permasalahan demi permasalahan yang dihadapi masyarakat yang terdampak aktivitas koorporasi, konsesi kayu dan perhutanan kala itu.

Mengurus hutan adat hingga aspek legalitas bukan perkara mudah. Zakaria mengakui dia merupakan orang ke-sekian yang telah berupaya mengurus SK Hutan Adat. Kepengurusan silih berganti menyerah karena ribetnya tetek-bengek pengurusan dokumen. Hingga pada 2021 silam, Masyarakat adat mendapatkan secercah harapan. Kamis, 14 Januari 2021, SK Pengakuan Masyarakat Adat DAS diteken Bupati Malinau kala itu, Yansen Tipa Padan.

“Tahun 2021, kami mendapatkan SK Pengakuan Masyarakat Adat dari Bupati. Selanjutnya, kami telah mengirimkan berkas ke Kementerian LHK untuk dimohonkan Penetapan SK Hutan Adat,” katanya. Saat ini, Pengelola Hutan Adat DAS didampingi Organisasi pemberdayaan nonpemerintah, LP3M, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsen memperjuangkan hak-hak masyarakat adat minor di Malinau Kalimantan Utara.

Filosofi dan Relasi Masyarakat Adat dengan Alam dan Leluhur “Batang fasa nalam timug, dumuli semungguli”. Kalimat ini merupakan peribahasa, petuah sekaligus filosofi yang menjadi pegangan sekaligus prinsip hidup bagi masyarakat adat Abay Sembuak. Secara harfiah Zakaria menjelaskan, peribahasa tersebut kurang lebih berarti, “Batang kayu lapuk yang tenggelam di dasar air/sungai suatu saat dapat bertunas kembali.”

Petuah tersebut punya makna yang mendalam. Secara umum, Masyarakat Dayak Abay Sembuak dididik agar tidak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat mata dan indera tubuh. Dilarang memandang rendah orang lain hanya karena tidak berpendidikan, berpakaian lusuh dan sejenisnya. Ini sejalan dengan model hidup masyarakatnya yang memiliki keyakinan dan ikatan spiritual yang kuat kepada leluhur, hutan dan alam.

Hubungan antara masyarakat. dengan alam dapat dilihat pada acara-acara adat, upacara dan ritual besar. Tradisi sakral dalam upacara adat seperti pernak-pernik, sajian, altar dan medium “Pemanggilan leluhur” semuanya berasal dari alam, diperoleh dari hutan adat. “Hukum adat mengatur prilaku dan kehidupan kami bermasyarakat,” jelas Zakaria.

Penduduk dan masyarakat adat tunduk dan diatur berdasarkan pranata sosial. Hukum adat mengatur hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, aturan adat melarang petaninatau peladang menggeser batas lahan. Adapula norma saat musim buah yang melarang warga mengambil buah. Boleh mengambil dengan syarat buah telah jatuh ke tanah. Pamali memanjat dan dengan sengaja menjatuhkan buah dari tanaman yang bukan haknya.

Pendamping PPHA DAS, Ketua Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Suku Dayak di Malinau (LP3M), Boro Suban Nikolaus menjelaskan, kearifan lokal dan kebudayaan suku adat saat ini telah berkembang sesuai kebutuhan zaman.

“Salah satunya diatur melalui Peraturan Desa. Ada larangan mengeksploitasi hasil hutan secara berlebihan. Artinya hukum adat tetap hidup dan bertahan, bahkan menjadi hukum positif yang wajib ditaati siapapun,” ungkapnya. Dapat dicermati melalui penerapan semangat hukum adat yang diterapkan ke dalam hukum positif, diantaranya Peraturan Desa dan sejenisnya.

Niko Boro sapaan akrabnya menyampaikan masyarakat adat sadar akan pentingnya legalitas. Dari 5 skema perhutanan sosial, SK Hukum Adat merupakan pilihan terbaik. Sebagai legalitas sekaligus bentuk pengakuan kedaulatan wilayah adat yang jauh telah ada sebelum terbentuknya struktur pemerintahan.

Sumber: kaltara.tribunnews.com

Perkumpulan Pengelola Hutan Adat- Dayak Abay Sembuak- Malinau Kaltara

Perkumpulan Pengelola Hutan Adat Dayak Abay Sembuak (PPHA-DAS) didirikan pada tahun 2018 dikelola delapan orang pengurus yang diketuai Zakaria. Anggota PPHA-DAS adalah seluruh masyarakat adat Sembuak.  Pembentukan PPHA-DAS bertujuan untuk menyelamatkan ekosistem, khususnya daerah aliran Sungai Sembuak dan hutan tersisa di wilayah adat Dayak Abay Sembuak. Dengan melakukan pengawasan terhadap perusakan hutan, rehabilitasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara lestari untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Dayak Abay di Malinau.

Lokasi Hutan  Dayak Abay Sembuak  berjarak  6 km dari pusat kota Malinau kerap menjadi incaran perusahaan  untuk dikonversi. Masyarakat telah menolak setidaknya empat perusahaan HPH dan HTI yang mengantongi izin konsesi. Tingginya ancaman konversi lahan oleh privat memotivasi masyarakat adat DAS  melalui PPHA-DAS untuk melindungi wilayah adatnya berupa bentangan tanah, air, sungai, danau, hutan dan ekosistem agar dimanfaatkan bersama selaras dengan tradisi dan  kearifan lokal.

Keanekaragaman hayati hutan adat Dayak Sembuak seluas 64.203 ha memiliki kemiripan dengan Taman Nasional Kelian Mentarang. Dari identifikasi, setidaknya hutan adat Abay Sembuak memiliki tujuh jenis tanaman penyedap rasa, 17 tanaman obat, empat  jenis kayu untuk penyembuhan, 42 pohon buah, sembilan jenis rambutan, tujuh jenis mangga, delapan jenis durian, 10 jenis padi ladang, delapan jenis padi ketan. Ikan Sungai Sembuak ada 65 jenis, 26 jenis burung, 51 hewan melata dan ampibi serta 40 jenis fauna lainnya, termasuk 15 diantaranya fauna dilindungi.

Secara swadaya, pengelolaan wilayah adat DAS selalu melibatkan pemuda adat.  Merujuk pada peraturan adat, mereka aktif melakukan penyelamatan dan pengamanan wilayah adat dengan tiga pos jaga, pembuatan zonasi kawasan  meliputi Tanah Femagunan (Areal pemekaran pemukiman), Tana Umo ( Tanah perladangan), Tana Malayang (Tanah persawahan), Tana Kabayagan (Hutan untuk kehidupan/mata pencaharian), Tana Sunnu  (Hutan untuk destinasi wisata) dan Tana Togomon (Tanah Terlarang/Keramat). Warga  aktif mengkonservasi flora, menerapkan larangan pemakaian  racun ikan, pengambilan kayu hutan, perburuan satwa dan penerapan sanksi adat bagi pelanggar.

Dengan upaya yang dilakukan, aktifitas penebangan, perburuan dan pengambilan ikan dengan bom berkurang. Sehingga hutan adat tetap lestari. Penghargaan Kalpataru sebagai penguat  semangat  untuk menjaga wilayah. Bagi mereka, hutan adat adalah jantung dan nadi kehidupan. Keberlanjutan hutan adat harus terjaga untuk generasi selanjutnya, karena jika hutan hilang maka masyarakat adat Dayak Abay pun terancam hilang.

Penulis: Puji-Kehati, Tenaga Teknis Kalpataru
Editor: Nurhayati

Ranger Perempuan dari Damaran Baru, Bener Meriah

Sekelompok Pencinta Alam di Desa Damaran Baru berkumpul pada tahun 2010. Kegiatan utama mereka mendaki gunung api Bur Ni Telong dengan ketinggian 2500 mdpl. Selama Pendakian mereka menyusuri hutan dan sungai yang ada di Damaran Baru.

Desa Damaran Baru merupakan Desa langanan banjir, BNPB menetapkan Desa Damaran Baru sebagai Desa Rawan Bencana. Ada Daerah Aliran Sungai (DAS) Wih Gile, yang tiap tahun rawan mengantarkan luapan air dari hulu sungai hutan Bener Meriah.

Awalnya masyarakat percaya, itu hanyalah bencana dari Tuhan. Padahal Kelompok Pencita alam Bur Ni Telong sudah seringkali mengingatkan bahwa kerusakan gunung Bur Ni Telong dan kawasan hutan Damaran Baru bukan karena bencana yang diturunkan Tuhan, melainkan karena mulai berubah fungsi alamnya dari Hutan Lindung menjadi perkebunan dan penebangan.

Himbauan sudah sejak tahun 2010, empat tahun lamanya sampai akhirnya kelompok ini membetuk LSM yang bernama Bur Ni Telong dan disahkan oleh pemerintah Bener Meriah pada tahun 2014. Tahun 2015 terjadi bencana banjir bandang di desa Damaran Baru melalui sungai Wih Gile yang membawa luapan air, lumpur, pasir dan batu-batuan yang meluncur dari hutan Damaran Baru dan gunung Bur Ni Telong.

Dampak banjir bandang menyadarkan para penduduk, untuk segera membuat satgas perlindungan hutan Damaran Baru. Proses ini awalnya dilakukan selama dua tahun masih bersama LSM Bur Ni Telong dilakukan oleh beberapa laki-laki. Pada tahun 2016 LSM Bur Ni Telong mulai melibatkan perempuan yang menurut mereka geram mendengar banyaknya perusakan lingkungan di hutannya. Dengan melibatkan perempuan proses perubahan perilaku, para perusak lingkungan makin berkurang. Pada tahun 2017 terbentuklah LPHK Damaran Baru yang terdiri dari 42 orang, 23 perempuan dan 19 laki-laki, tugasnya melakukan perlindungan Hutan Damaran Baru. Kelompok ini disahkan oleh Kepala Desa Damaran Baru. Karena melibatkan perempuan LPHK Damaran Baru lebih dikenal dengan sebutan Ranger Perempuan atau “Mpu Uteh”, oleh warga sekitar.

Dengan keberadaan LPHK Damaran baru dan Mpu Uteh-nya. Sekarang ini sudah tidak terjadi lagi banjir di desa tersebut, dan menurut citra satelit tutupan lahan mulai berangsur-angsur membaik.

Kekukuhan kelompok inilah yang akhirnya pada tahun 2019, mendapatkan kepercayaan pemerintah untuk turut menjaga, memanfaatkan dan melindungi hutan Damaran Baru melalui Perhutanan Sosial dalam skema Hutan Desa seluas 251 ha.

Penulis: Mashury Alif

Editor: Nurhayati