Jasa lingkungan merupakan produk sumber daya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Produk jasa lingkungan secara umum dibagi menjadi 4 kategori:
Penyerapan dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage)
Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)
Keindahan bentang alam (landscape beauty)
Berdasarkan pengkategorian tersebut, berikut adalah kegiatan usaha jasa lingkungan yang bisa dilakukan di kawasan perhutanan sosial:
Ekowisata
Pemanfaatan aliran air
Pemanfaatan air
Perlindungan keanekaragaman hayati
Penyerapan dan penyimpanan karbon
Pohon asuh
Keindahan alam
Pemulihan lingkungan
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dapat mengembangkan usaha jasa lingkungan berdasarkan potensi yang ada di kawasan masing-masing. Saat ini sudah ada ratusan KUPS jasa lingkungan yang tersebar di pelosok Nusantara. Pengembangan usaha oleh KUPS bisa dibantu oleh mitra pentahelix (abcgm: academy, business, community, government, and media). Kemitraan pentahelix memungkinkan banyak aktor untuk saling bersinergi dan berbagi peran sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam mengembangkan usaha jasa lingkungan.
Harapannya adalah mempercepat usaha pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan. Sehingga memberikan dampak positif dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan, meningkatkan taraf ekonomi, dan menjaga eksistensi sosial budaya masyarakat sekitar hutan. Tujuan akhirnya adalah hutannya lestari dan mayarakatnya sejahtera.
Ternate, Idola 92.6 FM – Tergerak untuk melakukan konservasi air tanah di wilayah Ternate Utara, Zulkifli menginisiasi Gerakan Memanen Air Hujan Kecamatan Ternate Utara (Gemma Camtara). Atas kepeduliannya itu, Zulkifli yang seharinya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Ternate kerap dikenal sebagai ‘Pahlawan Air Hujan’ di Kota Ternate.
Gemma Camtara atau Gerakan Menabung dan Memanen Air Hujan Kecamatan Kota Ternate Utara adalah sebuah program inovasi yang digagas oleh Zulkifli yang bertujuan untuk mengajak semua pihak untuk bersama-sama melakukan konservasi air tanah.
”Awalnya prihatin karena kondisi air di tempat kami, bisa seminggu sekali dapat jatah air dari PDAM,” tutur Ipin panggilan akrab Zulkifli kepada radio Idola, pagi (03/10) tadi.
Ia pun didukung warga dan aparat kecamatan Ternate Utara terus bergerak menabung air hujan. Terlebih daerahnya curah hujan cukup tinggi setiap tahun.
”Menjaga air tanah, dengan mengisi air hujan sebanyak-banyaknya dan mulai tahun 2015-kami bangun sumur-sumur tanah di kelurahan,” jelasnya.
Setahun berlalu gerakan memanen air hujan mulai terasa. Maka pada tahun 2016, Ipin dan tim membangun resapan biopori di 14 kelurahan di kecamatan Ternate Utara.
Seiring dengan bergulirnya waktu, banyak warga yang merasakan manfaat gerakan ini. Hingga gerakan menabung dan memanen air hujan merambah di luar kecamatan, kota dan luar pulau.
Lewat Gemma Camtara, Ipin juga meraih Penghargaan Kalpataru tahun 2022 dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk kategori Pengabdi Lingkungan.
Selengkapnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Zulkifli “Ipin” Sang Peduli Lingkungan dengan Gerakan Memanen Air Hujan Kecamatan Ternate Utara
Salah satu masalah petani karet adalah ketika harga karet turun dan tidak menentu. Tanpa terkecuali, hal ini juga dialami oleh masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba), Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang pemasukan utama didapat dari getah karet.
Secara tradisional, pemanfaatan lahan oleh masyarakat dimulai dengan behumo, yaitu pembukaan hutan untuk penanaman padi. Tahap selanjutnya, setelah panen padi, yaitu menanam tanaman semusim seperti cabai, jagung, sayuran, dan lain-lain. Begitu panen tanaman semusim, barulah menanam karet sembari ditumpangsarikan dengan durian, nangka, duku, dan lain-lain.
Masa tunggu tanaman karet hingga siap deres bisa sampai sepuluh tahun. Selama masa tunggu, lahan karet tadi dibiarkan begitu saja dibarengi dengan membuka lahan atau behumo di tempat lain. Begitulah pola olah lahan yang dilakukan.
Lahan karet yang dibiarkan tanpa perawatan tadi berubah menjadi hutan sekunder, baik tajuk maupun kerapatannya. Selama masa tunggu, karet akan bersaing dan berbagi lahan dengan tanaman lain yang tumbuh bebas. Pengelolaan karet seperti ini kurang bagus, dari 500 bibit tinggal 200-300 batang yang bisa besar karena persaingan dengan tanaman lain yang dibiarkan tumbuh tanpa diperhatikan.
Berubahnya lahan karet menjadi hutan sekunder sebenarnya menguntungkan secara ekologis, karena beberapa jenis flora-fauna akan tumbuh berdampingan. Secara tidak langsung, hutan sekunder lahan karet juga memiliki fungsi konservasi (penahan longsor, erosi, dan banjir) dan pengatur tata air tanah (hidrologis), dan lain-lain.
Pola pengelolaan lahan secara tradisional dan kurangnya perawatan menjadikan karet kurang menghasilkan secara ekonomi. Selain itu, karet yang ditanam bukan berkualitas tinggi, sehingga getah yang keluar juga sedikit.
Masalah akan bertambah ketika penghujan, karet sulit dideres. Apalagi ketika harga fluktuatif dan masyarakat tidak mempunyai tanaman lain yang bisa dimanfaatkan untuk menopang pendapatan.
Pada akhirnya, permasalahan ekonomi dan ekologi akan mempengaruhi pola pengelolaan lahan yang dalam jangka panjang dikhawatirkan akan merusak kawasan hutan. Jalan keluar yang bisa memadukan kepentingan ekonomi dan ekologi secara berkelanjutan sangat diperlukan.
Salah satunya adalah sistem komoditi tanaman bertingkat. bertujuan mengoptimalkan lahan dengan sedikit menggeser posisi karet sebagai tanaman utama dan diselingi dengan tanaman yang bisa memberikan penghasilan jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Cara kerjanya adalah mengembangkan tanaman bernilai ekonomi sebagai pelengkap dan pendamping pohon karet. Antar pohon karet diberi tanaman yang kanopinya bertingkat (rendah, menengah, dan tinggi). Tanamannya juga harus yang memberikan penghasilan bertingkat (harian, mingguan, bulanan, dan tahunan).
Masyarakat dilibatkan dalam merencanakan dan mengembangkan sistem komoditi tanaman bertingkat. Mereka mempelajari jenis tanaman yang cocok sebagai pendamping karet, kondisi lahan, dan hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam menerapkan system komoditi bertingkat. Kunjungan ke daerah yang telah menerapkan sistem ini memberikan harapan dan semangat mengelola lahan dengan lebih baik.
Pohon kakao (cokelat), kapulaga, dan jernang dipilih masyarakat sebagai pendamping. Tanaman ini tidak mengenal perubahan cuaca dan berbuah sepanjang tahun serta harganya bagus di pasaran. Perpaduannya menghasilkan dukungan antar kanopi yang baik, kapulaga yang berkanopi rendah ditopang oleh kakao yang berkanopi menengah. Kakao ditopang karet yang berkanopi tinggi. Kemudian dilengkapi dengan jernang.
Pola ini bisa menjadikan penghasilan masyarakat bertingkat, tidak hanya bergantung pada satu tanaman. Hasil getah karet untuk menopang kebutuhan harian, kakao untuk mingguan, kapulaga untuk bulanan, dan jernang untuk tahunan.
Harapan dalam jangka panjang adalah perubahan pola budidaya tanaman dan pemanfaatan lahan. Pngembangan komoditi bertingkat juga akan membentuk pola pikir, bahwa hutan tidak lagi dipandang sebagai kawasan yang akan dibuka untuk diolah terus-menerus, tetapi juga perlu memperhatikan sisi ekologinya.
Metode komoditi tanaman bertingkat membuat ekonomi masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) meningkat dan lestari secara ekologi.
Sumber:
Buku, Dinaldi, Sekelumit Kisah Lapangan: Mendorong Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat, Jambi: 2016, Warsi.
Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lauk Bersatu dari Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kapuas Hulu dinobatkan sebagai pemenang Lomba Wana Lestari Tahun 2022. Ketetapan tersebut berdasarkan surat pemberitahuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor S.658/SET/PEHKT/SDM2/8/2022 tanggal 3 Agustus 2022.
“Terima kasih setinggi-tingginya kami ucapkan kepada parapihak yang mendukung, mendorong dan membantu LPHD Lauk Bersatu Nanga Lauk dalam partisipasi dan mewakili Kalbar sebagai pemenang Wana Lestari tahun ini. Ucapan terima kasih terutama untuk Pak Kadis LHK, Pak Adi Yani, Ibu Anita Kabid RPM dan seluruh staf di DLHK, Pak Adi Kepala KPH KH Utara dan staf,” kata Ketua LPHD Lauk Bersatu di kantornya, Senin (8/8/2022).
Lanjut alumni Fakultas Kehutanan Untan ini, penghargaan berskala nasional tersebut merupakan pertama kali didapat LPHD Lauk Bersatu. “Alhamdulillah mendapatkan hasil salah satu dari tiga terbaik pengelolaan hutan desa di Indonesia,” ucapnya.
Lomba ini juga merupakan indikator baik utk mengukur kemandirian LPHD karena penilaian terdiri dari aspek tata kelola administrasi dan kelembagaan, tata kelola program kegiatan, dan pelaporan. “Terima kasih juga untuk Pak Hamdi sebagai mantan Ketua LPHD sebagai pejuang awal hutan desa di Nanga Lauk sekaligus Ketua LPHD tiga periode. Tidak lupa juga terima kasih untuk dukungan yang luar biasa dari Pak Kades Nanga Lauk, Agus Yanto kepada LPHD Lauk Bersatu. LPHD Lauk Bersatu juga ikut berkontribusi dalam mendorong percepatan kemandirian desa dari aspek pengelolaan hutan berkelanjutan,” papar Hariska.
Dalam surat pemberitahuan dari KLHK tersebut ditujukan untuk enam kepala dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Indonesia. Dari enam kepala dinas itu salah satunya Kepala Dinas LHK Kalbar. Di antara isi dalam surat itu menjelaskan pemberian penghargaan kepada para teladan Lomba Wana Lestari dilaksanakan pada 15-18 Agustus 2022 di Jakarta. Dalam kegiatan akan menghadirkan para pemenang lomba Wana Lestari Tingkat Nasional peringkat I sampai III. Untuk lingkup Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan terdiri dari tiga kategori lomba yaitu Pemegang Persetujuan Hutan Kemasyarakatan, Pengelola Persetujuan Hutan Desa, dan Pemegang Persetujuan Hutan Adat
Sebuah Pembuktian
“Untuk LPHD Lauk Bersatu masuk dalam pemenang Kategori Pemegang Persetujuan Pengelolaan Hutan Desa. Tidak hanya LPHD Lauk Bersatu mendapatkan penghargaan ini ada juga LPHD Way Kalam dari DesaWay Kalam Kecamatan Penegahan Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, dan LPHD Panglima Jerrung dari Kampung Dumaring Kecamatan Taliyasan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur,” tambah Rio Afiat, Program Manager People Resource Conservation and Forest (PRCF) Indonesia, pihak yang mendampingi LPHD Lauk Bersatu.
Di Provinsi Kalbar banyak LHPD sudah berdiri. Namun, kenapa LPHD Lauk Bersatu yang menjadi pemenang dalam lomba tersebut. Di sini membuktikan, apa yang telah dilakukan LPHD Lauk Bersatu tersebut dilihat dan dipelajari oleh Dinas LHK maupun KLHK. Program yang telah dijalankan memberikan kontribusi positif bagi kelestarian hutan maupun masyarakat.
“Upaya pendampingan intensif selama ini paling tidak membuahkan hasil. Penghargaan itu sebuah pembuktian, LPHD Lauk Bersatu yang kita dampingi sesuai dengan track-nya. Kita mengakui masih banyak kekurangan, namun akan terus kita perbaiki agar tujuan utama dari pendampingan menuju kemandirian benar-benar terwujud di Desa Nanga Lauk,” tambah Rio. (ros)
Sumber berita: http://prcfindonesia.org/lphd-lauk-bersatu-jadi-pemenang-lomba-wana-lestari-tahun-2022/
PHBM Sebagai Media Penguatan Hak Masyarakat Desa Sekitar Hutan
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) merupakan skema pengelolaan hutan yang memberi ruang kepada masyarakat desa sekitar hutan sebagai pelaku utama. Sebenarnya inisiatif seperti ini sudah berlangsung sejak lama, dari generasi ke generasi. Misalnya bentuk pengelolaan hutan adat, rimbo larangan, imbo psako/parabukalo dan lain sebagainya.
Pada intinya, semua bentuk ini bertujuan melindungi hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat setempat, jika ada anggota masyarakat yang melanggar maka akan dikenai sanksi adat yang berlaku. Hanya saja inisiatif seperti ini terkadang tidak diakomodir oleh pemerintah.
Era 1960-an sampai dengan 2000-an, pengelolaan hutan masih berorientasi pada modal swasta melalui berbagai skema izin seperti Hak Penguasaan Hutan (IUPHHK HA) dan Hutan Tanaman Industri (IUPHHK HTI). Kedua skema ini banyak dituding berkontribusi besar terhadap kegagalan pengelolaan hutan di Indonesia.
Menurut data Badan Planologi Kehutanan, dalam kurun waktu 2022-2006 telah terjadi degradasi hutan kurang lebih 1,8 juta Ha/tahun, sedangkan lahan kritis diperkirakan mencapai angka 30,2 juta Ha. CIFOR menyebutkan bahwa 10,2 juta jiwa dari 48,8 juta jiwa yang hidup di sekitar hutan masih tergolong miskin.
Kedua data di atas menunjukkan bahwa tingkat degradasi hutan dan lahan belum berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Hal ini pula lah yang menyebabkan konflik antara masyarakat dengan pihak swasta sebagai pemegang izin. Alasan utamanya adalah ketimpangan izin akses pemanfaatan hutan, masyakat sekitar hutan merasa sebagai pihak yang tersingkirkan. Sehingga penguatan hak masyarakat desa sekitar hutan menjadi penting untuk diakui legal formalnya.
Advokasi dari berbagai pihak telah berhasil mendorong lahirnya regulasi yang mengatur tentang sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat. PP No 6 tahun 2007 menyebutkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang diistilahkan dengan skema perhutanan sosial.
Skema tersebut adalah: Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Kemitraan. Semua skema tersebut memberikan hak kepada masyarakat agar dapat mengelola kawasan hutan lindung dan hutan produksi secara legal.
Mahkamah Konstitusi (MK), melalui putusan No 35 tahun 2012 memutuskan bahwa hutan adat merupakan hutan yang dikelola oleh masyarakat hukum adat sepanjang masih ada dan diakui. Sehingga hutan adat tidak lagi dikategorikan sebagai hutan negara seperti yang disebutkan dalam UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, dengan demikian bentuk PHBM menjadi lebih banyak pilihan, tinggal menyesuaikan dengan kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Layanan PHBM Pasca UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 16 Tahun 2015
Terbitnya dua peraturan perundang-undangan tersebut berimplikasi pada layanan skema PHBM di level pusat dan daerah. Perpres Nomor 16 tahun 2015 telah menggabungkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Melalui perpres ini juga telah meningkatkan dan menggabungkan struktur dan kewenangan layanan PHBM di dalam Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL). Sebelumnya, layanan PHBM tersebar di beberapa ditjen: hutan desa dan hutan kemasyarakatan di Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, hutan tanaman rakyat di Ditjen Bina Usaha Kayu.
Di tingkat daerah, UU Nomor 23 tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan urusan bidang kehutanan yang ada di pemkab kepada pemprov, kecuali taman hutan raya yang tetap di lingkup pemkab. Sebelum ada regulasi ini, pemkab berwenang menerbitkan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan dan izin usaha hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat.
Adanya dua regulasi baru tersebut, KLHK membuat Permen LHK tentang hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat. Ada beberapa hal yang menarik di dalam permen tersebut: 1. pemangkasan jalur birokrasi pengurusan izin/hak hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat, 2. Kelompok kerja percepatan perhutanan sosial di setiap provinsi, 3. Permohonan secara online, dan 4. KPH yang sudah operasional berwenang untuk mengesahkan RPHD, RKU, dan RKT.
PHBM Sebagai Instrumen Pembangunan Desa Sekitar Hutan
Permendesa PDTT No 21 tahun 2015 menyebutkan bahwa hutan desa dan hutan kemasyarakatan termasuk kegiatan yang prioritas untuk dibiayai oleh dana desa sepanjang masuk dalam dokumen RPJMDes. KLHK juga menjadikan PHBM sebagai salah satu indikator kinerja utama sebagaimana termaktub dalam RPJMN.
Harapan kedepannya, kedua kementerian ini bisa saling bersinergi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Pemda provinsi maupun pemda kabupaten/kota sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat juga harus saling bersinergi dan mendukung dalam mengimplementasikan kebijakan dua kementerian tersebut. Sehingga pertumbuhan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan bisa meningkat dan mengurangi laju urbanisasi dan penumpukan masyarakat di kota.
Tulisan ini disarikan dari Tulisan Adi Junedi yang berjudul “PHBM Instrumen Pembangunan Masyarakat Desa Sekitar Hutan” di dalam buku “Sekelumit Kisah Lapangan: Mendorong Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat” yang diterbitkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.
Ditulis : Ridwan F (Staf Dit. Kemitraan Lingkungan)
TROPIS.CO, JAKARTA – Mantan atlet dayung nasional kelahiran Jambi, Leni Haini 45 tahun, tercatat sebagai salah seorang penerima penghargaan Kalpataru tahun 2022. Leni Haini dinilai telah men jadi perintis menyelamatkan eksosistem Danau Sipin seluas 120 hektar dari timbunan sampah dan tanaman enceng gondok.
Bersama Leni, ada juga Da’im, 61 tahun, dari lereng Gunung Lemongan , dan Rudi Hartono 27 tahun, seorang yang berhasil merintis perbaikan ekosistem mangrove di pesisir pantai di desanya, Desa Sungai Kupah, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Leni Haini bersama Da’im dan Rudi Hartono, penerima penghargaan Kalpataru kategori perintis yang penyerahan penghargaannya dilakukan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, Rabu (20/7).
Penghargaan Kalpataru tahun 2022, diberikan kepada 10 penerima, terdiri dari: 3 Penerima kategori Perintis, 3 kelompok Penerima kategori Penyelamat, dan 2penerima kategori Pengabdi , serta 2 lainnya, penerima kategori Pembina. Selain itu diberikan pula 1 penghargaan khusus bidang kolaborasi dalam pengabdian lingkungan.
Adapun penerima penghargaan Kalpataru kategori pembina, masing diberikan kepada Pendeta Rasely Sinampe dan Eliza Marthen Kissya 73 tahun. Pendeta Rasely adalah tokoh agama di Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Sedangkan Eliza Marthen, penerus adat Kewang secara turun temurun di Negeri Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Untuk kategori penyelamat lingkungan, penghargaan diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat Mului, sebagai kelompok masyarakat adat yang berada di Desa Swan Slutung, Muara Komam, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Kelompok Tani Hutan (KTH) KOFARWIS, kelompok tani di Kawasan Hutan Rimba Jaya, Biak Numfor, Papua, dan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), satu yayasan yang berawal dari komunitas yang memberikan perhatian serius, pada program perlindungan dan pelestarian Bekantan dengan misi “Save Our Mascot” dan tahun 2018 melalui program “Bekantan Goes Global”.
Selanjutnya untuk kategori pengabdi lingkungan penghargaan kalpataru diberikan kepada: (6) Dodi Permana 36 tahun, seorang anggota POLRI berpangkat Aipda yang juga pelopor berdirinya Bank Sampah DP Partner, dan (7) Zulkifli 46 tahun, warga kelurahan Tobeleu, kota Ternate Utara, seorang Pegawai Negeri Sipil yang berhasil mengatasi krisis air bersih di daerahnya.
Terakhir Penghargaan Kalpataru tahun 2022 juga diberikan untuk kategori khusus bidang kolaborasi dalam pengabdian lingkungan kepada Gerakan Ciliwung Bersih Kelurahan Karet Tengah Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat.
Wujud Apresiasi.
Dalam sambutanya Wamen Alue Dohong mengatakan, penghargaan ini merupakan wujud apresiasi pemerintah kepada para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan yang telah menjadi ujung tombak/garda terdepan dalam upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.
Penghargaan ini secara rutin diberikan oleh KLHK, kepada mereka yang telah terbukti memiliki kepedulian, komitmen, prakarsa, inovasi, motivasi, dan kreativitas secara berkelanjutan, sehingga berdampak positif terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan.
“Para pemimpin dan pejuang lingkungan hidup peraih penghargaan ini diharapkan menjadi contoh, inspirasi, dan pemicu yang mendorong inisiatif dan partisipasi individu atau kelompok masyarakat lainnya secara lebih luas,” ujar Wakil Menteri (Wamen) LHK, Alue Dohong dalam arahannya pada acara ini.
Wamen menekankan agar para penerima Penghargaan Kalpataru dan Nirwasita Tantra menjaga amanah untuk terus menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup dan kehutanan di bumi yang hanya satu ini, demi generasi mendatang.
Wamen Alue juga menyatakan jika selain dengan memberikan penghargaan terhadap para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan, Pemerintah juga terus mengupayakan berbagai inisiatif dalam menjaganya keberlanjutan lingkungan salah satunya dengan inisiatif menjadikan sektor FOLU (Forest and other Land Uses) sebagai Net Sink di tahun 2030 melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Jadi Pemerintah menargetkan pada tahun 2030, emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan seimbang antara pelepasan dan penyerapannya,” ujar Wamen.
Dengan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Pemerintah berharap akan timbul manfaat ganda berupa pengurangan terukur laju emisi, perbaikan dan peningkatan tutupan kanopi hutan dan lahan, perbaikan berbagai fungsi hutan seperti tata air, iklim mikro, ekosistem, konservasi biodiversity, sekaligus sumbangan bagi kesejahteraan, kesetaraan dan kesehatan masyarakat, serta tegaknya hukum.
“Prinsipnya adalah mengembalikan keberadaan hutan alam nasional dan fungsinya sebagai penyangga kehidupan secara utuh,” imbuh Wamen Alue.
sumber berita: https://tropis.co/2022/07/20/leni-haini-mantan-atlet-dayung-nasional-menerima-penghargaan-kalpataru/
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Alue Dohong menyerahkan penghargaan Kalpataru tahun 2022 kepada 10 orang penerima. Tak hanya Kalpataru, KLHK juga memberikan penghargaan Nirwasita Tantra tahun 2021 kepada 42 kepala daerah.
Penghargaan tersebut merupakan wujud apresiasi kepada para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan yang telah menjadi ujung tombak/garda terdepan dalam upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia. Penghargaan juga secara rutin diberikan oleh KLHK kepada mereka yang telah
terbukti memiliki kepedulian, komitmen, prakarsa, inovasi, motivasi, dan kreativitas secara berkelanjutan, sehingga berdampak positif terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan.
“Para pemimpin dan pejuang lingkungan hidup peraih penghargaan ini diharapkan menjadi contoh, inspirasi, dan pemicu yang mendorong inisiatif dan partisipasi individu atau kelompok masyarakat lainnya secara lebih luas,” ujar Alue Dohong dalam keterangan tertulis
Setiap tanggal 26 Juli, kita memperingati hari mangrove sedunia yang diadopsi oleh UNESCO sejak tahun 2015. Tajuk peringatan hari mangrove sedunia untuk tahun 2022 adalah “International Day of the Conservation of the Mangrove Ecosystem”.
Menjaga dan melestarikan hutan mangrove menjadi penting karena dalam 20 tahun terakhir, global mangrove alliance memperkirakan lebih dari 60% telah hilang atau terdegradasi hingga saat ini dan dengan tambahan hilang 1 % per tahun. Dengan demikian, hutan mangrove dunia menghilang 3 sampai 5 kali lebih cepat dibandingkan hilangnya hutan global.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove dengan luasan 20-25% dari ekosistem mangrove dunia. Menurut KLHK luasan lahan yang dimiliki Indonesia adalah 3.36 juta hektar, dengan rincian sebagai berikut:
Papua seluas 1.562.905 Ha
Sumatera seluas 660.445 Ha
Kalimantan seluas 688.025 Ha
Maluku seluas 224.46 Ha
Jawa seluas 56.500 Ha
Bali-Nusa tenggara seluas 39.974 Ha
Menarik untuk kita perhatikan adalah bahwa hutan mangrove memberikan kontribusi yang besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dimana hutan mangrove diyakini mempunyai kapasitas penyerapan karbon 3 sampai 5 kali lebih baik (tergantung kerapatan, besaran pohon, dan lain-lain) dibandingkan hutan tropis.
Tak kalah menarik, yaitu luarbiasanya ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove memberikan kalngsungan berbagai makhluk hidup yang ada di bawah dan sekitarnya: ada ikan, dan kepiting di sela sela akarnya yang kokoh, ada pula berbagai serangga dan burung di ranting-rantingnya yang teduh, pertahanan alami pantai dari gelombang tinggi, abrasi, tsunami dan abrasi, selain itu juga bisa menjadi salah satu sumber ekonomi masyarakat dan wisata alam.
Mari kita jaga ekosistem hutan mangrove kita. Semoga hutan mangrove kita semakin membaik dan lestari.
Penerima penghargaan Kalpataru 2022, Aipda Dodi Permana (kanan), berpose bersama Kepala Polres Lahat AKBP Eko Sumaryanto usai acara penganugerahan penghargaan Kalpataru 2022 dan Nirwasita Tantra 2021 di Jakarta, Rabu (20/7/2022). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) – Mengenakan seragam polisi berwarna cokelat dan ikat kepala tanjak khas Sumatera, Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Dodi Permana naik ke panggung untuk menerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam acara penyerahan penghargaan di Jakarta, Rabu.
Polisi yang bertugas di Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan itu menerima penghargaan Kalpataru 2022 kategori pengabdi berkat upayanya memelopori pendirian Bank Sampah DP Partner.
Seusai menerima penghargaan, Dodi menuturkan bahwa upaya pengelolaan sampah melalui Bank Sampah DP Partner bermula dari keprihatinannya menyaksikan pembuangan sampah secara sembarangan yang memicu konflik antar-warga di lingkungan sekitarnya.
Kondisi yang dia dapati saat pindah dari Kota Palembang ke Kabupaten Lahat pada 2004 itu mendorong dia untuk mengajak teman, kolega, warga, dan organisasi di Kabupaten Lahat untuk mengumpulkan dan mengelola sampah yang dibuang sembarangan.
Dodi bersama kolega dan warga membentuk komunitas yang dinamai DP Partner. Nama DP diambil dari singkatan nama Dodi Permana.
Saat memulai kegiatan Komunitas DP Partner tahun 2011, belum banyak warga yang mendukung upaya Dodi.
“Begitu DP Partner berjalan banyak problem, banyak kendala yang dihadapi, salah satunya pasti warga berpikir kenapa polisi sekarang ngurusi sampah,” kata pria asli Palembang itu.
Padahal, ia mengatakan, tanggung jawab pengelolaan sampah tidak hanya berada di tangan Dinas Lingkungan Hidup. Semua individu yang menghasilkan sampah, termasuk polisi, juga punya tanggung jawab untuk mengelola dan menangani sampah.
Dodi tidak memedulikan komentar miring dan cemoohan warga terhadap upayanya mengurangi dan mengelola sampah. Kejadian itu justru mendorong dia untuk menunjukkan dampak baik usahanya pada lingkungan.
Pria berusia 36 tahun itu terus melanjutkan usahanya.
Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lahat menemui Dodi pada tahun 2016 untuk mengajak dia bergabung dalam upaya mendirikan bank sampah karena upaya pemilahan dan pengolahan sampah yang selama ini dia lakukan sebenarnya merupakan bagian dari kegiatan bank sampah.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lahat memberikan surat keputusan mengenai pembentukan bank sampah untuk komunitas DP Partner dan mendorong pembukaan cabang-cabang baru bank sampah di desa-desa dan kecamatan lain di Kabupaten Lahat.
Bank Sampah DP Partner saat ini menjadi bank sampah induk tunggal yang memiliki 11 cabang di Kabupaten Lahat. Bank sampah itu telah memperkerjakan 107 orang dan memiliki nasabah hampir 10.000 orang.
“Kita berprinsip tulus, melakukan yang terbaik. Selama niat kita baik, Insya Allah hasilnya pasti baik,” kata Dodi.
Ia menjelaskan bahwa upaya pengelolaan sampah yang dilakukan komunitasnya membuahkan hasil setelah pola pikir masyarakat mengenai sampah berubah, setelah masyarakat tidak menganggap sampah sebagai masalah tetapi sebagai barang yang bisa menghadirkan lapangan kerja dan mendatangkan manfaat ekonomi jika dikelola dengan baik.
Kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dan berpartisipasi dalam kegiatan bank sampah selain membuat lingkungan bersih dan konflik akibat sampah berkurang juga menghadirkan peluang untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari sampah.
Dodi berencana memperbesar dan memperluas jangkauan gerakan pengelolaan sampah yang dia rintis agar dampak baiknya terhadap lingkungan juga semakin besar.
Penghargaan Kalpataru 2022 memotivasi Dodi untuk berbuat lebih banyak. Dodi juga berharap apa yang dia lakukan dan dia capai bisa menjadi inspirasi bagi anggota Polri yang lain.
“Bahwa bukan cuma petugas sampah, bukan cuma masyarakat biasa, tapi dinas dan instansi lain, Polri pun, polisi pun bisa terlibat dan mendapatkan apresiasi yang sama jika kita peduli terhadap lingkungan,” katanya.
Peran tokoh lokal
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyoroti peran penting tokoh dan gerakan lokal dalam pengelolaan lingkungan saat menyampaikan sambutan pada acara penganugerahan Kalpataru 2022 dan Nirwasita Tantra 2021.
Menurut dia, para pejuang lingkungan yang bergerak di tingkat tapak merupakan garda terdepan upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan di wilayah masing-masing.
Para pemimpin dan pejuang lingkungan hidup dapat menjadi teladan dan inspirasi yang menggerakkan partisipasi individu maupun kelompok masyarakat dalam upaya-upaya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut para penerima penghargaan di bidang lingkungan sebagai tokoh yang punya peran penting, peran luar biasa, dalam upaya pemulihan lingkungan hidup dan hutan.
Menurut dia, pemberian penghargaan Kalpataru kepada tokoh masyarakat dan Nirwasita Tantra kepada pemimpin daerah merupakan bagian dari jawaban pertanyaan mengenai sosok pemimpin dan pejuang dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.
Dia mengemukakan bahwa penganugerahan Kalpataru yang telah dilaksanakan selama 42 tahun memberikan gambaran mengenai kontribusi nyata masyarakat pada upaya pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Alue optimistis selanjutnya akan semakin banyak tokoh lokal yang menggerakkan kegiatan konservasi lingkungan hidup, mengingat peningkatan kualitas lingkungan hidup berkaitan erat dengan kondisi kesejahteraan masyarakat.
Penghargaan Kalpataru dan Nirwasita Tantra, menurut dia, merupakan amanah bagi penerima penghargaan untuk melanjutkan upaya menjaga dan melestarikan bumi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto mengemukakan bahwa kepemimpinan menjadi kunci dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup dan hutan.
“90 persen itu ditentukan oleh ketokohan, dari sisi kebijakan dan juga untuk kebijakan implementasinya,” kata Bambang.
Dia juga mengatakan bahwa penggabungan penganugerahan Kalpataru dan Nirwasita Tantra mempertemukan eksekutif, legislatif, dan aktivis lingkungan hidup.
Pertemuan mereka diharapkan dapat mendorong munculnya gerakan terintegrasi penyelamatan lingkungan serta upaya-upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Titik putih di kejauhan itu semakin dekat makin jelas, ketika speedboat yang kami naiki menepi ke pantai. Ternyata sebuah bangunan Gereja, mungkin bangunan termegah di kawasan ini.
Inilah kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau kecil Haruku. Pulau yang juga salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Maluku Tengah. Terletak di antara segi tiga Pulau Seram, Pulau Ambon dan Pulau Saparua.
Menumpang speedboat, kami berlima hanya memerlukan waktu 30 menit menyeberang dari pelabuhan Tulehu Ambon ke Haruku.
Matahari pagi masih di seperempat langit, angin laut bertiup lembut. Kedatangan kami disambut oleh om Eliza dan para tetua di pelabuhan. Beriringan kami menyusuri jalan berpasir dan sebagian paving blok. Aroma laut membawa sensasi tersendiri bagiku.
Kami melangkah menuju rumah om Eliza. Berjalan menuju rumah kewang, hanya berjarak 500 meter dari pelabuhan. Belum sampai lima menit kami berjalan, takjub aku melihat pintu gerbang batu. Bangunan kuno gerbang batu dari sebuah benteng. Dari papan keterangan yang dipasang, tertulis “Dibangun pasukan Belanda pada tahun 1626”, saat ini masih tersisa, meski tinggal puing. Di bagian atas gerbang bekas benteng itu bertulisan Nieuw Zeelandia.
Benteng Nieuw Zeelandia itu pernah diserang Pattimura bersama pemuda Maluku pada tahun 1817. Berbentuk segi empat dengan dua bastion, tinggi tembok sekitar empat meter. Benteng ini menghadap pulau Ambon, untuk menjaga serangan dari Ambon. Struktur bangunan telah hilang tinggal gerbang yang saat ini agak miring, batunya sudah retak-retak tidak terawat.
Penyebab rusaknya gerbang dan tembok benteng, karena sering sekali ada banjir, dan gempa. Keterangan ini aku peroleh keesokan harinya ketika berjalan-jalan pagi, aku sempat bertanya pada salah satu penduduk.
Beberapa foto tentang Haruku di media sosial, memperlihatkan gerbang benteng Nieuw Zeelandia, digunakan orang sebagai latar belakang foto. Alangkah baiknya apabila ada niat pemerintah Kabupaten atau Desa untuk merawat peninggalan bersejarah ini.
Bertamu ke rumah om Eliza yang juga menjadi rumah Kewang adalah sebuah keberuntungan bagiku. Menambah wawasanku tentang pulau kecil sarat adat yang unik.
Kedatanganku ditemani empat orang dari Dinas LH Maluku dan BPSKL Maluku Papua. Bertujuan untuk memverifikasi om Eliza Marthen Kissya sebagai calon penerima penghargaan Kalpataru 2022.
Negeri Haruku pernah menerima penghargaan Kalpataru dari pemerintah pada tahun 1985, sebagai Negeri yang menjaga kearifan lokal melindungi lingkungan dengan aturan adatnya yang disebut sasi.
Aturan adat yang berbentuk larangan untuk merusak atau mengganggu lingkungan, dalam istilah Maluku disebut sasi. Ada empat jenis larangan yang hingga hari ini dijaga ketat oleh masyarakat Negeri Haruku. Yaitu : Sasi Laut, Sasi Darat, Sasi Kali dan Sasi Dalam Negeri.
Cerita tentang keberhasilan om Eliza dalam menjaga lingkungan sudah banyak diulas di media. Tapi aku penasaran, sebenarnya siapakah om Eliza ini? Kalau dibilang orang asli Haruku, apakah benar om Eliza Marthen Kissya berdarah asli 100% Haruku?
Om Eli begitu orang lebih suka memanggilnya, sebenarnya mempunyai darah keturunan dari Pulau Jawa, tepatnya tanah Pasundan.
Alkisah pada suatu saat, ada seorang pemuda Haruku (Philip Kissya) yang merantau sampai ke Jawa Barat.
Dan bertemulah dengan seorang gadis Sunda dari Sukabumi bernama Siti. Mereka memadu kasih dan memutuskan untuk hidup dalam satu ikatan perkawinan. Mereka hidup berumah tangga di Sukabumi bersama dengan anak tunggal mereka Benyamin Kissya.
Menyandang nama Kissya memang berat, pemuda perantau yang bernama Philip Kissya ini, mempunyai kewajiban menjadi penjaga lingkungan secara adat yang disebut Kewang. Namun dia tidak merasa mampu dan pergi ke Jawa. Tugas warisan adat itu harus diturunkan pada keturunannya.
Benyamin masih usia remaja, ketika ayahnya meninggal dunia, dan disemayamkan di Sukabumi. Seminggu sebelum menghadap Tuhan, Philip dijemput tetua adat Haruku, diminta agar kembali ke kampung halaman untuk menjadi Ketua Kewang. Namun para utusan adat kembali dengan kegagalan.
Tidak sampai berbilang bulan, istri mediang Philip Kissya (Siti, kemudian mendapat nama baptis Susiana, setelah sampai di Haruku) dan anaknya memutuskan melanjutkan hidup di tanah kelahiran suaminya di Haruku.
Namun sejarah kembali berulang, anak tunggalnya Benyamin Kissya juga tidak bersedia menerima tugas ini. Bahkan dia juga pergi meninggalkan Haruku bersama Ema Watimena istrinya, untuk tinggal di Ambon bekerja sebagai pegawai negeri. Kewajiban sebagai Kewang dijalankan oleh adik sepupu jauh.
Tuntutan dari adat, agar keturunan Kissya bersedia mengemban tugas menjadi Ketua Kewang, ditagih oleh para tetua adat kepada Benyamin. Kali ini tanah Haruku bisa tersenyum bahagia, ketika Eliza Marthen Kissya anak pertama Benyamin, cucu Philip dan Siti, dengan setulus hati, menerima tugas mulia ini.
Masa kecil Eliza memang dihabiskan di Haruku. Untuk mendapatkan pendidikan merawat lingkungan laut, darat, sungai juga hutan, dari pamannya yang masih satu fam dan saat itu menjabat sebagai Ketua Kewang.
Eli kecil telah dipersiapkan sebagai penerus calon Ketua Kewang.
Secara adat fam Kissya mewarisi tugas sebagai ketua Kewang atau “penjaga lingkungan“. Sebagai garis keturunan Kissya, Eliza mempunyai panggilan jiwa sejak kecil, untuk menjaga alam Haruku.
Pengorbanan besar yang dia persembahkan, yakni rela tidak sekolah lagi, dia hanya mengenyam sampai Sekolah Dasar. Karena kalau dia bersekolah SMP harus menyeberang ke Ambon, dan meninggalkan Haruku. Hal inilah yang dikhawatirkan para tetua adat. Dan dengan kebesaran hati seorang anak kecil, dia ikhlas melepas kesempatan untuk tidak mendapatkan pendidikan yang sangat penting bagi hidupnya, demi tanah leluhur Haruku.
Pada usia 30 tahun, yaitu tahun 1979 Eliza Marthen Kissya dinobatkan oleh tetua adat sebagai Ketua Kewang. Bertugas untuk menjaga seluruh lingkungan di Haruku.
Kepemimpinannya berhasil, terbukti dengan diraihnya penghargaan Kalpataru pada tahun 1985, menyatakan bahwa negeri Haruku berhasil menjaga lingkungan dengan menerapkan aturan adat Sasi. Om Eli telah menghidupkan dan menegakkan kembali aturan adat sasi yang telah dimiliki oleh masyarakat adat Haruku sejak tahun 1600 an.
Om Eli sang “Maestro Seni“ (telah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) merupakan seniman musik okulele dan pakar pantun.
Eliza laki-laki kelahiran Haruku, Maluku pada 12 Maret 1949, mencintai alam dengan sepenuh hati, dengan segala daya mempertahankan aturan adat.
Sudah ratusan anak-anak di Haruku, Seram, Saparua hingga Banda mendapatkan pendidikan lingkungan darinya.
Belajar sepanjang jalan, dilakukan om Eli seumur hidupnya. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya, tidak kalah dengan para sarjana. Kecerdasan dan ketekunan om Eli sangat terlihat ketika membahas rencana dan langkah yang akan dia lakukan demi keselamatan lingkungan Haruku.
Pemahaman tentang alam, membawa om Eli keluar jauh dari negeri Haruku, pulau bahkan negaranya. Beberapa negara antara lain Spanyol, Italia telah dia singgahi sebagai nara sumber pada pertemuan tingkat internasional.
Sebagai ahli waris dia pun berkewajiban mewariskannya ke anak cucu. Kini Om Eli membentuk kewang-kewang muda, sebagai penerusnya, kewang bisa berasal dari fam selain Kissya. Namun ketua Kewang harus dari keturunan Fam Kissya.
Dalam hal ini Om Eli telah mempersiapkan dua orang cucunya, Patricia Kissya dan Emil Kissya.
Nama Emil dia berikan pada cucunya, terilhami oleh Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim. Emil Salim pernah berkunjung ke Haruku ketika akan mencalonkan Negeri Haruku sebagai penerima Kalpataru 1985. Seluruh hidupnya telah dia persembahkan untuk alam Haruku, semoga alam semesta pun memuliakannya.
Angin laut berhembus sepoi-poi, suara petikan okulele om Eli menghanyutkan suasana, malam makin gelap, kutatap langit Haruku bertabur bintang.
Merasa senang berburu gurita Gurita berenang di laut Aru Eliza datang dari Haruku ke Jakarta Untuk menerima Penghargaan Kalpataru
catatan : Pada tanggal 20 Juli 2022, Eliza Marthen Kissya menerima Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan dari KLHK.