Kissya Pewaris Adat Haruku

Titik putih di kejauhan itu semakin dekat makin jelas, ketika speedboat yang kami naiki menepi ke pantai. Ternyata sebuah bangunan Gereja, mungkin bangunan termegah di kawasan ini.

Inilah kali pertama aku menginjakkan kaki di pulau kecil Haruku. Pulau yang juga salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Maluku Tengah. Terletak di antara segi tiga Pulau Seram, Pulau Ambon dan Pulau Saparua.

Eliza Kissya
Eliza Marthen Kissya Ketua Kewang dari Haruku

Menumpang speedboat, kami berlima hanya memerlukan waktu 30 menit menyeberang dari pelabuhan Tulehu Ambon ke Haruku.

Matahari pagi masih di seperempat langit, angin laut bertiup lembut. Kedatangan kami disambut oleh om Eliza dan para tetua di pelabuhan. Beriringan kami menyusuri jalan berpasir dan sebagian paving blok. Aroma laut membawa sensasi tersendiri bagiku.

Kami melangkah menuju rumah om Eliza. Berjalan menuju rumah kewang, hanya berjarak 500 meter dari pelabuhan. Belum sampai lima menit kami berjalan, takjub aku melihat pintu gerbang batu. Bangunan kuno gerbang batu dari sebuah benteng. Dari papan keterangan yang dipasang, tertulis “Dibangun pasukan Belanda pada tahun 1626”, saat ini masih tersisa, meski tinggal puing. Di bagian atas gerbang bekas benteng itu bertulisan Nieuw Zeelandia.

Benteng Nieuw Zeelandia
Benteng Nieuw Zeelandia dibangun pada tahun 1626

Benteng Nieuw Zeelandia itu pernah diserang Pattimura bersama pemuda Maluku pada tahun 1817. Berbentuk segi empat dengan dua bastion, tinggi tembok sekitar empat meter. Benteng ini menghadap pulau Ambon, untuk menjaga serangan dari Ambon. Struktur bangunan telah hilang tinggal gerbang yang saat ini agak miring, batunya sudah retak-retak tidak terawat.

Penyebab rusaknya gerbang dan tembok benteng, karena sering sekali ada banjir, dan gempa. Keterangan ini aku peroleh keesokan harinya ketika berjalan-jalan pagi, aku sempat bertanya pada salah satu penduduk.

Beberapa foto tentang Haruku di media sosial, memperlihatkan gerbang benteng Nieuw Zeelandia, digunakan orang sebagai latar belakang foto. Alangkah baiknya apabila ada niat pemerintah Kabupaten atau Desa untuk merawat peninggalan bersejarah ini.

Bertamu ke rumah om Eliza yang juga menjadi rumah Kewang adalah sebuah keberuntungan bagiku. Menambah wawasanku tentang pulau kecil sarat adat yang unik.

Kedatanganku ditemani empat orang dari Dinas LH Maluku dan BPSKL Maluku Papua. Bertujuan untuk memverifikasi om Eliza Marthen Kissya sebagai calon penerima penghargaan Kalpataru 2022.

Negeri Haruku pernah menerima penghargaan Kalpataru dari pemerintah pada tahun 1985, sebagai Negeri yang menjaga kearifan lokal melindungi lingkungan dengan aturan adatnya yang disebut sasi.

Aturan adat yang berbentuk larangan untuk merusak atau mengganggu lingkungan, dalam istilah Maluku disebut sasi. Ada empat jenis larangan yang hingga hari ini dijaga ketat oleh masyarakat Negeri Haruku. Yaitu : Sasi Laut, Sasi Darat, Sasi Kali dan Sasi Dalam Negeri.

Cerita tentang keberhasilan om Eliza dalam menjaga lingkungan sudah banyak diulas di media. Tapi aku penasaran, sebenarnya siapakah om Eliza ini? Kalau dibilang orang asli Haruku, apakah benar om Eliza Marthen Kissya berdarah asli 100% Haruku?

Om Eli begitu orang lebih suka memanggilnya, sebenarnya mempunyai darah keturunan dari Pulau Jawa, tepatnya tanah Pasundan.

Alkisah pada suatu saat, ada seorang pemuda Haruku (Philip Kissya) yang merantau sampai ke Jawa Barat.
Dan bertemulah dengan seorang gadis Sunda dari Sukabumi bernama Siti. Mereka memadu kasih dan memutuskan untuk hidup dalam satu ikatan perkawinan. Mereka hidup berumah tangga di Sukabumi bersama dengan anak tunggal mereka Benyamin Kissya.

Menyandang nama Kissya memang berat, pemuda perantau yang bernama Philip Kissya ini, mempunyai kewajiban menjadi penjaga lingkungan secara adat yang disebut Kewang. Namun dia tidak merasa mampu dan pergi ke Jawa. Tugas warisan adat itu harus diturunkan pada keturunannya.

Benyamin masih usia remaja, ketika ayahnya meninggal dunia, dan disemayamkan di Sukabumi. Seminggu sebelum menghadap Tuhan, Philip dijemput tetua adat Haruku, diminta agar kembali ke kampung halaman untuk menjadi Ketua Kewang. Namun para utusan adat kembali dengan kegagalan.

Tidak sampai berbilang bulan, istri mediang Philip Kissya (Siti, kemudian mendapat nama baptis Susiana, setelah sampai di Haruku) dan anaknya memutuskan melanjutkan hidup di tanah kelahiran suaminya di Haruku.

Namun sejarah kembali berulang, anak tunggalnya Benyamin Kissya juga tidak bersedia menerima tugas ini. Bahkan dia juga pergi meninggalkan Haruku bersama Ema Watimena istrinya, untuk tinggal di Ambon bekerja sebagai pegawai negeri. Kewajiban sebagai Kewang dijalankan oleh adik sepupu jauh.

Tuntutan dari adat, agar keturunan Kissya bersedia mengemban tugas menjadi Ketua Kewang, ditagih oleh para tetua adat kepada Benyamin. Kali ini tanah Haruku bisa tersenyum bahagia, ketika Eliza Marthen Kissya anak pertama Benyamin, cucu Philip dan Siti, dengan setulus hati, menerima tugas mulia ini.

Masa kecil Eliza memang dihabiskan di Haruku. Untuk mendapatkan pendidikan merawat lingkungan laut, darat, sungai juga hutan, dari pamannya yang masih satu fam dan saat itu menjabat sebagai Ketua Kewang.

Eli kecil telah dipersiapkan sebagai penerus calon Ketua Kewang.
Secara adat fam Kissya mewarisi tugas sebagai ketua Kewang atau “penjaga lingkungan“. Sebagai garis keturunan Kissya, Eliza mempunyai panggilan jiwa sejak kecil, untuk menjaga alam Haruku.

Pengorbanan besar yang dia persembahkan, yakni rela tidak sekolah lagi, dia hanya mengenyam sampai Sekolah Dasar. Karena kalau dia bersekolah SMP harus menyeberang ke Ambon, dan meninggalkan Haruku. Hal inilah yang dikhawatirkan para tetua adat. Dan dengan kebesaran hati seorang anak kecil, dia ikhlas melepas kesempatan untuk tidak mendapatkan pendidikan yang sangat penting bagi hidupnya, demi tanah leluhur Haruku.

Pada usia 30 tahun, yaitu tahun 1979 Eliza Marthen Kissya dinobatkan oleh tetua adat sebagai Ketua Kewang. Bertugas untuk menjaga seluruh lingkungan di Haruku.

Kepemimpinannya berhasil, terbukti dengan diraihnya penghargaan Kalpataru pada tahun 1985, menyatakan bahwa negeri Haruku berhasil menjaga lingkungan dengan menerapkan aturan adat Sasi. Om Eli telah menghidupkan dan menegakkan kembali aturan adat sasi yang telah dimiliki oleh masyarakat adat Haruku sejak tahun 1600 an.
Om Eli sang “Maestro Seni“ (telah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) merupakan seniman musik okulele dan pakar pantun.

Berdua dengan Om Eliza Kissya pada malam ramah tamah Penghargaan Kalpataru 2022
Bersama om Eli di malam Ramah Tamah Kalpataru

Eliza laki-laki kelahiran Haruku, Maluku pada 12 Maret 1949, mencintai alam dengan sepenuh hati, dengan segala daya mempertahankan aturan adat.

Sudah ratusan anak-anak di Haruku, Seram, Saparua hingga Banda mendapatkan pendidikan lingkungan darinya.

Belajar sepanjang jalan, dilakukan om Eli seumur hidupnya. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya, tidak kalah dengan para sarjana. Kecerdasan dan ketekunan om Eli sangat terlihat ketika membahas rencana dan langkah yang akan dia lakukan demi keselamatan lingkungan Haruku.

Pemahaman tentang alam, membawa om Eli keluar jauh dari negeri Haruku, pulau bahkan negaranya. Beberapa negara antara lain Spanyol, Italia telah dia singgahi sebagai nara sumber pada pertemuan tingkat internasional.

Sebagai ahli waris dia pun berkewajiban mewariskannya ke anak cucu. Kini Om Eli membentuk kewang-kewang muda, sebagai penerusnya, kewang bisa berasal dari fam selain Kissya. Namun ketua Kewang  harus dari keturunan Fam Kissya.

Dalam hal ini Om Eli telah mempersiapkan dua orang cucunya, Patricia Kissya dan Emil Kissya.

Nama Emil dia berikan pada cucunya, terilhami oleh Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim. Emil Salim pernah berkunjung ke Haruku ketika akan mencalonkan Negeri Haruku sebagai penerima Kalpataru 1985. Seluruh hidupnya telah dia persembahkan untuk alam Haruku, semoga alam semesta pun memuliakannya.

Angin laut berhembus sepoi-poi, suara petikan okulele om Eli menghanyutkan suasana, malam makin gelap, kutatap langit Haruku bertabur bintang.

Merasa senang berburu gurita
Gurita berenang di laut Aru
Eliza datang dari Haruku ke Jakarta
Untuk menerima Penghargaan Kalpataru

catatan :   Pada tanggal 20 Juli 2022, Eliza Marthen Kissya menerima Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan dari KLHK.

Tower Jasmine, 24 Juli 2022

Sumber tulisan : https://inungminto.com/kissya-pewaris-adat-haruku.html

Eliza Kissya, Kepala Kewang Negeri Haruku Penerima Kalpataru

“Rela Tak Bersekolah Demi Melestarikan Warisan Leluhur”

Eliza Marthen Kissya, Kepala Kewang (penjaga lingkungan) Negeri Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah meraih penghargaan Kalpataru 2022 kategori pembina lingkungan. Ia bertekad menjaga lingkungan hingga akhir hayat.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Alue Dohong menyerahkan Penghargaan Kalpataru tahun 2022 kepada Eliza dan 9 orang penerima lainnya di Jakarta, Rabu, 20 Juli 2022. Eliza diusulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku.

Tak mudah bagi pria kelahiran 1949, itu menggapai Kalpataru, penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup di Indonesia ini. Eliza telah menjaga lingkungan hidup di Pulau Haruku dan hampir seluruh wilayah di Maluku, jauh sebelum penghargaan ini pertama kali diadakan pada 1980.

Sudah 43 tahun, lelaki yang suka berpantun dan berpuisi itu mengabdi untuk lingkungan. Sejak berumur 30, Opa Eli–biasa dipanggil–telah diberi tanggung jawab menjadi Kepala Kewang di Negeri Haruku.

Ia tak pernah berharap menerima penghargaan. “Saya tidak pernah berpikir sampai menerima penghargaan. Saya mengabdi karena itu tanggung jawab saya,” kata Eliza saat berbincang bersama Ambonterkini.id, 16 Juni lalu di kantor Gubernur Maluku mengenai pengusulan namanya masuk nominasi penerima penghargaan Kalpataru.

Keluarga Eliza adalah keluarga kepala kewang. Kewang merupakan pranata hukum adat yang berperan menjaga alam di darat dan laut. Menurut dia, Kewang berasal kata Ewang, yang bermakna ‘penjaga hutan atau alam’ secara menyeluruh.

Sejak zaman leluhur, tak hanya lelaki, perempuan juga diberi amanah sebagai pengurus Kewang. Karena itu, di dalam Kewang Haruku terdapat 5 perempuan yang mewakili lima soa, berbeda dengan kebanyakan Kewang di Maluku.

Pilihan hidup, sekaligus tanggung jawab meneruskan warisan leluhur itulah, membuat Opa Eli tak menikmati pendidikan seperti kawan sebayanya dulu. Padahal, ayahnya seorang pegawai negeri sipil yang tentu mampu secara ekonomi.

“Saya tidak sekolah meski bapak saya pegawai. Saya harus tetap tinggal di kampung untuk merawat ini (Kewang) karena warisan,”tegasnya.

Meski hanya mengecap pendidikan sampai tingkat sekolah rakyat (SR), tapi Eliza membuktikan, belajar tak hanya sebatas pendidikan di bangku sekolah.

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Eliza banyak mengikuti pendidikan non-formal, di antaranya Pendidikan Konservasi Alam oleh Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1987), Latihan Budidaya Perikanan di Politeknik Universitas Pattimura (1989), Latihan Analisa Dampak Lingkungan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Yayasan Hualopu (1991); Studi Banding Pertanian Lahan Kering di Flores (1992); dan Latihan Media Komunikasi Rakyat oleh SEARICE (1993).

Dalam kedudukannya sebagai pemangku atau kepala pelaksana adat alias Kewang  Negeri Haruku, Eliza juga terlibat aktif dalam pertemuan-pertemuan regional, antara lain pada Pertemuan Nelayan se-Indonesia Timur di Lombok (1989) serta Simposium Sumber Daya Hukum Lingkungan dan Seminar Hukum Adat Kelautan di Universitas Pattimura, Ambon (1991).

Aktivitas Eliza selama ini hanya di alam. Berupaya mempertahankan kelestarian lingkungan lewat kearifan lokal seperti Sasi, sebab ia yakin, itu merupakan solusi jangka panjang untuk menjaga keharmonisan manusia dan alam.

Sasi adalah larangan mengambil hasil sumber daya alam tertentu dalam waktu tertentu sebagai upaya pelestarian alam demi menjaga mutu dan keberlanjutannya. Ada empat jenis sasi di Negeri Haruku, menurut Eliza, yakni sasi hutan, sasi laut, sasi sungai, dan sasi negeri.

Sasi Laut dengan area sasi dihitung 200 meter dari pesisir pantai ke arah laut, Sasi Sungai yang mengatur perlindungan dan pemanfaatan area sepanjang sungai, Sasi Hutan yang mencakup aturan-aturan pemanfaatan hutan, dan Sasi Negeri yang mencakup aturan-aturan tata cara hidup bermasyarakat.

“Hal-hal inilah yang menjadi nilai jual bagi Kewang Haruku. Jadi, jauh sebelum dunia bicara pembangunan berkelanjutan, adat kita sudah mengajarkan untuk tetap menjaga alam dengan baik,”katanya lagi.

Pada 1985 atau setelah sepuluh tahun diangkat sebagai kepala Kewang, masyarakat Desa Haruku menerima Kalptaru kategori penyelamat lingkungan, yang tak terlepas dari kontribusi Eliza. Konsistensinya membawanya mendapatkan sejumlah penghargaan setelahnya, antara lain Satya Lencana (1999), Coastal Award (2010), penghargaan sebagai tokoh inspiratif dalam penanggulangan bencana dari Badan Penanggulangan Bencana (2012), dan Kalpataru KLHK 2022.

Namun, beragam penghargaan ini tak membuatnya cepat puas. Ia tetap merendah, dan memaknai penghargaan itu sebagai tanggung jawab moril. Karena itu, Eliza terus berada di jalan sunyi pengabdian pada alam.

Pria yang mahir memetik Ukelele, itu telah melakukan penetasan burung Maleo (Eulipoa wallacei), penetasan dan pelepasan penyu, pembibitan dan penanamabn bakau, serta menjaga tradisi Sasi Lompa, larangan masyarakat untuk mengambil ikan lompa (Trisina Baelama),membangun gedung pendidikan lingkungan, tempat pelatihan pertanian organik, dan membangun perpustakaan.

“Banyak orang berusaha mendapatkan sebuah penghargaan, tapi mempertahankan nilai penghargaan itu yang sulit,”ucapnya.

Melahirkan Penerus

Eliza sadar, tantangan mempertahankan kelestarian lingkungan tak mudah. Karena itu, ia telah berikhtiar melahirkan generasi penerus Kewang di Haruku.

Eliza telah mendidik lebih dari 100 orang muda untuk menjadi kewang. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, termasuk anak-anak dan cucu-cucunya.

Tak mudah menjadi menjadi kewang, kata Eliza. Harus melalui seleksi ketat dan belajar terus-menerus. “Selama dua tahun terakhir ini, saya membentuk kewang muda Maluku di Banda,”tuturnya.

Menurut kakek 16 cucu ini, Kewang penting ada untuk menjaga seumber daya alam dengan baik demi anak cucuk daerah ini kedepan. Ia juga berpesan bagi siapa pun yang mengabdikan diri untuk lingkungan agar tidak berpikir mengharapkan sesuatu dari pemerintah atau negara.

“Kalau hutan lebat, Maluku bilang Ewang, salah kelola seng (tidak) ada ampong (ampun). Karena warisan leluhur, beta (saya) rela tinggal di kampung,”pantun Eliza menutup perbincangan kami hari itu.

Menjadi Inspirasi

Dikutip dari laman KLHK, sejak 1980, pemerintah Indonesia memberikan Penghargaan Kalpataru kepada mereka yang berjasa dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Hingga tahun 2022, sudah ada 408 penerima Penghargaan Kalpataru yang tersebar di seluruh Indonesia.

Penghargaan Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada mereka, baik individu, maupun kelompok, yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.

Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi pemerintah kepada para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan yang telah menjadi ujung tombak atau garda terdepan dalam upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.

Secara rutin diberikan oleh KLHK, kepada mereka yang telah terbukti memiliki kepedulian, komitmen, prakarsa, inovasi, motivasi, dan kreativitas secara berkelanjutan, sehingga berdampak positif terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan.

“Para pemimpin dan pejuang lingkungan hidup peraih penghargaan ini diharapkan menjadi contoh, inspirasi, dan pemicu yang mendorong inisiatif dan partisipasi individu atau kelompok masyarakat lainnya secara lebih luas,” ujar Alue Dohong dalam arahannya pada acara penyerahan Penghargaan Kalpataru tahun ini.

Wamen menekankan agar para penerima Penghargaan Kalpataru menjaga amanah untuk terus menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup dan kehutanan di bumi yang hanya satu ini, demi generasi mendatang.

sumber berita: https://ambonterkini.id/news_read/eliza-kissya-kepala-kewang-negeri-haruku-penerima-399

SIARAN PERS Nomor: SP.198/HUMAS/PPIP/HMS.3/07/2022 Tentang Penganugerahan KALPATARU Tahun 2022 dan Penyerahan Penghargaan NIRWASITA TANTRA Tahun 2021

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Alue Dohong menyerahkan Penghargaan Kalpataru tahun 2022 kepada 10 orang penerima dan Penghargaan Nirwasita Tantra tahun 2021 kepada 42 orang kepala daerah, pada Hari Rabu, 20 Juli 2022 di Jakarta. Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi pemerintah kepada para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan yang telah menjadi ujung tombak/garda terdepan dalam upaya pemulihan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.

Penghargaan ini secara rutin diberikan oleh KLHK, kepada mereka yang telah terbukti memiliki kepedulian, komitmen, prakarsa, inovasi, motivasi, dan kreativitas secara berkelanjutan, sehingga berdampak positif terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan.

“Para pemimpin dan pejuang lingkungan hidup peraih penghargaan ini diharapkan menjadi contoh, inspirasi, dan pemicu yang mendorong inisiatif dan partisipasi individu atau kelompok masyarakat lainnya secara lebih luas,” ujar Wakil Menteri (Wamen) LHK, Alue Dohong dalam arahannya pada acara ini.

Wamen menekankan agar para penerima Penghargaan Kalpataru dan Nirwasita Tantra menjaga amanah untuk terus menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup dan kehutanan di bumi yang hanya satu ini, demi generasi mendatang.

Wamen Alue juga menyatakan jika selain dengan memberikan penghargaan terhadap para pemimpin daerah dan pejuang lingkungan, Pemerintah juga terus mengupayakan berbagai inisiatif dalam menjaganya keberlanjutan lingkungan salah satunya dengan inisiatif menjadikan sektor FOLU (Forest and other Land Uses) sebagai Net Sink di tahun 2030 melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

“Jadi Pemerintah menargetkan pada tahun 2030, emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan seimbang antara pelepasan dan penyerapannya,” ujar Wamen.

Dengan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Pemerintah berharap akan timbul manfaat ganda berupa pengurangan terukur laju emisi, perbaikan dan peningkatan tutupan kanopi hutan dan lahan, perbaikan berbagai fungsi hutan seperti tata air, iklim mikro, ekosistem, konservasi biodiversity, sekaligus sumbangan bagi kesejahteraan, kesetaraan dan kesehatan masyarakat, serta tegaknya hukum.

“Prinsipnya adalah mengembalikan keberadaan hutan alam nasional dan fungsinya sebagai penyangga kehidupan secara utuh,” imbuh Wamen Alue.

Penerima Penghargaan Kalpataru tahun 2022, kepada 10 penerima, terdiri dari: 3 (tiga) Penerima kategori Perintis, 3 (tiga) kelompok Penerima kategori Penyelamat, 2 (dua) penerima kategori Pengabdi dan 2 (dua) penerima kategori Pembina. Selain itu diberikan pula 1 (satu) penghargaan khusus bidang kolaborasi dalam pengabdian lingkungan.

Penerimaan Penghargaan Kalpataru tahun 2022 kategori pembina adalah: (1) Pendeta Rasely Sinampe 49 tahun, tokoh agama yang berasal dari Toraja tepatnya di Wilayah Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. (2) Eliza Marthen Kissya 73 tahun, seorang putra daerah penerus adat Kewang secara turun temurun di Negeri Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Untuk kategori penyelamat lingkungan penghargaan diberikan kepada (3) Masyarakat Hukum Adat Mului merupakan kelompok masyarakat adat yang berada di Desa Swan Slutung, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur, (4) Kelompok Tani Hutan (KTH) KOFARWIS adalah kelompok tani yang berada di Kawasan Hutan Rimba Jaya, Biak Numfor, Papua, dan (5) Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) berawal dari komunitas yang memberikan perhatian serius pada program perlindungan dan pelestarian Bekantan dengan misi “Save Our Mascot” dan tahun 2018 melalui program “Bekantan Goes Global”.

Selanjutnya untuk kategori pengabdi lingkungan penghargaan kalpataru diberikan kepada: (6) Dodi Permana 36 tahun, seorang anggota POLRI berpangkat Aipda yang juga pelopor berdirinya Bank Sampah DP Partner, dan (7) Zulkifli 46 tahun, warga kelurahan Tobeleu, kota Ternate Utara, seorang Pegawai Negeri Sipil yang berhasil mengatasi krisis air bersih di daerahnya. Kemudian untuk kategori perintis lingkungan penghargaan diberikan kepada: (8) Leni Haini 45 tahun, mantan atlet dayung Nasional kelahiran Jambi, dengan prestasi yang membanggakan baik di tingkat Nasional maupun Internasional yang menyelamatkan ekosistem Danau Sipin seluas 120 ha dari sampah dan enceng gondok, (9) Da’im 61 tahun adalah pejuang lingkungan di lereng Gunung Lemongan yang pantang menyerah memperbaiki kondisi hutan yang gersang dan rawan banjir di desanya, dan (10) Rudi Hartono 27 tahun, seorang yang berhasil merintis perbaikan ekosistem mangrove dan pesisir di desanya, Desa Sungai Kupah, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

Terakhir Penghargaan Kalpataru tahun 2022 juga diberikan untuk kategori khusus bidang kolaborasi dalam pengabdian lingkungan kepada Gerakan Ciliwung Bersih Kelurahan Karet Tengah Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat.

Sedangkan Penghargaan Nirwasita Tantra tahun 2021 diserahkan kepada 42 pemimpin daerah terbaik yang dibedakan dalam kategori Provinsi, Kabupaten Besar, Kabupaten Sedang, Kabupaten Kecil, Kota Besar, Kota Sedang dan Kota Kecil. Tiap Kategori diberikan kepada 3 Kepala Daerah terbaik, 3 DPRD terbaik, dan 5 Pemerintahan terbaik.

Selain penyerahan Penghargaan Kalpataru Tahun 2022 dan Nirwasita Tantra tahun 2021, akan dirangkaikan dengan Talkshow bertema “Satu Bumi untuk Masa Depan” – Kolaborasi Anak Muda Cinta Lingkungan, yang melibatkan narasumber dari pemerintah (Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto), penerima penghargaan Kalpataru tahun 2022 (Rudi Hartono dan Amalia), dan Pemerintah Daerah (Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Bupati Lumajang Thoriqul Haq).

Bercermin pada kiprah para pemimpin dan pahlawan lingkungan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak partisipasi dan kepedulian semua pihak terutama generasi muda untuk berbuat lebih nyata untuk melestarikan lingkungan hidup dan kehutanan demi terwujudnya bumi yang bersih dan hijau.

Penetapan penerima Penghargaan Kalpataru tahun 2022 berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor SK.533/MENLHK/PSKL/PSL.3/5/2022 tanggal 30 Mei 2022, tentang Penerima Penghargaan Kalpataru tahun 2022. Penghargaan Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada mereka, baik individu, maupun kelompok, yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, yang bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat baik individu maupun kelompok yang berjasa dan telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan lingkungan hidup dan kehutanan.

Program Kalpataru yang telah berjalan selama 42 tahun, telah mencatat sebanyak 408 Penerima Kalpataru dari seluruh Provinsi di Indonesia.

Kemudian untuk penetapan penerima penghargaan Nirwasita Tantra tahun 2021 adalah berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 161, 162 dan 553. Nirwasita Tantra adalah penghargaan pemerintah yang diberikan kepada kepala daerah yang dalam kepemimpinannya berhasil merumuskan dan menerapkan kebijakan sesuai prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan sehingga mampu memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Sejak mulai diselenggarakannya Penghargaan Nirwasita Tantra pada tahun 2016 dan berjalan sampai dengan tahun ini tercatat sebanyak 1137 peserta penerima yang dilihat dari jumlah pengirim Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) kepada KLHK, yang terdiri dari 145 Provinsi, 691 Kabupaten, dan 301 Kota. Pada tahun 2021 proses penentuan pemenang dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengiriman dokumen, penapisan tahap awal, penapisan tahap 2, dan pembuatan video klarifikasi, dan pengumuman pemenang.(*)
____
Jakarta, KLHK, 20 Juli 2022

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, KLHK
Nunu Anugrah

Website:
www.menlhk.go.id
www.ppid.menlhk.go.id

Youtube:
Kementerian LHK

Facebook:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Instagram:
kementerianlhk

Twitter:
@kementerianlhk

Ramah Tamah dengan Sahabat Bekantan Indonesia

9 Juni 2022, Direktorat Kemitraan Lingkungan kedatangan tamu istimewa dari Kalimantan Selatan (Kalsel) yaitu anggota Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Pertemuan ini menjadi istimewa karena SBI merupakan salah satu penerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Rombongan SBI didampingi oleh perwakilan dari pemerintah daerah Kalsel dan diterima di KLHK oleh Direktur Kemitraan Lingkungan.

Sedianya, pada tanggal 9 Juni 2022 ada acara serah terima penghargaan Kalpataru, karena satu dan lain hal maka acara tersebut diundur. Tetapi keadaan yang mendadak ini tidak menyurutkan semangat para anggota SBI yang datang jauh-jauh dari Pulau Kalimantan, kegembiraan itu tampak dari binar mata mereka yang tidak bisa disembunyikan.

Menarik untuk diperhatikan dan dijadikan bahan refleksi, anggota dari SBI adalah anak-anak muda, semangat dan usaha mereka patut dicontoh oleh anak-anak muda dari seluruh Indonesia. Sebenarnya Indonesia membutuhkan lebih banyak aksi-aksi dari anak muda seperti mereka di berbagai bidang.

Dalam ramah tamah dan diskusi terbuka dengan pegawai Direktorat Kemitraan Lingkungan, Kak Amalia (ketua yayasan), meluapkan kegembiraannya “Alahmdulillah, pada akhirnya, we did it setelah sekian lama.” SBI telah melaksanakan kegiatan menyelamatkan bekantan sejak 2012, berarti sudah hampir 10 tahun. Mereka memang pantas diganjar penghargaan Kalpataru oleh pemerintah.

Direktur Kemitraan Lingkungan, Jo Kumala Dewi, memberikan ucapan selamat secara langsung serta menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh anggota SBI atas berbagai usaha yang sudah dilakukan untuk menyelamatkan bekantan di Kalsel. Usaha yang dilakukan diantaranya adalah membuat konservasi bekantan, restorasi bakau rambai untuk habitat alami bekantan, dan eco-wisataa bekantan.

Diskusi pada siang itu juga membahas berbagai rencana kerjasama dan berbagai kemungkinan kolaborasi lain yang bisa dilakukan oleh anak-anak muda dan pemerintah. Kak Jo juga menyampaikan bahwa SBI harus mereplikasi kegiatannya tersebut di tempat lain, replikasi merupakan mandat dari Negara bagi setiap penerima penghargaan Kalpataru, yang dalam prosesnya difasilitasi oleh pemerintah.

Melihat penerima penghargaan Kalpataru yang sangat banyak, terutama di Pulau Kalimantan, Jo Kumala Dewi mengingatkan pentingnya kolaborasi antar penerima Kalpataru di Kalimantan. Penerima melakukan kolaborasi yang nantinya bisa memberikan pengaruh lebih luas tentang pentingnya menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan dan alam.

Penerima Kalpataru, harapannya, juga menginisiasi berbagai kelompok anak muda yang konsen di bidang lingkungan untuk dapat bergerak bersama. Gerakan anak-anak muda memang kecil, tetapi jika dilakukan bersama-sama dan konsisten akan menjadi gerakan yang besar dan berdampak luas. Kak Jo menyampaikan “kegiatan-kegiatan lingkungan memang harus dimulai dari hal-hal kecil dan dari diri sendiri”.

Sahabat SBI siap melakukan aksi selanjutnya di lapangan, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak dan  ternyata sangat banyak yang bisa dilakukan untuk kegiatan-kegiatan lingkungan. Kami menantikan kiprah SBI yang lebih luas untuk kelestarian lingkungan dan alam.

Ditulis : Ridwan F (Staf Dit, Kemitraan Lingkungan)

Editor : Nurhayati (Jafung Madya Dit. Kemitraan Lingkungan)

Bekantan dan Anak Muda: Menolak Punah

Berdasarkan laporan yang disediakan oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2022, total spesies hewan Indonesia yang terancam ada 1.225 spesies. Dari jumlah tersebut, 192 di antaranya sangat terancam punah, 361 terancam punah, dan 672 rentan terancam punah. Sementara itu, 3 spesies sudah dinyatakan punah.

 

Pada tahun 2000, bekantan (nasalis larvatus) yang berhabitat di hutan bakau, rawa dan hutan panti dikategorikan sebagai hewan dengan status endangered atau terancam punah oleh IUCN. Hewan endemik Kalimantan yang dikenal pemalu dan pandai berenang ini telah menjadi fauna maskot Kalimantan Selatan sejak tahun 1990. Adanya konflik dengan manusia seperti konversi lahan dan degradasi habitat serta sulitnya perkembangbiakan di habitat asli ditengarai menjadi alasan bekantan terancam punah.

Keresahan ini membuat Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Komunitas ini dibentuk dalam rangka membantu pemerintah dalam upaya perlindungan bekantan di Prov. Kalimantan Selatan. Tujuannya adalah sosialisasi untuk pelestarian dan perlindungan bekantan, pencegahan dan penghentian perburuan serta perdagangan bekantan, dan konservasi secara in-situ dan ex-situ. Ada tiga kegiatan besar yang sedang dilakukan SBI dalam upaya melindungi dan melestarikan bekantan yaitu:

  1. Konservasi, dengan mendirikan pusat rehabilitasi di Kota Banjarmasin dan stasiun riset bekantan di Pulau Curiak.
  2. Restorasi mangrove rambai melalui mangrove rambai center. Hingga 2021 sudah menanam 1.100 lebih mangrove rambai kurang lebih seluas 10 Ha.
  3. Mengembangkan eco-wisata bekantan.

Menariknya, Yayasan SBI yang didirikan sejak tahun 2012, sebagian besar anggotanya adalah ana-anak muda pada tingkat perguruan tinggi. Perhatian dan waktu yang diberikan oleh anak-anak muda terhadap kelestarian alam Indonesia perlu mendapat apresiasi setinggi-tingginya dari berbagai pihak dalam berbagai bentuk. Mereka adalah penerus yang akan menjaga tanah air Indonesia yang kaya akan flora dan fauna, sangat disayangkan jika generasi berikutnya hanya mengetahi flora dan fauna yang telah menjadi sejarah melalui foto dan video tanpa tahu bentuk nyatanya di alam.

Pada tahun 2022, SBI dianugerahi penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat. Salah satu dari 10 penerima penghargaan Kalpataru tahun 2022. Penerima penghargaan bukanlah pemenang, melainkan sebuah apresiasi tertinggi Pemerintah Indonesia kepada masyarakat yang berjasa terhadap kelestarian alam dan lingkungan. Harapannya, bahwa dari seluruh penerima Kalpataru bisa menjadi dan memberi contoh serta dan mengajari dalam melakukan pola-pola kegiatan kelestarian alam dan lingkungan.

Selain penerima penghargaan Kalpataru, di seluruh Indonesia, ada ribuan anak muda yang peduli dengan isu-isu lingkungan. Dalam kelompok-kelompok kecil sefrekuensi, mereka bergerak bahu-membahu melakukan  kampanye dan aksi kegiatan menjaga alam dan lingkungan. Dari mereka kita belajar bahwa menjaga kelestarian alam dan lingkugan bisa dimulai dari diri sendiri dan melalui hal-hal kecil.

Ditulis : Ridwan F (Staf Dit, Kemitraan Lingkungan)

Editor : Nurhayati (Jafung Madya Dit. Kemitraan Lingkungan)

Sumber:

https://www.iucnredlist.org/

https://www.bekantan.org/

https://kmisfip2.menlhk.go.id/news/detail/554

SEJARAH KALPATARU

Bangsa Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat melimpah, maka kelestarian alamnya pun menjadi tanggungjawab semua elemen masyarakat. Sejak 1980, Pemerintah Indonesia memberikan Penghargaan Kalpataru kepada meraka yang berjasa dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Hingga tahun 2022, sudah ada 408 penerima Penghargaan Kalpataru yang tersebar di seluruh Indonesia. Penghargaan Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada mereka, baik individu, maupun kelompok, yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.

Relief Kalpawreksa atau Kalpataru di Candi Pawon yang dijaga Kinnara-Kinnari, Apsara, dan Dewata

Relief Kalpataru di Candi Prambanan yang diapit Kinnara-Kinnari

Berdasarkan asal-usulnya, Lambang Kalpataru merujuk kepada relief pohon yang terdapat di Candi Mendut, relief ini juga ditemukan di Candi Pawon, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur, Jawa Tengah. Secara bahasa, pohon ini bernama Kalpawreksa (aksara Dewanagari), Kalpavṛkṣa (International Alphabet of Sanskrit Transliteration, IAST), atau Kalpataru, Kalpadruma, dan Kalpapāda. Istilah Kalpataru banyak di singgung dalam kitab kesusateraan India awal, misalnya Kitab Purana, Ramayana, Buvanakosa, Vayupurana, Meghaduta, dan Bhanabata. Namun dalam dokumen Sansekerta tidak menyebutkan secara spesifik atau menghubungkannya dengan pohon tertentu. Di Nusantara, Sumber tertulis pertama yang menyebutkan istilah kalpataru kemungkinan besar adalah prasasti berbentuk yupa peninggalan Raja Mulawarman dari Kerajaan Kutai. Selanjutnya cerita Tantu Panggelaran menyinggung suatu tempat bernama Hiranyapura yang dipenuhi dengan kalpataru. Penyebutan istilah kalpataru dan yang sejenis, juga terdapat dalam kitab Udyogaparwa, Brahmandapurana, Ramayana, Arjunawiwaha, dan Hariwijaya.

Relief Kalpataru di Candi Mendut bersama dengan dua bidadari, Harītī, dan Āţawaka

Relief Kalpataru di Candi Borobudur

Pada relief candi, penggambaran kalpataru selalu bertumpu pada lima ciri utama, yaitu binatang pengapit, jambangan bunga, untaian manik-manik atau mutiara, payung, dan burung. Binatang pengapit merupakan simbol dari pohon agar tetap suci dan jauh dari gangguan setan. Jambangan bunga merupakan simbol kekayaan, kemakmuran, dan kesuburan. Hal ini digambarkan oleh untaian manik-manik atau mutiara. Payung merupakan simbol kesucian. Sedangkan burung Kinnara-Kinnari (makhluk berwujud setengah manusia dan setengah burung) adalah makhluk penjaga pohon dan sekaligus lambang kehidupan.

Kalpataru merupakan gambaran pohon kahyangan, yang penuh dengan bunga-bunga, baik yang mekar maupun yang masih kuncup. Pada beberapa bunga yang mekar, di tengah-tengah mahkotanya yang terbuka menjuntai mutiara dan manik-manik. Bunga-bunga dan dedaunan tersusun dalam pola setangkup, membentuk gumpalan padat yang sedikit cembung, seakan menyembul dari sebuah vas bunga yang membentuk bagian batang pohon. Dalam mitologi Hindu, artinya adalah pohon yang mengabulkan permintaan. Pohon ini mencerminkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang serta merupakan tatanan yang menggambarkan keserasian hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup. Pada akhirnya, relief dan nama Kalpataru dipakai pemerintah dalam memberikan penghargaan kepada mereka yang memberikan sumbangsih pada kelestarian dan keberlanjutan alam Indonesia.

Ditulis: Ridwan

Editor: Andreas

Sumber:

  • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.30/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 Tentang Penghargaan Kalpataru
  • Tim Kalpataru 2020, Penghargaan Kalpataru 2020, Direktorat Kemitraan Lingkungan: Jakarta, 2020.
  • https://www.museumnasional.or.id/relief-kalpawreksa-3812
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kalpataru_(penghargaan)
  • https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kalpawreksa&tableofcontents=1
  • http://p3ejawa.menlhk.go.id/article22-kalpataru-penghargaan-tertinggi-bagi-pejuang-lingkungan.html#:~:text=Sejarah%20Penghargaan%20Kalpataru&text=untuk%20para%20pahlawan%20lingkungan%20hidup,jasanya%20pada%20usaha%20pelestarian%20lingkungan
  • https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/09/130000979/penghargaan-kalpataru-sejarah-makna-dan-kategorinya?page=all
  • https://www.facebook.com/TWCMEDIAA/posts/relief-pohon-kalpataru-di-candi-prambananselain-keberadaan-garuda-pada-kompleks-/2584275141647804/
  • http://borobudurpedia.id/kalpataru/

LAPORAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PERINGATAN LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 5 JUNI 2015

menteri_istanaIstana Bogor, 5 Juni 2015

Assalamualaikum Wr Wb.
Selamat Pagi, Salam sejahtera bagi kita semua,
Oom Swasti Astu,
Yth. Presiden RI, beserta Ibu Negara
Yth Pimpinan Lembaga Negara, Menteri Kabinet Kerja dan Para Menteri
Lingkungan dan Menteri Kehutanan Kabinet terdahulu
Yth Duta Besar Negara Sahabat, dan lembaga Multilateral,
Yth Para Gubernur, Bupati/Walikota, Asosiasi dan Dunia Usaha, akademis,
para aktivis organisasi masyarakat sipil, tokoh masyarakat, para
penerima penghargaan, aparat, petugas kebersihan, bank sampah,
pemulung dan undangan yang Berbahagia.

Dengan senantiasa mengharapkan ridho Allah SWT, ijinkan kami melaporkan kepada Yth Presiden RI tentang kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2015 beriut ini.

Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2015 merupakan peringatan ke-43 yang diinisiasi sejak tahun 1972 oleh Badan Lingkungan Hidup Dunia atau United Nations Environment Programme (UNEP). Tema peringatan tahun 2015 yaitu “Seven Bilion Dreams, One Planet, Consume With Care”, yang secara bebas disesuaikan menurut relevansi di Indonesia, dengan tema “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Dunia”.
Dalam rangkaian acara Hari Lingkungan Hidup tanggal 5 Juni yang dirangkaikan dengan Hari Bakti Rimbawan tanggal 16 Maret, berbagai kegiatan dilakukan meliputi upaya-upaya pemahaman atau kampanye public, dialog, menggali inisiatif masyarakat utnuk semakin memahami dan mencintai lingkungan dan rimba Indonesia. Beriringan dengan itu, kami terus melakukan konsolidasi kelembagaan, membangun korsa bersama, menstimulir ethos kerja dalam semangat penyatuan kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selanjutnya, pada kesempatan ini ijinkan kami menyampaikan kepada Yth Presiden RI, dua dokumen yaitu Buku Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2014 dan Buku Indeks Tata Kelola Hutan Tahun 2014, yang dapat menjadi salah satu alat ukur dalam perkembangan upaya mengelola lingkungan dan kehutanan.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dalam semangatnya merupakan capaian atas upaya pengarustamaan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. Capaian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2014, yaitu sebesar 63,42. Dalam RPJMN 2015-2019, IKLH menjadi ukuran kinerja pembangunan bidang lingkungan hidup. Diharapkan pada tahun mendatang akan meningkat terus hingga mencapai 66,5 – 68,5 pada Tahun 2019.

Sementara itu, Indeks Tata Kelola Hutan merupakan elaborasi dari NAWA CITA yang menegaskan penguatan tata kelola pemerintahan, merefleksikan upaya-upaya reformasi birokrasi, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas dan integritas personil serta yang dapat menjamin partisipasi public dalam proses pengambilan keputusan.

RPJMN 2015 – 2019 menegaskan tata kelola hutan member focus pada eksistensi dan aktualisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), percepatan penyelesaian tata batas dan pengukuhan kawasan hutan, dan alokasi pemanfaatan yang lebih besar kepada masyarakat, perbaikan system perizinan, moratorium pemberian izin baru di hutan primer, penanganan pengaduan masyarakat, perlindungan dan pengakuan masyarakat hokum adat dan masyarakat local.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Sebagai langkah konkrit di daerah, mulai tahun 2015 ini Kementerian LHK mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kebijakan serta pelaksanaan yang ramah lingkungan, baik dalam bentuk barang ataupun jasa di masing-masing instansi untuk memnerikan keteladanan. Kementerian menyediakan instrument mekanisme dan informasi public tentang produk ramah lingkungan yang telah diverifikasi. Kalangan dunia usaha juga disorong untuk meningkatkan investasi hijau, menyediakan barang atau jasa yang berkualitas dan ramah lingkungan, serta memfasilitasi upaya-upaya untuk pemanfaatan kembali sampah yang telah diolah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas nama pemerintah juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada individu, kelompok maupun perwakilan pemerintah daerah yang telah berprestasi di bidang lingkungan hidup, berupa Penghargaan Kalpataru, Penghargaan Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah Terbaik serta Penghargaan Adiwiyata Mandiri.

Untuk penghargaan KALPATARU, melalui pertimbangan yang sangat mendalam telah ditetapkan para penerima penghargaan KALPATARU tahun 2015 yang telah hadir di istana Bogor ini. KALPATARU mencerminkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang, serta merupakan tatanan yang diidamkan karena melambangkan hutan, tanah, air, udara dan makhluk hidup. diadopsi dari relief Candi Mendut dan Candi Prambanan, KALPATARU berasal dari kata KALPA yang berarti kehidupan dan TARU yang berarti pohon, sehingga KALPATARU berarti POHON KEHIDUPAN atau POHON HAYATI.

Penghargaan KALPATARU diberikan kepada individu atau kelompok masyarakat yang menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya bagi upaya-upaya pemeliharaan fungsi lingkungan hidup. sejak tahun 1980 hingga tahun 2014 tercatat jumlah penerima penghargaan KALPATARU sebanyak 326 orang dan kelompok. Pada tahun 2015 ini, Dewan Pertimbangan KALPATARU yang dipimpin oleh Prof. Hadi. S Alikodra telah memilih dari 126 calon penerima Kalpataru, yaitu sebanyak 11 orang penerima KALPATARU. Dan ditetapkan penghargaan kepada individu maupun kelompok masyarakat penerima Penghargaan KALPATARU, sebagai pejuang pelestarian lingkungan, yaitu sebagai berikut :

Kategori Peritis Lingkungan, diberikan kepada :
1. Ir. Dian Rossana Anggraini, Dusun Bukit Betunmg, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi KepulauanBangka Belitung;
2. N. Akelaras, Kelurahan Bangun Sari, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara;
3. Laing Usat, Desa Pura Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara.
Kategori Pengabdi Lingkungan, diberikan kepada :
1. Mashadi, Desa Pagejugan, Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah;
2. Ir. Januinro, M.Si, Jalan Putri Junjung Buih, Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Sri Partiyah, Desa Duwet, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.

Kategori Penyelamat Lingkungan , diberikan kepada :
1. LSM “TUNAS HIJAU”, Kelurahan Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
2. Yayasan Bambu Indonesia, Kecamatan Cibinong Kabupaten bogor, Jawa Barat;
3. Lembaga Adat Lekuk 50 Tumbi, Lempur, Desa Lempur Mudik Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

Kategori Pembina Lingkungan, diberikan kepada :
1. Ir. Kamir Raziudin Brata, M.Sc., Ciampela, Bogor, Provinsi Jawa Barat;
2. Ir. Sri Bebasari, M.Si, Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Kami laporkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup juga mendorong pemerintah daerah utnuk menyusun Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD). Pada tahun ini dilakukan evaluasi terhadap Laporan SLHD dari 29 Pemerintah Provinsi dan 177 Pemerintah Kabupaten/Kota. Penyusun SLHD Tahun 2014 terbaik untuk kategori Provinsi adalah Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jambi.
Untuk kategori Kabupaten/Kota diberikan kepada Kabupaten Dharmansraya (Provinsi Sumbar), Kabupaten Lumajang (Provinsi Jatim) dan Kota Surabaya (Provinsi Jatim).

Selanjutnya, kami laporkan juga bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Kementerian Pendidikanm dan Kebudayaan memberikan penghargaan kepada sekolah berbudaya lingkungan melalui Program Adiwiyata. Dewan Pertimbangan Adiwiyata yang diketuai oleh Prof. Arief Rahman, menetapkan peraih penghargaan Adiwiyata Mandiri kepada 95 sekolah dari 20 provinsi.
Bapak Presiden RI Yth,

Sebagai bagian akhir, kami melaporkan bahwa dalam rangka membangun korsa RIMBAWAN bagi jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di seluruh penuru tanah air, kami berupaya untuk menggali rasa persatuan, kebersamaan dan semangat ethos kerja RIMBAWAN KLHK dengan cara menimba semangat, keteladanan, jiwa perintisan, inisiatif dan ide-ide orisinil dari para pendahulu jajaran Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang kami abadikan kemudian nama-nama beliau pada symbol-simbol setiap sudut ruang KLHK yang akan mengisi relung jiwa korsa bersama RIMBAWAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, yang kami petik dari Bapak-bapak kami tercinta : Emil Salim, alm. Sudjarwo, Sarwono Kusumaatmadja, alm Hasrul Harahap, Djamaludin Surjohadikusumo, Rachmat Witoelar, Nabiel Makarim, alm Lukito Datjadi, Sujono Suryo, Armana Darsidi, dan alm. Rubini Atmawidjaya.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Hari Bakti Rimbawan 2015 ini seperti acara-acara Pekan Lingkungan Indonesia, Bersepeda untuk Bumi, Pameran Indogreen, Ruwat Negeri : Budaya dan Kearifan local, penanaman pohon, diskusi-diskusi public serta kegiatan-kegiatan lainnya baik di Jakarta maupun di daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Terima kasih kami sampaikan kepada para politisi, Yth Pimpinan dan Komisi IV dan Komisi VIII DPR RI, serta Pimpinan dan Anggota Komite II DPD RI, terima kasih kepada seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota, akademis dan aktivis gerakan social kemasyarakatan, asosiasi dan dunia usaha, mitra kerjasama teknik luar negeri, tokoh masyarakat dan semua pihak termasuk yang juga hadir disini para petugas kebersihan, pemulung, pengelola bank sampah, dan Korsik POLRI serta dukungan pada acara – acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Demikian Bapak Presiden yang kai hormati, laporan kami berkenaan dengan penyelenggaraan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2015. Selanjutnya kami mohon perkenan Yth Bapak Presiden dapat menerima Buku Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2014 dan Buku Indeks Tata Kelola Hutan 2014 serta mohon perkenan untuk menyerahkan Penghargaan KALPATARU, Penghargaan Penyusun Laporan SLHD 2014 terbaik, Penghargaan Adiwiyata dan menandatangani Sampul Hari Pertama Perangko Seri Peduli Lingkungan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2015 dan memberikan Amanat Hari Lingkungan Hidup 2015.

Terima kasih. Wabillahi taufik wal hidayah.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Oom santi santi santi oom.

Jakarta, 5 Juni 2015
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Siti Nurbaya