Diskusi Pengembangan Mitra Perhutanan Sosial

Sebagai tindak lanjut dari Penandatanganan MoU antara Direktorat Jenderal PSKL dan 6 Perusahaan Mitra, Direktorat Kemitraan Lingkungan mengadakan diskusi Pengembangan Mitra Perhutanan Sosial di Jakarta. 

Hadir dalam acara ini adalah 6 Perusahaan penandatangan MoU kerjasama di tahun 2023, yaitu PT. Astra International, Tbk., PT. Pertamina, PT. Paiton Energy, PT. Semen Padang, PT. Pupuk Sriwidjaja, dan PT. PLN Indonesia Power. Hadir pula perwakilan tiap Direktorat dan Balai di Dirjen PSKL, serta beberapa perusahaan lain yang akan menjalin kerjasama dengan Dirjen PSKL.

Acara ini dibuka oleh Direktur Kemitraan Lingkungan, Dra. Jo Kumala Dewi, M.Sc. dilanjutkan dengan penyampaian informasi tentang jenis kegiatan kemitraan lingkungan, alur kerjasama mitra, dan potensi lokasi-lokasi perhutanan sosial yang perlu dukungan mitra, termasuk melalui CSR dunia usaha.

Acara dilanjutkan dengan presentasi kegiatan kemitraan yang telah dilakukan oleh 6 perusahaan. Masing-masing memaparkan perkembangan proses kemitraan dengan kelompok perhutanan sosial di berbagai wilayah dan capaian program Perhutanan Sosial yang telah dikerjasamakan.

Di penghujung acara, Ibu Jo menekankan bahwa upaya kolaborasi Pentahelix pada wilayah perhutanan sosial tidak hanya semata-mata dilakukan untuk peningkatan ekonomi, namun lebih besar lagi untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hutan.

Kegiatan ditutup oleh Sesditjen PSKL, Dr. Ir. Mahfudz, M.P., dengan apresiasi kepada dunia usaha yang telah berbuat banyak untuk mendukung kelompok-kelompok perhutanan sosial. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri karena keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karenanya, dukungan dunia usaha dan mitra lainnya sangat diperlukan untuk bekerja sama lebih baik lagi untuk mewujudkan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera.

 

Masyarakat Sumsel Dapat 211 Persetujuan Perhutanan Sosial dari KLHK selama Tahun 2023

Kabar Pesona Edisi 5 Februari

Sepanjang tahun 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan sebanyak 211 Persetujuan Perhutanan Sosial (PS) kepada masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel). Informasi ini diumumkan dalam Seminar Catatan Akhir Tahun HaKI-Perhutanan Sosial Sumsel 2023 yang diselenggarakan pada Selasa, 19 Desember 2023.

Dengan luas total mencapai 133.390,23 hektar, izin tersebut diberikan melalui 5 skema yang berbeda. Menurut Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute (HaKI), Deddy Permana, Perhutanan Sosial telah menjadi isu strategis yang mendapat perhatian khusus dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam mendampingi masyarakat, HaKI telah aktif melibatkan diri dalam program Ford Foundation di 56 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) yang tersebar di 5 wilayah Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Deddy menjelaskan bahwa pendampingan pasca Persetujuan juga telah dilakukan secara intensif, terutama pada 6 KPS yang mendapatkan dukungan sejak tahun 2018. “Kami fokus pada pengembangan kelembagaan dan sosial ekonomi sebagai bagian dari pendampingan kami,” ujar Deddy.

Dari sudut pandang Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), data GoKUPS mencatat adanya 265 KUPS yang telah terbangun di Sumsel. Dari jumlah tersebut, 129 KUPS mencapai level Blue, 59 KUPS level Silver, dan 77 KUPS level Gold. Produk-produk yang dihasilkan oleh KUPS mencakup kopi, karet, madu, kerajinan tangan, hingga ekowisata.

Namun, Deddy juga menggarisbawahi sejumlah tantangan yang dihadapi oleh sektor Perhutanan Sosial. Kendala modal, proses kelembagaan, dan kurangnya pemahaman dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan.

“Tantangan ini melibatkan keterbatasan jumlah pendamping, pengembangan usaha KPS/KUPS yang belum maksimal, dan kelembagaan yang kurang berfungsi dengan baik,” tambahnya.

Meski demikian, Deddy menyatakan optimisme terhadap resolusi untuk tahun 2024. Dia berharap bahwa Perhutanan Sosial dapat diukur dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Upaya koordinasi antar stakeholder, peningkatan peran OPD terkait, dan pengembangan multi usaha menjadi fokus untuk mencapai tujuan tersebut.

Sumber: Kabar Pesona PSKL

Baca selengkapnya di: http://pskl.menlhk.go.id/berita/671-berita-kabar-pesona-edisi-5-februari-2024.html

Sekilas Tentang Lahan Basah

Pengembangan Pariwisata Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan  Pemkab Konawe Selatan - Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
TN Rawa Aopa Watumohai

Secara singkat, lahan basah terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Contohnya adalah kawasan bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Jadi, lokasinya bisa di mana saja, misalnya di setiap zona iklim, kutub sampai tropis, dan dari dataran tinggi sampai dataran rendah.

Meskipun hanya meliputi 6% permukaan bumi, peranannya seperti urat nadi bagi seluruh bentang alam. Kekayaan alamnya yang besar dan penting untuk kehidupan. Ia berfungsi sebagai sumber dan pemurni air, pelindung pantai dan daratan,  penyimpan karbon terbesar, serta menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan keindahan alam. Selain itu juga penting bagi pertanian dan perikanan serta potensi pemanfaatan lainnya.

Istilah lahan basah mulai dikenal global sejak adanya Konvensi Ramsar tahun 1971 di kota Ramsar Negara Iran. Tujuan konvensi ini adalah untuk mendorong upaya konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerjasama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia. Sekarang sudah 172 negara yang meratifikasi konvensi ini.

Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Keppres No. 48 tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat.  Ratifikasi ini menjadi tonggak awal kebijakan perlindungan ekosistem lahan basah. Kemudian dibentuklah Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah pada 1994. Namun demikian, payung hukum terbit melalui PP No 71 2014 tentang Pengelolaan Perlindungan Ekosistem gambut dan dilanjutkan dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut  (BRG) melalui Perpres 1 2016, kemudian diperbarui lagi dengan Perpres No 120 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Lokasi lahan basah yang dilindungi Konvensi Ramsar disebut dengan Situs Ramsar. Saat ini sudah ada 2.503 situs yang mencakup 257.182.372 hektar menurut data yang tertera di website resmi ramsar di ramsar.org.

Indonesia memliki lahan basah seluas 40,5 juta hektar. Dari jumlah tersebut, tercatat seluas 1,37 juta hektar lahan basah yang masuk ke dalam situs Ramsar di Indonesia yang mencakup 7 kawasan, yaitu:

  1.       Taman Nasional Berbak (141.261,94 ha)
  2.       Taman Nasional Sembilang (202.896,31 ha)
  3.       Taman Nasional Danau Sentarum  (130.000 ha)
  4.       Taman Nasional Wasur (431.425,12 ha)
  5.       Taman Nasional Rawa Aopa Watumoha (105.194 ha)
  6.       Suaka Margasatwa Pulau Rambut (90 ha)
  7.       Taman Nasional Tanjung Putting (415.040 ha)

Selain ketujuh kawasan tersebut, Indonesia masih memproses dan melengkapi dokumen dan persyaratan-persyaratan pada kawasan lahan basah yang tersebar di Indonesia untuk menjadi Situs Ramsar.

Kita perlu khawatir juga bahwa menurut perkiraan global wetland outlook 2021 menyatakan bahwa lahan basah dunia telah menghilang sekitar 64% sejak tahun 1900. Demikian juga di Indonesia yang mengalami penyusutan karena konversi lahan. Secara umum penyusutan di seluruh dunia dikarenakan perubahan iklim, meningkatnya populasi, urbanisasi, dan perubahan pola konsumsi.

 

Bahan bacaan/tulisan:

https://www.ramsar.org/

https://unfccc.int/news/wetlands-disappearing-three-times-faster-than-forests

https://pslh.ugm.ac.id/lahan-basah-berkelanjutan/#:~:text=Ketujuh%20Situs%20Ramsar%20tersebut%2C%20yaitu,dan%20Taman%20Nasional%20Tanjung%20Puting.

https://www.brin.go.id/news/105087/membangun-potensi-pemanfaatan-lahan-basah-di-indonesia

https://indonesia.wetlands.org/id/

Perjanjian Kerjasama Usaha: Membangun Kolaborasi Sukses dalam Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di Maluku Utara

Kabar Pesona Edisi 1 Februari

Halo, Sobat PS!

Pada tanggal dan tahun cantik, Rabu 24 Januari 2024, Kepala Balai PSKL Wilayah Maluku Papua, Bapak Ojom Somantri, S. Hut. T., M. Sc ( @ojomsomantri ) bersama tim melakukan koordinasi dengan Plt. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara (H. Samsu, SE, M.Si). Kepala Balai menyampaikan progress kegiatan perhutanan sosial di Provinsi Maluku Utara serta berharap kegiatan dapat dikawal bersama untuk peningkatan ekonomi masyarakat hutan.

Kepala Dinas menyambut baik kedatangan tim dan bersedia berkolaborasi untuk Maluku Utara yang lebih baik. Beliau juga mengimbau adanya koordinasi yang baik dan berkelanjutan antara Balai PSKL Wilayah Maluku Papua dan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara.

Selanjutnya, dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Usaha antara Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Agathista yang diwakili Bapak Bakri Abdullah (Ketua) dengan Mitra Usaha PT. Edmindo Anugrah Pratama yang diwakili Ibu Susiana Purwonegoro (Direktur), tentang Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Kopal Damar.

Penandatanganan PKS ini disaksikan oleh Sekretaris Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara (Achmad Zakih, S.Hut, M.Si), Kepala Balai PSKL Wilayah Maluku Papua, dan Kepala UPTD KPH Kota Tidore Kepulauan (Zulkifli Mansur, S.Hut).KUPS Agathista adalah salah satu KUPS dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Woda yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.9361/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.O/11/2019 tanggal 5 November 2019 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada LPHD Woda di Desa Woda Kecamatan Oba Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara seluas ± 4.348 Ha.

Sobat PS, yang perlu kita ketahui, sesuai Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 sebutan HPHD sekarang menjadi Persetujuan Pengelolaan Hutan Desa (PPHD), dan LPHD sekarang menjadi Lembaga Desa (LD). Meski sebutan ini berubah, namun memiliki peranan yang sama dalam pengelolaan potensi sumber daya hutan.

Menariknya Sobat PS, saat diwawancarai ketua KUPS Agathista menginformasikan bahwa damar di lokasi LPHD Woda cukup banyak, dan sekali produksi bisa mencapai ±30 ton/bulan jika kondisi cuaca mendukung. Kondisi ini jika tidak ada offtaker atau pembeli akan sangat merugikan kelompok, oleh karena itu dengan fasilitasi dari Kepala KPH Kota Tidore Kepulauan didapatlah mitra yang bersedia membeli produk kopal damar (Agathis dammara).

Tanggal cantik di awal tahun ini ternyata ada hasil yang keren kan, Sobat PS. Kini KUPS Agathista semakin optimis dan semangat mengelola HHBK damar untuk meningkatkan kesejahteraannya sekaligus melestarikan hutan. Pastinya sekarang juga sudah ada pasar yang jelas bagi KUPS Aghatista, sehingga dapat menaikkan kelas KUPS menjadi dari Kelas Silver menjadi Gold.

Dengan penandatanganan PKS ini juga, di Seksi Wilayah I Balai PSKL Wilayah Maluku Papua telah terealisasi 2 target kinerja, yaitu:

  1. Tercapainya peningkatan kemitraan kelompok perhutanan sosial, dengan realisasi 1 Surat Kesepakatan kerjasama usaha;
  2. Terlaksananya fasilitasi KUPS yang ditingkatkan menjadi Kelas Gold/Platinum, dengan realisasi 1 KUPS Kelas Gold.

Inilah cerita cantik dan menarik dari Seksi Wilayah I, Sobat PS. Ikuti terus berita menarik lainnya ya!

Salam Perhutanan Sosial!

Sumber: Kabar Pesona PSKL

Baca Selengkapnya di: http://pskl.menlhk.go.id/berita/669-berita-kabar-pesona-edisi-1-februari-2024.html

Kunjungan Lapangan: FOLU Net Sink

Kabar Pesona Edisi 31 Januari

Dalam upaya mengatasi perubahan iklim, proyek inovatif bernama Folu Net Sink menjadi perhatian utama pemerintah. Proyek ini, yang bertujuan mengurangi emisi karbon dan memperkuat kapasitas penyerapan karbon oleh tanah, telah menarik perhatian Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.

Sebagai bagian dari pemantauan proyek, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan bersama jajaran petinggi melakukan kunjungan lapangan ke lokasi HKm Kalibiru di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Mereka fokus pada area penanaman pohon, plot pertanian model, wisata, dan stasiun pengukuran emisi karbon.Rute perjalanan dirancang dengan cermat untuk mencakup semua aspek utama dari proyek.Peserta kunjungan memantau secara langsung tanaman dan mencatat informasi terkait pertumbuhan, jenis tanaman, serta kesehatan umumnya.

Areal wisata, yang direncanakan sebagai percontohan kegiatan Folu Net Sink, juga menjadi perhatian utama. Hasil positif terlihat dari kunjungan ini, termasuk peningkatan kelola izin perhutanan sosial, kesejahteraan petani yang meningkat, dan penurunan emisi karbon.Meskipun begitu, para peserta mengidentifikasi beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti pengelolaan izin perhutanan sosial dan pendekatan pendidikan masyarakat yang lebih efektif.

Perlu ditekankan bahwa penguatan pendekatan partisipatif dengan masyarakat setempat dan pemantauan rutin terhadap kesehatan lingkungan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan tersebut.Meskipun beberapa hambatan masih ada, hasil positif yang teramati memberikan keyakinan bahwa proyek Folu Net Sink memiliki potensi untuk menjadi model efektif dalam menghadapi perubahan iklim.

Kunjungan lapangan ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang pelaksanaan proyek, tetapi juga menjadi langkah konkret pemerintah dalam mendukung solusi berkelanjutan untuk perubahan iklim.

Sumber: Kabar Pesona PSKL

Baca Selengkapnya di: http://pskl.menlhk.go.id/berita/668-berita-kabar-pesona-edisi-31-januari-2024.html

Kontribusi PS terhadap NEK: Peran Strategis Menuju Perhutanan Sosial Berkelanjutan

Berita kabar Pesona Edisi 30 Januari

19 Januari 2024, Direktur Jenderal PSKL memaparkan progres penting terkait penyusunan Pedoman NEK pada Perhutanan Sosial. Pedoman ini, tengah menjadi sorotan utama, diharapkan dapat selesai dengan cepat guna merespons pertanyaan banyak pihak tentang kontribusi PS dalam NEK.

Areal PS yang telah ditetapkan seluas 4,06 juta ha diarahkan sebagai kontribusi untuk FOLU. Dengan target capaian akses kelola PS mencapai 8 juta ha pada Oktober 2024, langkah-langkah inisiatif karbon sukarela di PS sedang giat dilakukan, termasuk penggunaan Plan Vivo. Namun, Pihak PSKL memberikan himbauan untuk menahan diri, mengingat regulasinya masih dalam tahap pengembangan.

Pedoman yang disusun merujuk pada Perpres 89 tahun 2021, dan Direktorat Jenderal PSKL memberikan rekomendasi dengan persyaratan dasar, termasuk adanya SK pelaku usaha NEK. Telah tersedia RKPS dan KUPS, dengan PS berkategori Silver, serta dokumentasi DRAM menjadi fokus dalam pelaksanaan.

Sementara itu, Direktur Jenderal PPI mencatat era tata kelola NEK yang dimulai pada 2021. Catatan tersebut mencakup pemilahan legal basis yang relevan dan fokus pada perdagangan karbon, terutama dalam mekanisme RBP REDD+ dan RBE Benefit Sharing di tingkat provinsi dan kabupaten.

Dalam diskusi, muncul poin kritis terkait pembayaran berbasis kinerja yang harus selaras dengan Permenlhk 70 Tahun 2017. PS, sebagai bagian dari mitigasi, berkomitmen pada 4,06 juta ha untuk HKm, HD, HTR, dan Kemitraan Kehutanan. Hutan adat mendapat perhatian khusus dalam FOLU. Diskusi mendalam menyentuh aspek teknis, seperti penyusunan DRAM, safeguard, uncertainty, laporan LCAM, leakage, permanency, dan reversal.

Peran pemerintah dalam memberikan pendampingan mekanisme perdagangan karbon, definisi kriteria umum dan khusus, serta manfaat program menjadi sorotan dalam penyusunan pedoman. Dengan demikian, catatan rapat ini menjadi tonggak penting dalam melangkah menuju tata kelola NEK yang transparan dan terukur, memastikan kontribusi PS berdampak positif pada pengurangan emisi dan keberlanjutan Perhutanan Sosial.

Sumber: Kabar Pesona PSKL

Baca berita selengkapnya di http://pskl.menlhk.go.id/berita/667-berita-kabar-pesona-edisi-30-januari-2024.html