“Pengelolaan Kualitas Udara Melalui Penerapan Transportasi Berkelanjutan”

EVALUASI KUALITAS UDARA PERKOTAAN (EKUP) TAHUN 2014

Jakarta, 18 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP)yang dilaksanakan di 44 kota di Indonesia untuk tahun 2014. Hasil pemantauan KLHK terhadap kualitas udara ambien jalan raya terdiri atas 13 Kota Metropolitan, 15 Kota Besar, dan 16 Kota Sedang – Kecil. Pengumuman peringkat ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, MR Karliansyah dalam acara Media Brieifing di Kantor KLH Jakarta hari ini. Tujuan diselenggarakannya EKUP adalah untuk mendorong kota-kota melakukan pengelolaan kualitas udara melalui penerapan transportasi berkelanjutan, serta menurunkan beban pencemaran dari emisi transportasi di perkotaan di Indonesia.

Program EKUP telah dilaksanakan sejak 2007 melalui Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Udara (Asdep PPU) Sumber Bergerak KLH. EKUP ini merupakan pelaksanaan dari Program Langit Biru. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator serta sistem penilaian yang ditetapkan. Hasil evaluasi tersebut kemudian dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi teknis dan langkah-langkah perbaikan. Tim penilai EKUP berasal dari Asdep PPU Sumber Bergerak KLHK, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, Polresta, Dishub, Tim Ahli, Laboratorium, LSM, dan Institusi Pendidikan.

Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, MR Karliansyah mengatakan, “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus berusaha mendorong kota-kota di Indonesia untuk memberikan kontribusi bagi terciptanya udara yang bersih dan sehat yang memenuhi baku mutu kualitas udara ambien. Melalui EKUP, kami mendorong pemerintah kota untuk menerapkan konsep Transportasi Berwawasan Lingkungan (Environmentally Sustainable Transportation) di kotanya masing-masing”. Program EKUP juga akan menghasilkan rekomendasi perbaikan kebijakan, strategi dan rencana aksi pengelolaan kualitas udara bagi tiap kota.

Melalui kegiatan EKUP, tiap kota akan memiliki data dan informasi mengenai kualitas udara ambien dan kualitas emisi kendaraan bermotor di wilayahnya. Tiap kota juga akan mengetahui kondisi kualitas udaranya relatif terhadap kota-kota lain. Hal ini diyakini dapat memacu semangat kota untuk menjadi lebih baik. Lingkup kegiatan dalam EKUP yang dilangsungkan antara bulan Maret sampai Oktober 2014 ini antara lain meliputi uji emisi kendaraan bermotor selama 3 dari yang dilakukan terhadap 500 kendaraan pribadi per hari di tiap kota. Kegiatan lainnya adalah pemantauan kualitas udara jalan raya (roadside monitoring) dan penghitungan kinerja lalu lintas (kecepatan lalu lintas dan kerapatan kendaraan di jalan raya) yang dilakukan secara serentak di 3 (tiga) ruas jalan arteri yang dipilih bersama dan dianggap mewakili suatu kota. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan pencemaran udara kota, juga dilakukanpemantauan kualitas bahan bakar di SPBU. Kualitas bahan bakar sangat berpengaruh terhadap emisi yang dihasilkan, semakin baik kualitas bahan bakar tersebut maka semakin sedikit pula emisi berbahaya yang dikeluarkan dari proses pembakarannya.

Penilaian EKUP juga mencakup kriteria evaluasi komitmen dan kapasitas yaitu upaya pemerintah kota dalam pemantauan kualitas udara, pengurangan tingkat pencemaran sumber bergerak, serta peningkatan kesadaran masyarakat. Selain itu, kriteria evaluasi karakteristik kota yaitu melalui pengukuran kualitas emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan raya, kinerja lalu lintas, dan kualitas udara di jalan raya.

Hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan 2014 menetapkan 5 (lima) kota dari 3 kategori sebagai kota-kota dengan kualitas udara terbaik yaitu:
1. Kota Metropolitan: Palembang, Surabaya, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Medan.
2. Kota Besar: Tangerang Selatan, Pontianak, Balikpapan, Malang, dan Padang.
3. Kota Sedang/Kecil: Ambon, Serang, Banda Aceh, Pangkal Pinang, dan Palu.

Program EKUPmelibatkan Pemerintah Daerah melalui mekanisme dekonsentrasi, yaitu pemerintah provinsi berperan sebagai pelaksana kegiatan sedangkan KLHK berperan sebagai pembina dan pengawas kegiatan.

Lebih lanjut, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan menegaskan, “Guna mewujudkan transportasi berkelanjutan, kami menyarankan agar pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini sudah menjadi tuntutan kebutuhan, karena tidak mungkin menambah kapasitas jalan ataupun ruas jalan secara terus menerus. Selain itu, kami juga menyarankan agar pemberlakuan kewajiban uji emisi sebagai prasyarat perpanjangan STNK untuk segera diterapkan”.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. MR Karliansyah, MSi, Deputi II MenLH Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Telp/Fax. 021 – 8580107, email: humaslh@gmail.com, website: www.menlh.go.id

Dialog Satu Hari Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Ketua Tim Pengarah Pada Tim Pengendalian Perubahan iklim

Jakarta, 18 Pebruari 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hari ini menyelenggarakan Dialog Satu Hari Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Ketua Tim Pengarah Pada Tim Pengendalian Perubahan Iklim bertempat di Ruang Rimbawan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dialog Satu Hari dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc, Ketua Tim Pengarah pada Tim Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, Sarwono Kusumaatmadja, Deputi SDA & LH Bappenas, Endah Murniningtyas, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Arief Yuwono, serta Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Hidup, Yetty Rusly. Adapun narasumber yang hadir yaitu Perwakilan dari DNPI (Amanda Katili), Perwakilan dari BP REDD+ (Nurmasripatin dan Agus Sari), Perwakilan dari ICCTF (Syamsidar Thamrin), dan Perwakilan dari SKN (Syamyanugrara). Sedangkan narasumber dari perwakilan provinsi yang hadir yaitu Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Riau, dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc mengatakan ”terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian perubahan iklim. Selanjutnya tugas dan fungsi BP REDD+ dan DNPI diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi KLHK. Hal mendasar yang menjadi pertimbangan BP REDD+ dan DNPI menjadi satu wadah yaitu supaya tidak terjadi tumpang tindih, dan memperkuat seluruh armada operasional dalam vektor yang searah. Sesuai arahan Presiden RI, Menteri LHK akan bekerjasama dengan Prof. Rachmat Witoelar dalam mewujudkan perkuatan peran Indonesia di tingkat global.

Perubahan iklim telah menjadi perhatian dunia dan masyarakat dunia secara luas terutama dalam upaya bersama-sama menanggulangi dan memperkecil dampak terhadap kehidupan di bumi. Indonesia telah mengambil peran aktif menuju pembangunan berkelanjutan melalui berbagai upaya penyelamatan lingkungan dengan kegiatan lain perubahan iklim. Indonesia seyogyanya terus memperkuat implementasi pada tingkat nasional, regional dan tapak dengan melakukan kegiatan riil penanggulangan dampak perubahan iklim dalam bentuk upaya mengurangi laju perubahan iklim, maupun peningkatan upaya ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.

Terlampir Siaran Pers Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Ketua Tim Pengarah pada Tim Pengendalian Perubahan Iklim

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Telp. 021 – 85904923, email: humaslh@gmail.com


MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

dengan

KETUA TIM PENGARAH PADA TIM PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

 

Manggala Wanabakti, Jakarta

18  Februari 2015

 

 

  1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai mandat yang diberikan oleh Presiden melalui Perpres 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengemban 2 bidang tugas lingkungan hidup dan kehutanan termasuk bidang pengendalian perubahan iklim.

 

  1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara khusus sesuai arahan Presiden akan bekerjasama dengan Bapak Prof. Rachmat Witoelar dalam mewujudkan perkuatan peran Indonesia di tingkat global serta menetapkan kebijakan peningkatan implementasi penanganan perubahan iklim dalam negeri secara bersama-sama, dengan dukungan kerjasasama Kementerian/Lembaga terkait dan parapihak baik internasional dan nasional.

 

  1. Indonesia telah mendapat kepercayaan dunia dalam penanganan perubahan iklim, komitmen global yang didukung kebijakan nasional serta implementasi dalam negeri. Prestasi Indonesia di tingkat global secara kontinu dan konsisten mendapat mengakuan yang antara lain ditandai dengan suksesnya sidang PBB Perubahan Iklim di Bali tahun 2007 atau terkenal dengan sidang UNFCCC COP 13 yaitu disepakatinya Bali Road Map dan Bali Action Plan yang ditanda tangani oleh seluruh negara peserta.

 

  1. Perubahan iklim adalah masalah penduduk bumi secara bersama-sama, sehingga pemahaman penanganan secara global dan kemampuan implementasi nasional perlu dipahami dengan baik dan benar sehingga menjadi upaya bersama yang optimal. Dukungan dari banyak negara sahabat secara bilateral maupun multilateral memperkuat kemampuan Indonesia untuk merancang dan melaksanakan implementasi di tingkat tapak serta secara signifikan berperan mendorong kesepakatan dunia untuk meningkatkan upaya mitigasi dan adaptasi.

 

  1. Dengan penggabungan dua kementerian, kita yakini bahwa koordinasi kebijakan, pengaturan dan pelaksanaan implementasi program dan kegiatan perubahan iklim akan lebih efektif. Bersama Bappenas dan Kementerian Keuangan, beserta Kementerian Koordinator pada Kabinet Kerja akan melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pengaturan finansial keuangan pembangunan perubahan iklim, program dan implementasi upaya mitigasi dan adaptasi dengan lebih efektif.Kerjasama luar negeri dan kerjasama parapihak sebagaimana sudah berjalan, dapat ditingkatkan mendukung upaya rill dilapangan yang sejalan dengan rancangan global.

 

  1. Khususnya persiapan Indonesia menjelang disepakatinya komitmen baru dunia (Paris COP 21, Desember 2015), untuk pengembangan implementasi (enhance actions) akan dikoordinasikan bersama Bapak Rachmat Witoelar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Bappenas dan atas masukan Kementerian/Lembaga terkait dan parapihak.

 

  1. Dengan pengintegrasian fungsi dua unit penting perubahan iklim yaitu DNPI dan BP REDD+ kedalam fungsi dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana mandat Perpres 16/2015, akan dlakukan pendalaman program dan kegiatan penting yang perlu dilanjutkan sesuai ketentuan pemerintah yang berlaku.

 

  1. Direncanakan Struktur Perubahan Iklimdalam Kementerian LHK akan diperkuat oleh Advisory Board yang akan dirumuskan dan diputuskan dalam waktu dekat.

 

 

Manggala Wanabakti, Jakarta, 18 Februari 2015

 

 

Menteri Lingkung Hidup dan Kehutanan                     Ketua Tim Pengarah Pada

Tim Pengendalian Perubahan Iklim

 

 

 

Siti Nurbaya         Rachmat Witoelar           

 

 

Komunitas BersihNyok DKI Jakarta Peduli Sampah

Jakarta, 22 Februari 2015 – Pagi ini Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPMmemberikan apresiasi kepada komunitas BersihNyok dan komunitas peduli lingkunganan lainnya yang bersama dengan Dinas Kebersiahan Provinsi DKI Jaya dan Ditlantas Polda Metro Jaya mengadakan acara bertema “BERGERAK untuk Indonesia Bebas Sampah tahun 2020”.Acara ini dihadiri pula oleh pakar lingkungan hidup, Prof. Dr. Emil Salim, pimpinan Komunitas BersihNyok, dr. Amaranila L Drijono, sp.KK, Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah KLH, Ir. Ilham Malik, MSc, Kementerian Pekerjaan Umum, Duta Komunitas BersihNyok serta grup musik Lightcraft.

Dalam sambutannya Sekretaris KLH menyampaikan “Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional dipicu oleh terjadinya tragedi longsor sampah di Leuwigajah, Jawa Barat pada tanggal 21 Februari 2005 yang menelan lebih dari 150 jiwa. Hari Peduli Sampah (HPS) bertujuan memperbaharui komitmen kita bersama agar bencana akibat pengelolaan sampah yang kurang baik dan tidak berwawasan lingkungan tidak terulang.” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak semua pihak baik masyarakat, dunia usaha serta pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama melakukan Gerakan 3 R : Reduce – Reuse – Recyle”

Kegiatan ini digagas oleh Komunitas Waste4Change Charity Lights yang serentak diselenggarakan di 20 kota di Indonesia hari ini 22 February 2015. Kegiatan ini merupakan aksi sosial penggalagan dana baig www.BebasSampah.ID dengan aksi berupa BERGERAK bersama seperti berjalan berlari, menari, bersepeda dari FX Sudirman jam 6.30 hingga ke Bundaran Hotel Indonesia.

Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini harus terus menerus dilakukan dengan teratur untuk mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan. Pemda DKI Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang menyatakan apabila membuang sampah sembarangan didenda paling besar Rp. 500.000,-. Harapan atas penyelenggaraan kegiatan ini adalah peningkatan kesadaran masyarakat jakarta maupun Indonesia pada umumnya untuk memelihara kebersihan kota dengan membuang sampah pada tempatnya serta melakukan Gerakan 3 R.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Ir. Ilham Malik, MSc, Deputi IV MenLH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, Telp/Fax : (021) 85905637, email : humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

KLHK Berperan Aktif Pada National Dialogue Initiative – Global Environmental Facility (GEF)

Jakarta, 10 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai national focal point perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berperan dalam National Dialogue Initiative yang diselenggarakan oleh Global Environmental Facility (GEF) pada 10 – 12 Februari 2015 di Jakarta dan dibuka oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Acara ini dihadiri oleh CEO GEF, Ms. Naoko Ishii, perwakilan Kementerian Keuangan, BAPPENAS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, UNIDO, AMRI, KADIN, GAPPINDO, dan UNEP.

Sejak bergabung dengan GEF pada 1992, Indonesia telah menerima total dana sebesar US$ 149,908,313 disertai dengan penyediaan co-financing sebesar US$ 955,663,005 bagi 42 kegiatan nasional (21 kegiatan keanekaragaman hayati; 15 kegiatan perubahan iklim; 3 kegiatan multi-focal area; 2 kegiatan POPs, dan 1 kegiatan perairan internasional. Indonesia juga berpartisipasi dalam 44 proyek regional dan global dengan pendanaan US$ 329,864,087 dengan dana co-funding sebesar US$ 1,296,333,848 untuk 14 kegiatan perairan internasional; 10 kegiatan keanekaragaman hayati; 10 kegiatan multi-focal area; 8 kegiatan perubahan iklim; dan 2 kegiatan POPs.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, ”Indonesia menyambut baik inisiatif GEF untuk ikut membangun lingkungan hidup yang lebih baik. KLHK siap untuk bekerjasama dengan GEF untuk memanfaatkan dana yang tersedia secara efisien dan tepat sasaran”.

Ketersediaan dana GEF tergantung pada proses yang disebut GEF Replenishment, yaitu merupakan proses pemberian komitmen donor untuk pendanaan GEF Trust Fund setiap 4 (empat) tahun. Selain itu, GEF menetapkan System for Transparent Allocation of Resources (STAR) untuk menetapkan alokasi dana untuk masing-masing negara penerima pada focal area keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan degradasi lahan.

Pada pertemuan The Fifth GEF Assembly di Cancun Mexico, tanggal 28-29 Mei 2014, telah ditetapkan alokasi STAR Indonesia untuk periode GEF-6 (1 Juli 2014 s/d 30 Juni 2018) sebesar US$ 83,92 juta untuk perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan kerusakan lahan.

Dalam rangka pelaksanaan GEF ke-6 tersebut maka dilaksanakan National Dialogue Initiative – Global Environment Facility (GEF) untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan tentang prioritas strategis, kebijakan, dan program-program GEF, mengintegrasikan GEF prioritas strategis dengan rencana prioritas nasional, meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara pengelola GEF dan pemangku kepentingan terkait, sehingga pemanfaatan dana GEF selama 4 tahun ini lebih efisien dan tepat sasaran.

Dalam sambutan tertulis Menteri LHK yang dibacakan oleh Sesmen KLH menyatakan, “Tantangan pemerintah Indonesia saat ini semakin besar dengan beragamnya permasalahan lingkungan dalam memenuhi kewajiban atau target yang disepakati pada masing-masing konvensi. Karena permasalahan lingkungan bersifat lintas sektor dan lintas dimensi waktu sehingga pemecahan masalahnya juga harus dilakukan secara bersama sama, baik kerjasama antar kementerian, lembaga pemerintah di pusat dan daerah, masyarakat dan dunia usaha. Oleh karena itu, KLHK melihat pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kerjasama dan bantuan dari GEF merupakan salah satu bantuan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional serta tujuan konvensi internasional”.

Global Environment Facility (GEF) merupakan mekanisme pendanaan hibah untuk mendukung implementasi konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi, proyek-proyek lingkungan dalam mengatasi masalah lingkungan global dan mendukung inisiatif pembangunan berkelanjutan. Peran GEF khususnya pada prioritas lingkungan global di Indonesia yaitu bidang bahan kimia & limbah (chemicals & waste), konservasi hutan & tata guna lahan (forest conservation & land use), perikanan (fisheries), dan energi (energy).

Focal area GEF yang terdiri atas keanekaragaman hayati (biodiversity), perubahan iklim (climate change), perairan internasional (international waters), degradasi lahan (land degradation), penipisan lapisan ozon (ozone depletion), pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest), dan Persistent Organic Pollutants (POPs). GEF juga dipercaya untuk menjadi mekanisme keuangan konvensi Internasional berikut: (1) Konvensi Keanekaragaman Hayati/Convention on Biological Diversity (CBD); (2) Konvensi Perubahan Iklim/United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC); (3) Konvensi Stockholm/Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs); (4) Konvensi Desertifikasi/United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD); (5) Konvensi Montreal/the Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer (MP); dan (6) Konvensi Merkuri/the Minamata Convention on Mercury.

Informasi lebih lanjut hubungi:
1. Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM, Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Lingkungan dan Kelembagaan KLH. Email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id
2. Drs. Rasio Ridho Sani, MPM, M.Com, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), telp: 021 8580104, fax: 021 858 0105.

Kunjungan Kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Kota Malang

Malang, 14 Februari 2015 – Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc memberikan kuliah umum pada acara Kuliah Tamu di Kampus Universitas Brawijaya dengan judul “Tantangan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Indonesia”. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-52 Universitas Brawijaya. Pada kesempatan ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerima jaket almamater Universitas Brawijaya sebagai warga kehormatan. Acara ini dibuka oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. DR. Ir. M. Bisri, MS, yang juga dihadiri Walikota Malang, Muhammad Anton dan jajaran eselon satu KLHK.

Pada penyampaian kuliah di depan civitas akademika Universitas Brawijaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan,”KLHK akan hadir di tengah rakyat dalam mewujudkan hak rakyat untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik. KLHK mempunyai peran strategis dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup, menjaga jumlah dan fungsi hutan (dan isinya), serta menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan SDA untuk kelangsungan kehidupan”.

Pada kesempatan ini pula dilaksanakan penanaman pohon sebanyak 7752 batang, yang melambangkan dua angka 7 berjumlah 14 yg mewakili 14 fakultas di Universitas Brawijaya dan angka 52 sebagai angka dies natalis tahun 2015 ini. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan penanaman pohon secara simbolik dengan menanam pohon rambutan di kompleks Kampus Universitas Brawijaya sekaligus mencanangkan Universitas Brawijaya sebagai Green Campus. Selanjutnya dilakukan pula peninjauan ke Unit Pelaksana Teknis Kompos Universitas Brawijaya yang mengelola sampah dari seluruh bagian kampus.

Kunjungan kerja Menteri LHK kali ini sekaligus untuk menjajagi persoalan-persoalan daerah dalam mengelola sampah sekaligus mencari solusi penanganannya sesuai dengan peran nya. Dalam rangka untuk menggali persoalan dalam menangani persolan sampah tersebut Menteri LHK mengadakan pertemuan koordinasi dengan Walikota Malang dan jajarannya di Balai Kota Malang

Pengelolaan sampah di Indonesia masih belum menunjukkan hasil yang optimal, sebagian besar masih melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan menjadi kebiasaan masyarakat luas. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh pola pikir bahwa sampah merupakan sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang sampai akhirnya menggunung di TPA.

Bencana longsornya TPA Leuwigajah di Cimahi pada 21 Februari 2005, menjadi bencana ekologis yang mengerikan karena mengubur hidup-hidup lebih kurang 140 jiwa manusia, bencana tersebut menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang selama 3 dasawarsa terakhir dijalankan, yang mempunyai landasan filosofis bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak untuk dibuang. Bencana longsornya TPA Leuwigajah tersebut menjadi sejarah paling kelam dalam pengelolaan sampah di Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah (HPS) setiap tanggal 21 Februari.

Menteri LHK pada kesempatan ini mengingatkan ”Salah satu filosofi dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sudah saatnya memutarbalikan cara pandang kita terhadap sampah dan cara kita memperlakukan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah sebagai sesuatu yang mempunyai nilai guna dan manfaat, sehingga sudah tidak layak lagi jika sampah dibuang percuma.”

Sebagai upaya perubahan paradigma tentang sampah tersebut, maka lahirlah Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah: Pilah, Kompos dan Daur Ulang Menuju Indonesia Bersih Sampah 2020. Prinsip utama mengelola sampah yang benar antara lain: mencegah timbulnya sampah, mengguna-ulang sampah, dan mendaur-ulang sampah yang biasa disebut prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Jika prinsip tersebut dijalankan dengan konsisten, maka akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan karena mampu mengurangi beban polutan bagi lingkungan hidup, mengurangi resiko kesehatan, menghemat penggunaan sumber daya alam dan energi, serta mendatangkan benefit ekonomi bagi banyak orang.

Hari Peduli Sampah tahun 2015 akan mengambil tema “Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah: Pilah, Kompos, dan Daur Ulang Menuju Indonesia Bersih Sampah 2020” dengan mengambil Tagline: “Ayo Galakkan Gerakan Pilah, Kompos, dan Daur Ulang Sampah! ”. Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah tersebut rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2015 yang dipusatkan di Kota Malang dan akan dihadiri oleh Ibu Iriana Joko Widodo didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Walikota Malang, dan melibatkan relawan, masyarakat serta dunia usaha. Kota Malang merupakan salah satu kota peraih Adipura Kencana pada tahun 2014 yang relatif telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sampah yang sesuai dengan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Kunjungan kerja kali ini diakhiri dengan kunjungan ke Bank Sampah Malang (BSM) yang mempunyai nasabah sebanyak 24.000 orang. Di tempat ini Menteri LHK menyakasikan proses pengelolaan sampah dan hasil daur sampah yang bernilai ekonomis. Jumlah sampah yang terkelola di BSM mencapai 3 ton perhari dari seluruh nasabah ditambah 0,5 ton per hari dari pelapak/pengepul yang semuanya setara dengan nilai delapan juta rupiah. Selain itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengunjungi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Supit Urang yang berlokasi di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun dengan luas 31,25 hektar yang dikelola dengan sistem Controll Landfill. Jumlah Sampah yang ditimbun di TPA Supit Urang setiap hari berjumlah 413 ton, dimana komposisi sampah organik sebesar 65%. TPA ini mempunyai potensi Gas Metana 10,35 juta BTU/jam dan potensi daya listrik 0,89 MW yang akan terus dikembangkan. Lokasi TPA ini direncanakan akan menjadi lokasi Peringatan Hari Peduli Sampah tingkat Nasional tahun 2015.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muh. Ilham Malik, M.Sc, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, telp/fax: 021 85905637, email:humaslh@gmail.com

MENLHK & OMBUDSMAN RI : Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bidang LHK

Jakarta, 3 Februari 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DR. Ir. Siti Nurbaya, MSc menerima kunjungan Ketua Ombudsman Republik Indonesia Danang Girindrawardana dan anggota Ombudsman Petrus Beda Peduli di Jakarta tanggal 3 Februari 2015. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan percepatan perbaikan pelayanan publik pada bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Pertemuan ini juga dihadiri oleh para pejabat eselon 1 di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ombudsman RI telah memberikan rekomendasi dan saran mengenai pelayanan publik yang berkenaan dengan izin bidang kehutanan dan izin lingkungan. Ombudsman berusaha memberikan rekomendasi yg dapat mewujudkan misi negara dalam kaitan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pada diskusi ini Ketua Ombudsman RI menyatakan,” Izin lingkungan tetap penting dan harus dilaksanakan namun proses pemberian izinnya disarankan untuk disederhanakan supaya dapat menghindari celah bargain antara pemda, konsultan dan pengusaha serta menghindari pemalakan termasuk menghindari pemda untuk dagang izin”

Lebih lanjut, Deputi Tata Lingkungan KLH, Imam Hendargo menjelaskan bahwa izin lingkungan sedang diupayakan untuk disederhanakan prosesnya tanpa mengurangi muatan scientific base. Target yang diharapakan adalah pemberian izin lingkungan akan diselesaikan menjadi 30 hari yang sebelumnya membutuhkan waktu 75 hari. Namun demikian pada penerapannya terdapat kendala karena adanya ketidakmerataan kemampuan sumber daya manusia di pemerintah daerah untuk melakukan proses penialian dan pemberian izin lingkungan. Kendala ini juga sedang diupayakan untuk dapat diatasi.

Pada kesempatan ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan ”Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik rekomendasi dan saran dari Ombudsman RI berkenaan dengan pelayanan publik ini. Kami akan segera melakukan langkah-langkah strategis untuk melaksanakan rekomendasi tersebut untuk peningkatan pelayanan publik yang lebih baik.”

UU no 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik merupakan komitmen Indonesia dalam mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. Hasil observasi Ombusdsman RI sejak tahun 2013, tingkat kepatuhan pemerintah dan pemerintah daerah masih rendah yaitu rata-rata: Tingkat kementerian 22.2 %, Tingkat Lembaga Negara dan Pemerintah 27% dan Pemerintah Daerah 10.5 %.

Keterbukaan pelayanan publik di bidang lingkungan hidup dan kehutanan memiliki tujuan besar yaitu mencapai pembangunan berkelanjutan yang mempertahankan daya dukung lingkungan bagi generasi mendatang. Penilaian Komisi Ombudsmen hingga 2014, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) KLH telah menunjukkan kinerja katagori “BAIK”.

Selain itu, penilaian dari UKP4, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BAPPENAS, Kementerian PAN RB dan Badan Administrasi Kepegawaian Nasional (BAKN) juga mendapatkan peringkat baik. Semua prestasi ini menuntut tanggung jawab yang lebih besar lagi untuk menjawab tantangan permasalahan lingkungan yang semakin kompleks.

Pada hari Kamis, 5 Pebruari, Unit Pelayanan Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup (UPT KLH) akan meluncurkan logo dan sistem layanan online di kantor UPT KLH di Jl. DI Panjaitan kav. 24, Jakarta Timur. Sistem ini dibuka dalam meningkatkan pelayanan perizinan lingkungan terutama proses layanan regirstrasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Lingkungan Hidup, telp : 021-85904927, email: humaslh@gmail.com

Rapat Kerja Komisi VII DPR RI Dengan KLHK RI

Jakarta, 4 Pebruari 2015. Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pertama kalinya berlangsung tanggal 4 Pebruari 2015. Rapat Kerja dipimpin oleh Ir. H. Mulyadi, wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini dihadiri oleh para pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Siti Nurbaya, MSc, Sekretaris KLH, Sekjen Kemenhut serta Para Eselon I dan II di lingkup KLHK. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan Evaluasi Pelaksanaan Program KLH Tahun 2014 dan Rencana Program Kerja Tahun 2015 dengan fokus pada lingkungan hidup. Pada Kabinet Kerja 2014 – 2019, dua kementerian digabung menjadi satu, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sehubungan dengan itu, Menteri LHK menyatakan “Penggabungan ini membawa harapan penekanan pada prospek pembangunan lingkungan hidup yang lebih baik aktualisasinya dalam pembangunan terutama pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya alam. Dengan adanya penyatuan kelembagaan, semakin dapat memperkuat peran dan kemampuan mendorong serta melaksanakan pembangunan dengan visi lingkungan, serta peran untuk mampu mengaktualisasikan konsep pembangunan berkelanjutan. Adanya kehadiran bersama kehutanan mempertegas misi untuk pentingnya sumber daya alam (hutan) secara arif dengan sepenuhnya menerapkan kebijakan berbasis lingkungan.”

Pada tahun Anggaran 2015, DIPA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri dari 2 DIPA, yaitu:
– BA 043 KLH sebesar Rp. 825.004.898.000,- (delapan ratus dua puluh lima milyar empat juta delapan ratus sembilan puluh delapan ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 2 program;
– BA 029 Kementerian Kehutanan sebesar Rp. 5.643.218.339.000,- (lima triliun enam ratus empat puluh tiga milyar dua ratus delapan belas juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 8 program.

Total nilai DIPA KLHK sebesar Rp. 6.468.223.237.000,- untuk 10 program. Selain itu terdapat pula penambahan anggaran dalam APBN-P Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 156.000.000.000,- (seratus lima puluh enam milyar) yang dialokasikan pada Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. serta sebesar Rp. 60.313.964.920,- (enam puluh milyar tiga ratus tiga belas juta sembilan ratus enam puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh rupiah) yang dialokasikan pada Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya dan Program Pengendalian Perubahan Iklim. Dengan demikian, Pagu Alokasi Anggaran KLHK Tahun Anggaran 2015 menjadi sebesar Rp. 6.684.537.201.920,- (enam triliun enam ratus delapan puluh empat milyar lima ratus tiga puluh tujuh juta dua ratus satu ribu sembilan ratus dua puluh rupiah).

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi :
1. Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, taat kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial;
2. Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia.
3. Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development).
4. Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship.
5. Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Dengan prinsip-prinsip arahan tersebut, terdapat tiga peran strategis pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan meliputi :
Terdapat tiga peran strategis pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang meliputi:
1. Menjaga kualitas lingkungan hidup yang memberikan daya dukung (kualitas udara, air, dan tanah), pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim;
2. Menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupan seperti menjaga keseimbangan alam untuk keseimbangan alam dan kehidupan, menjaga DAS dan sumber mata air untuk ketersediaan air yang mencukupi bagi kelangsung hidup dan menjaga daya dukung fisik ruang wilayah serta kualitasnya.
3. Menjaga luasan dan fungsi hutan yang mencukupi untuk menopang kehidupan (life support system) serta menyediakan hutan (produksi dan APL) untuk kegiatan sosial ekonomi rakyat, menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, beberapa hal diajukan oleh Anggota Komisi VII DPR RI, seperti Amdal, perizinan, struktur organisasi, reklamasi pasca tambang, rencana pembangunan politeknik, proses monitoring untuk limbah, hutan lindung berubah menjadi hutan produksi yang merusak lingkungan, program DAS, penegakan hukum terhadap kawasan hutan produksi, praktek penjualan satwa, minimalisir kegiatan pertambangan, fasilitas pembangunan infrastruktur hijau, kriteria Adipura, fokus penanganan danau, polusi udara akibat dari industri, target untuk pengurangan emisi, serta kelembagaan badan perubahan iklim yang diintegrasikan ke KLHK.

Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghasilkan beberapa kesimpulan, yang a.l: menyetujui usulan RAPBN-P TA 2015 Kementerian LHK sebesar Rp. 6.684.537.201.920,- (enam triliun enam ratus delapan puluh empat milyar lima ratus tiga puluh tujuh juta dua ratus satu ribu sembilan ratus dua puluh rupiah), mendesak KLHK untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan pasca tambang, serta memastikan adanya kerjasama internasional pengendalian perubahan iklim.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Telp. 021 – 8580104, email: humaslh@gmail.com

Sistem Layanan On Line & Logo Baru Unit Pelayanan Terpadu KLHK

Jakarta, 5 Februari 2015 – Hari ini Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM memperkenalkan dan meresmikan sistem layanan online bidang lingkungan hidup dan logo baru Unit Pelayanan Terpadu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (UPT-KLHK). Kegiatan yang dihadiri oleh pimpinan Ombudsman RI, pejabat BKPM, pejabat Kementerian PAN-RB, Pejabat dan staf di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pelanggan UPT-KLHK diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 5 Februari 2015 di UPT-KLH Gedung B Lantai I, Kementerian Lingkungan Hidup, Jl. DI. Panjaitan kav. 24 Jakarta Timur.

Dalam sambutannya, Sekretaris KLH menyatakan, “Pengenalan dan peresmian sistem layanan online dan logo baru UPT bidang lingkungan – KLHK ini, menandai momentum 3 tahun penyelenggaraan pelayanan publik di bidang lingkungan hidup. Momentum ini menjadi sarana penyampaian kepada masyarakat bahwa UPT bidang lingkungan – KLHK dan jajaran unit kerja teknisnya sedang melakukan sebuah transformasi dari sistem layanan tatap muka menjadi layanan nontatap muka (online).” Lebih lanjut ditegaskan, “Pemberian layanan tatap muka yang selama ini dilakukan, telah banyak memberikan pembelajaran pembentukan karakter dan integritas aparatur pelayanan publik. Capaian tersebut adalah ketika pada akhir tahun 2013, pelayanan publik di KLH berada pada urutan kedua tertinggi Indeks integritas di tingkat Pusat berdasarkan survei Integritas Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini saatnya sistem layanan yang ada bermigrasi secara bertahap kepada sistem layanan nontatap muka (online)”.

Penerapan sistem layanan online memungkinkan pemberian layanan diberikan dengan lebih baik kepada pelanggan yang dalam proses pengajuan permohonannya dapat mereka lakukan dengan lebih terencana, hemat waktu dan biaya, sekaligus memastikan bahwa pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya sebuah permohonan dapat lebih cepat dan transparan. Melalui pendekatan Service Oriented Architecture (SOA) yang dipergunakan sebagai platform ini dimungkinkan pula terjadinya konektivitas antara sistem layanan online ini dengan sistem IT lain baik di Kementerian/Lembaga lain maupun di daerah.

Menandai proses transformasi tersebut, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup memperkenalkan sebuah logo baru berupa Kolibri (Colibri Thalasius) sebagai pengganti Kunang-kunang yang sejak tahun 2012 menjadi logo UPT – KLH. Pemilihan Kolibri menggambarkan bahwa ke depan pelayanan publik oleh UPT bidang lingkungan – KLHK akan diselenggarakan antara lain dengan lebih memperhatikan tata waktu seperti jumlah kepakan sayap Kolibri yang mampu mencapai 200 kali per menit, fungsional dalam melayani seperti kemampuan burung terkecil di dunia itu dalam menyerbuk atau menghisap madu tanpa mengoyak kuncup bunga, dan terkoordinasi seperti burung yang di Indonesia juga dikenal sebagai burung madu itu ketika terbang saling berdekatan kolibri lain tanpa mengakibatkan terjadinya tabrakan di udara. “Bila pada tahun pertama dan kedua, UPT bidang lingkungan – KLHK mengagendakan pembentukan karakter dan integritas pelayanan publik, maka pada tahun ketiga dan seterusnya agenda tersebut akan ditambah dengan peningkatan kemampuan dan profesionalitas aparatur didukung oleh modernisasi sistem dan infrastruktut layanan publiknya.” demikian penegasan Sekretaris KLH.

Kedua keadaan di atas, diharapkan dapat semakin memperkuat keinginan menyelenggarakan pelayanan publik lebih baik sesuai motto UPT bidang lingkungan – KLHK yaitu “membuat terang sesuatu yang di tempat lain dibiarkan gelap gulita” yang menggambarkan kondisi bahwa pimpinan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen dan terus mengupayakan (membuat) sebuah perubahan mendasar atas paradigma pelayanan publik yang sering digambarkan sebagai proses berbelit-belit, gelap dan dibiarkan gelap penuh ketidakpastian, serta berpotensi menjadi simpul penyalahgunaan wewenang dan korupsi, menjadi proses yang terang benderang, diselenggarakan oleh aparatur yang bersih dan profesional berdasarkan aturan main yang diketahui bersama, dan meniadakan potensinya terjadinya penyalahgunaan wewenang dan korupsi melalui penerapan mekanisme checks and balances dan pengawasan berjenjang memanfaatkan teknologi informasi.

Pelayanan yang telah diintegrasikan UPT bidang lingkungan – KLHK adalah sebagian besar pelayanan publik yang sebelum tanggal 31 Desember 2011 dilaksanakan oleh setiap kedeputian. Beberapa pelayanan publik mulai dintegrasikan pada pertengahan tahun 2012 dan akhir tahun 2014. Pelayanan publik yang dilakukan oleh KLH dan beberapa yang telah diintegrasikan ke UPT meliputi 23 jenis layanan yaitu: (1) Pelayanan perizinan lingkungan yaitu Amdal/UKL-UPL dan Izin lingkungan; (2) Pengendalian pencemaran air terdiri atas izin pembuangan air limbah ke laut dan izin pembuangan air limbah melalui injeksi; (3) Pengelolaan Limbah B3 terdiri atas izin pengumpulan limbah B3, izin pemanfaatan limbah B3, izin pengolahan limbah B3, izin penimbunan (landfill) limbah B3, dan izin dumping limbah B3.

Selain perizinan pelayanan perizinan, UPT bidang lingkungan – KLHK juga melayani jenis pengajuan non perizinan yang meliputi: (1) Pengelolaan limbah B3 dan Limbah non B3 terdiri atas rekomendasi pengangkutan limbah B3, notifikasi ekspor limbah B3, dan rekomendasi impor limbah non B3; (2) Pengelolaan B3 terdiri atas rekomendasi pengangkutan B3 dan registrasi B3; (3) Pengaduan kasus lingkungan; (4) Pengelolaan Bahan Perusak Ozon terdiri atas rekomendasi importir terdaftar/importir produsen bahan perusak ozon (BPO), rekomendasi importir terdaftar barang berbasis pendingin, dan surat keterangan non BPO; (5) Pelayanan informasi publik (PIP); (6) Konsultasi; dan (7) Pelaporan/surat/dokumen.

Dalam acara tersebut, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup juga menyerahkan secara simbolis akun terdaftar sebagai pelanggan UPT bidang lingkungan – KLHK untuk sistem layanan online kepada 3 (tiga) perwakilan yaitu: PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, PT. Antam, Tbk., dan PT. Cosmo Polyurethane.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, MPM, M.Com, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), telp: 021 8580104, fax: 021 858 0105. email: upt@menlh.go.id
cc: humaslh@gmail.com . web: http://pelayananterpadu.menlh.go.id / www.menlh.go.id

Tuntutan Masyarakat Adat Dayak Wehea

DSC_9438Jakarta, 4 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima kedatangan masyarakat adat Dayak Wehea di Kantor Manggala Wanabakti pada tanggal 3 Februari 2014 yang secara resmi diterima oleh Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Himsar Sirait, SH. Masyarakat adat Dayak Wehea tinggal di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa hutan merupakan lumbung kehidupan dimana mata pencahariannya adalah berkebun dan berladang. Masyarakat adat Dayak Wehea memiliki ketergantungan tinggi kepada lingkungan terusik kehidupannya akibat perambahan hutan dari pihak luar serta meminta agar izin usaha pertambangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan dihentikan karena akan mengganggu ekosistem di tempat mereka tinggal.

Suku Dayak Wehea adalah sub suku Dayak yang mendiami enam desa di Kutai Timur, Kalimantan Timur, diantaranya Desa Nehas Liah Bing, Long Wehea, Diaq Leway, Dea Beq, dan Bea Nehas. Masing-masing kepala adat dari 6 desa tersebut juga merupakan anggota Dewan Adat Dayak Wehea dengan Ketua Dewan adatnya saat ini dipimpin oleh Bapak Tleang Lung (Kepala Adat Dayak Wehea Desa Dea Beq) dengan Sekretaris Adat adalah Bapak Ledjie Be (tetua adat Dayak Wehea dari Desa Bea Nehas). Populasi di masyarakat adat Wehea sekitar 6000 orang. Suku Wehea menjaga hutan lindung yaitu Hutan Lindung Wehea. “Keldung Laas Wehea Long Skung Metgueen.” Deretan kata dalam bahasa Dayak Wehea itu berarti sebuah aturan: perlindungan dan pemanfaatan terbatas hutan Wehea. Ladjie Taq, kepala adat suku Wehea, bersama beberapa tokoh adat Wehea lainnya yang menetapkan aturan sejak 4 November 2004 dan secara khusus dijaga oleh Pasukan Adat Dayak Wehea atau rangers bernama Petkuq Mehuey.

Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha, berada di ketinggian 250 m di timur sampai 1750 m di barat, dengan tipe hutan mulai dari dataran rendah hingga hutan pegunungan. Hutan Wehea mempunyai fungsi hidrologis yang penting karena merupakan DAS untuk Sungai Wehea di Kabupaten Kutai Timur dan Sungai Long Gi di Kabupaten Berau yang terletak di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang berjarak sekitar 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea.

Suku Dayak Wehea memiliki wilayah adat yang cukup luas, diantaranya pada bagian utara yang berbatasan dengan Desa Merapun dan Merabu serta desa-desa di Kecamatan Sungai Kelay dan wilayah sepanjang pegunungan hingga ke Kung Kemul serta batas Kabupaten Malinau, Kabupaten Berau, pada bagian timur berbatasan dengan Sungai Bengalon, selatan berbatasan dengan Keham (jeram) yang terletak di bagian hulu Kampung Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, dan bagian barat berbatasan dengan pematang gunung pemisah antara Sungai Tlan (orang luar biasa menyebut Sungai Telen) dan Sungai Mara. Sejak tahun 2012, kawasan eks HPH PT. Mugi Triman diubah menjadi kawasan Reforestasi untuk Pelepas liaran Orang Utan yang dikelola bersama oleh Yayasan BOS-Foundation dan PT. Reforestasi untuk Orang Utan Indonesia (RHOI) bersama masyarakat Suku Dayak Wehea di bantaran Sungai Telen dan pola kerjasama tersebut kemudian rencananya diperbaharui pada Maret 2014.

Hutan Lindung Wehea terdapat berbagai jenis satwa liar antara lain 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi. Salah satu primata yang menggantungkan hidupnya terhadap kelestarian Hutan Wehea adalah orangutan (Pongo pygmaeus). Hutan Lindung Wehea itu sebelumnya adalah eks-hutan ekploitasi perusahaan HPH PT Gruti III. Kemudian pada 1995 digabung dengan PT Inhutani II menjadi PT Loka Dwihutani. Pada tahun 2003, hutan dievaluasi oleh Pemprov Kaltim dan dinilai kondisinya masih baik. Pada tahun 2005 melalui melalui Surat Keputusan Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 dibentuklah Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BP-HULIWA) yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat adat, lembaga pendidikan, dan LSM. Hutan lindung Wehea dikelola oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Warga Dayak Wehea melalui lembaga adat Dayak Wehea menunjukan kepedulian tinggi dalam melestarian hutan Wehea.

Kepedulian Masyarakat Adat Wehea ini kemudian mendapat penghargaan dari pemerintah dengan dianugrahkannya penghargaan Kalpataru ke Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing pada tahun 2009. Penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu semakin membuka mata masyarakat luas akan keberadaan hutan lindung Wehea yang patut dilestarikan.

Saat ini wilayah adat Dayak Wehea terancam kerusakan ekologi yang luar biasa. Alih fungsi hutan menjadi HPH, pertambangan dan perkebunan sawit secara besar-besaran, telah mengakibatkan hilangnya ruang dan kualitas hidup. Padahal masyarakat adat Wehea selama ini menjadikan sungai dan hutan sebagai sumber kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan religiositasnya. Ada tiga tuntutan yang diperjuangkan masyarakat adat Dayak Wehea yaitu (1) menuntut pengakuan atas masyarakat adat Dayak-Wehea dan hak ulayat sebagai sebuah entitas masyarakat adat di Indonesia, (2) penghentian penerbitan ijin baru untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup, (3) pencabutan semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan penghentian ijin baru pertambangan di wilayah Ulayat Masyarakat Adat Wehea Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada pertemuan ini, Irjen Kemenhut dan Deputi V KLH sepakat menyatakan “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan verifikasi data dan informasi yang ada dilanjutkan dengan verifikasi di lapangan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saat ini telah terbentuk Tim Penanganan Pengaduan Kasus-kasus LH dan Kehutanan sehingga tim ini dapat menindaklanjuti kasus ini.”

Pimpinan rombongan, Ketua Dewan Adat Wehea, Tleang Lung berkesempatan bertemu dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya pada acara “Refleksi 100 Hari KLHK” dan menyatakan apresiasinya atas usaha masyarakat adat Dayak Wehea yang selama ini telah menjaga hutan lindung Wehea dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Himsar Sirait, SH, Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, telp: (021) 72793008 humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DSC_9456Perjalanan kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam menahkodai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipaparkan pada Acara Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam acara yang digelar di Lobi Utama Gd. Manggala Wanabakti Jakarta (3/2), Siti Nurbaya menguraikan hal-hal yang telah dilakukan selama 100 hari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diantaranya: struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memudahkan perizinan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor BKPM, pemurnian birokrasi, penanganan kebakaran hutan dan lahan di provinsi rawan kebakaran, pemberantasan illegal logging dan pengrusakan hutan, moratorium izin gambut dan hutan primer, dll.

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Selain Siti Nurbaya hadir juga Wimar Witoelar (Pengamat Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Chalid Muhammad (Aktifis Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Koordinator Institut Hijau Indonesia), Satya Widya Yudha (Anggota Komisi VII DPR RI), Darori (Anggota Komisi IV DPR RI), dan Parlindungan Purba (DPD RI), dan ikut memberikan sumbangan pemikiran dan saran untuk pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih baik dimasa mendatang. Acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat eselon I dan II lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta LSM dan media massa.