Ada Kategori Apa Saja di Penghargaan Kalpataru?

 

1 Kategori Perintis Lingkungan

Individu bukan pegawai negeri atau bukan pejabat negara yang mempelopori upaya luar biasa bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, dan merupakan kegiatan baru di wilayah/kawasan tertentu dan/atau berhasil mengembangkan teknologi lokal yang ramah lingkungan.

2 Kategori Pengabdi Lingkungan

Individu baik petugas lapangan dan/atau pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara yang mendedikasikan hidupnya dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang melampaui kewajiban dan tugas pokok profesi dalam jangka waktu lama secara berurutan

3 Kategori Penyelamat Lingkungan

Kelompok orang dan/atau lembaga yang menjaga dan/atau memperbaiki penyelamatan fungsi dan tatanan lingkungan hidup atas dasar prakarsa kelompok.

4 Kategori Pembina Lingkungan

Individu/tokoh masyarakat bukan pejabat pemerintah yang melakukan pembinaan untuk membangkitkan kesadaran, prakarsa, dan peran masyarakat guna melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup dan /atau berhasil mengimplementasikan temuan teknologi baru yang ramah lingkungan.

Diskusi Pengembangan Mitra Perhutanan Sosial

Sebagai tindak lanjut dari Penandatanganan MoU antara Direktorat Jenderal PSKL dan 6 Perusahaan Mitra, Direktorat Kemitraan Lingkungan mengadakan diskusi Pengembangan Mitra Perhutanan Sosial di Jakarta. 

Hadir dalam acara ini adalah 6 Perusahaan penandatangan MoU kerjasama di tahun 2023, yaitu PT. Astra International, Tbk., PT. Pertamina, PT. Paiton Energy, PT. Semen Padang, PT. Pupuk Sriwidjaja, dan PT. PLN Indonesia Power. Hadir pula perwakilan tiap Direktorat dan Balai di Dirjen PSKL, serta beberapa perusahaan lain yang akan menjalin kerjasama dengan Dirjen PSKL.

Acara ini dibuka oleh Direktur Kemitraan Lingkungan, Dra. Jo Kumala Dewi, M.Sc. dilanjutkan dengan penyampaian informasi tentang jenis kegiatan kemitraan lingkungan, alur kerjasama mitra, dan potensi lokasi-lokasi perhutanan sosial yang perlu dukungan mitra, termasuk melalui CSR dunia usaha.

Acara dilanjutkan dengan presentasi kegiatan kemitraan yang telah dilakukan oleh 6 perusahaan. Masing-masing memaparkan perkembangan proses kemitraan dengan kelompok perhutanan sosial di berbagai wilayah dan capaian program Perhutanan Sosial yang telah dikerjasamakan.

Di penghujung acara, Ibu Jo menekankan bahwa upaya kolaborasi Pentahelix pada wilayah perhutanan sosial tidak hanya semata-mata dilakukan untuk peningkatan ekonomi, namun lebih besar lagi untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hutan.

Kegiatan ditutup oleh Sesditjen PSKL, Dr. Ir. Mahfudz, M.P., dengan apresiasi kepada dunia usaha yang telah berbuat banyak untuk mendukung kelompok-kelompok perhutanan sosial. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri karena keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karenanya, dukungan dunia usaha dan mitra lainnya sangat diperlukan untuk bekerja sama lebih baik lagi untuk mewujudkan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera.

 

Masyarakat Sumsel Dapat 211 Persetujuan Perhutanan Sosial dari KLHK selama Tahun 2023

Kabar Pesona Edisi 5 Februari

Sepanjang tahun 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan sebanyak 211 Persetujuan Perhutanan Sosial (PS) kepada masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel). Informasi ini diumumkan dalam Seminar Catatan Akhir Tahun HaKI-Perhutanan Sosial Sumsel 2023 yang diselenggarakan pada Selasa, 19 Desember 2023.

Dengan luas total mencapai 133.390,23 hektar, izin tersebut diberikan melalui 5 skema yang berbeda. Menurut Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute (HaKI), Deddy Permana, Perhutanan Sosial telah menjadi isu strategis yang mendapat perhatian khusus dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam mendampingi masyarakat, HaKI telah aktif melibatkan diri dalam program Ford Foundation di 56 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) yang tersebar di 5 wilayah Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Deddy menjelaskan bahwa pendampingan pasca Persetujuan juga telah dilakukan secara intensif, terutama pada 6 KPS yang mendapatkan dukungan sejak tahun 2018. “Kami fokus pada pengembangan kelembagaan dan sosial ekonomi sebagai bagian dari pendampingan kami,” ujar Deddy.

Dari sudut pandang Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), data GoKUPS mencatat adanya 265 KUPS yang telah terbangun di Sumsel. Dari jumlah tersebut, 129 KUPS mencapai level Blue, 59 KUPS level Silver, dan 77 KUPS level Gold. Produk-produk yang dihasilkan oleh KUPS mencakup kopi, karet, madu, kerajinan tangan, hingga ekowisata.

Namun, Deddy juga menggarisbawahi sejumlah tantangan yang dihadapi oleh sektor Perhutanan Sosial. Kendala modal, proses kelembagaan, dan kurangnya pemahaman dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan.

“Tantangan ini melibatkan keterbatasan jumlah pendamping, pengembangan usaha KPS/KUPS yang belum maksimal, dan kelembagaan yang kurang berfungsi dengan baik,” tambahnya.

Meski demikian, Deddy menyatakan optimisme terhadap resolusi untuk tahun 2024. Dia berharap bahwa Perhutanan Sosial dapat diukur dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Upaya koordinasi antar stakeholder, peningkatan peran OPD terkait, dan pengembangan multi usaha menjadi fokus untuk mencapai tujuan tersebut.

Sumber: Kabar Pesona PSKL

Baca selengkapnya di: http://pskl.menlhk.go.id/berita/671-berita-kabar-pesona-edisi-5-februari-2024.html

Sekilas Tentang Lahan Basah

Pengembangan Pariwisata Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan  Pemkab Konawe Selatan - Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
TN Rawa Aopa Watumohai

Secara singkat, lahan basah terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Contohnya adalah kawasan bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Jadi, lokasinya bisa di mana saja, misalnya di setiap zona iklim, kutub sampai tropis, dan dari dataran tinggi sampai dataran rendah.

Meskipun hanya meliputi 6% permukaan bumi, peranannya seperti urat nadi bagi seluruh bentang alam. Kekayaan alamnya yang besar dan penting untuk kehidupan. Ia berfungsi sebagai sumber dan pemurni air, pelindung pantai dan daratan,  penyimpan karbon terbesar, serta menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan keindahan alam. Selain itu juga penting bagi pertanian dan perikanan serta potensi pemanfaatan lainnya.

Istilah lahan basah mulai dikenal global sejak adanya Konvensi Ramsar tahun 1971 di kota Ramsar Negara Iran. Tujuan konvensi ini adalah untuk mendorong upaya konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerjasama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia. Sekarang sudah 172 negara yang meratifikasi konvensi ini.

Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Keppres No. 48 tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat.  Ratifikasi ini menjadi tonggak awal kebijakan perlindungan ekosistem lahan basah. Kemudian dibentuklah Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah pada 1994. Namun demikian, payung hukum terbit melalui PP No 71 2014 tentang Pengelolaan Perlindungan Ekosistem gambut dan dilanjutkan dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut  (BRG) melalui Perpres 1 2016, kemudian diperbarui lagi dengan Perpres No 120 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Lokasi lahan basah yang dilindungi Konvensi Ramsar disebut dengan Situs Ramsar. Saat ini sudah ada 2.503 situs yang mencakup 257.182.372 hektar menurut data yang tertera di website resmi ramsar di ramsar.org.

Indonesia memliki lahan basah seluas 40,5 juta hektar. Dari jumlah tersebut, tercatat seluas 1,37 juta hektar lahan basah yang masuk ke dalam situs Ramsar di Indonesia yang mencakup 7 kawasan, yaitu:

  1.       Taman Nasional Berbak (141.261,94 ha)
  2.       Taman Nasional Sembilang (202.896,31 ha)
  3.       Taman Nasional Danau Sentarum  (130.000 ha)
  4.       Taman Nasional Wasur (431.425,12 ha)
  5.       Taman Nasional Rawa Aopa Watumoha (105.194 ha)
  6.       Suaka Margasatwa Pulau Rambut (90 ha)
  7.       Taman Nasional Tanjung Putting (415.040 ha)

Selain ketujuh kawasan tersebut, Indonesia masih memproses dan melengkapi dokumen dan persyaratan-persyaratan pada kawasan lahan basah yang tersebar di Indonesia untuk menjadi Situs Ramsar.

Kita perlu khawatir juga bahwa menurut perkiraan global wetland outlook 2021 menyatakan bahwa lahan basah dunia telah menghilang sekitar 64% sejak tahun 1900. Demikian juga di Indonesia yang mengalami penyusutan karena konversi lahan. Secara umum penyusutan di seluruh dunia dikarenakan perubahan iklim, meningkatnya populasi, urbanisasi, dan perubahan pola konsumsi.

 

Bahan bacaan/tulisan:

https://www.ramsar.org/

https://unfccc.int/news/wetlands-disappearing-three-times-faster-than-forests

https://pslh.ugm.ac.id/lahan-basah-berkelanjutan/#:~:text=Ketujuh%20Situs%20Ramsar%20tersebut%2C%20yaitu,dan%20Taman%20Nasional%20Tanjung%20Puting.

https://www.brin.go.id/news/105087/membangun-potensi-pemanfaatan-lahan-basah-di-indonesia

https://indonesia.wetlands.org/id/