RANGKAIAN HLH 2015 – DIALOG PENANGANAN SAMPAH PLASTIK

sampah_plastikJakarta, 10 Juni 2015 – Sebagai rangkaian dari Peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia Tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan acara Dialog Penanganan Sampah Plastik pada hari Rabu, 10 Juni 2015 bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta. Dialog menghadirkan narasumber dari kalangan pemerintah dan dunia usaha seperti perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian, PT. Unilever, Ketua Asosiasi Retail Indonesia, serta Ketua Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia.

Kegiatan ini diselenggarakan mengingat sampah plastik merupakan persoalan besar yang perlu ditangani secara serius implementasi kebijakan dan strategi nasionalnya. Jumlah peningkatan timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun. Tantangan terbesar pengelolaan sampah adalah penanganan sampah plastik yang tidak ramah lingkungan. Berdasarkan hasil studi  yang dilakukan di beberapa kota tahun 2012, pola pengelolaan sampah di Indonesia sebagai berikut: diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Saat ini lebih dari 90% kabupaten/kota di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping atau bahkan dibakar. Pada saat ini, upaya pemilahan dan pengolahan sampah masih sangat minim sebelum akhirnya sampah ditimbun di TPA. Jika kebijakan ‘do nothing’ tetap dilaksanakan, maka kebutuhan lahan untuk TPA akan meningkat menjadi 1.610 hektar pada tahun 2020. Dilema sulitnya pengadaan lahan TPA mendorong Pemerintah Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tahun 2014 untuk menggagas lahirnya komitmen “Indonesia Bersih Sampah 2020”. Upaya pengurangan timbulan sampah tanpa menghilangkan nilai guna dan nilai ekonominya menjadi tantangan pengelolaan sampah ke depan bagi Pemerintah Indonesia.

Untuk itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc menegaskan “Sesuai Amanat Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, paradigma pengelolaan sampah harus dirubah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan di sumber dan daur ulang sumberdaya. Pendekatan end of pipe diganti dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen atau extended producer responsiblity (EPR), daur ulang material (material recovery), daur ulang energi (energy recovery), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah di TPA berwawasan lingkungan. Prinsip tersebut dilaksanakan dari hulu saat barang belum dimanfaatkan, sampai hilir saat barang dan kemasan mencapai akhir masa gunanya.”

Untuk mengimplementasikan kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan sampah, pemerintah telah menetapkan target pengurangan dan pengolahan sampah, sampah plastik termasuk di dalamnya, sebesar 20% dari total timbulan sampah pada tahun 2019. Penetapan target tersebut mempertimbangkan (1) Penyusunan skala prioritas jenis sampah plastik apa yang perlu ditangani terlebih (misalnya: kantong plastik, styryofoam, bungkus makanan) (2) Jumlah target pengurangan dan daur ulang sampah plastik didasarkan hasil perhitungan realistik, terukur, dan bertahap. (3) Prioritas wilayah pengurangan dan daur ulang sampah plastik.

Saat ini pemerintah sedang melakukan berbagai upaya seperti:

  1. Pembatasan penggunaan kantong plastik belanja, baik di retailer modern maupun pasar tradisional. Program green mall atau green retailer bisa menjadi pilihan.
  2. Optimalisasi daur ulang sampah plastik yang sudah ada yang dilakukan oleh pemerintah daerah, sektor informal maupun masyarakat.
  3. Kemitraan pemerintah dan produsen penghasil barang dan/atau barang dengan kemasan plastik.
  4. Sosialisasi program pemilahan dan daur ulang sampah plastik melalui Program Bank Sampah.

Dialog hari ini diharapkan dapat memberikan dukungan guna mewujudkan kebijakan dan regulasi yang disusun oleh pemerintah melalui koordinasi dan kolaborasi semua pihak yang  menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM,
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Telp/Fax. 021 – 8580102,
email: humaslh@gmail.com,
www.menlh.go.id

BERSEPEDA UNTUK BUMI

MSR_0149_bikeJakarta, 7 Juni 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak masyarakat merayakan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 5 Juni 2015 dengan gerakan peduli lingkungan “Bersepeda Untuk Bumi”. Kegiatan ini berlangsung pada hari Minggu, 7 Juni 2015 mulai di parkiran Kantor KLHK, Manggala Wanabakti hingga berakhir di Bundaran Hotel Indonesia. Turut bersepeda bersama masyarakat Menko Perekonomian Dr. Sofyan Djalil, SH, MA, MALD, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc dan para Duta Besar negara sahabat.

Acara “Bersepeda untuk Bumi” merupakan lanjutan peringatan HLH 2015 yang puncaknya  diselenggarakan di Istana Kepresidenan Bogor dipimpin oleh Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia.  Dalam Amanatnya, Presiden menyatakan “Pemerintah akan terus berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup”. Hal ini menunjukan ketegasan Indonesia yang secara konsisten aktif dalam setiap inisiatif gerakan lingkungan global namun juga membuat langkah-langkah nyata. Tema peringatan World Enviromental Day 2015 “Seven Billion Dreams, One Planet, Consu-me with Care” disesuaikan menjadi “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi”.

Menteri LHK, Siti Nurbaya mengingatkan “bumi semakin padat dengan penghuni + 7,2 milyar jiwa. Tingkat konsumsi penduduk melebihi pasokan di bumi. Kualitas lingkungan hidup di banyak negara cenderung menurun. Perlu Aksi mendesak seperti perubahan pola konsumsi dan produksi menuju hemat sumberdaya, berkualitas lebih baik dan melindungi lingkungan hidup”. Lebih lanjut “Gerakan bersepeda akan mengurangi konsumsi energi bahan bakar dan mengurangi pencemaran udara perkotaan. Hal ini sesuai Nawacita butir 5 meningkatkan kualitas hidup manusia”

Sejalan dengan itu, Menko Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan “Kuncinya pada Kesadaran masyarakat, perlu pemanfaatan sumberdaya secara maksimal dengan bijaksana. Dibutuhkan pola konsumsi yang sesuai, misalnya mengambil makanan yang secukupnya tidak membuang makanan. Tekanan akan kebutuhan pertumbuhan semakin meningkat seiring peningkatan ekonomi Indonesia namun tetap kita berkewajiban menjaga bumi dari kerusakan untuk alam yang lebih baik.”

“Bersepeda untuk Bumi” didukung pula oleh Bike2Work dan UNDP, dimana dalam acara ini bergabung pula, Daniel Price yang sedang bersepeda dari Kutub Selatan menuju Paris dan Erlend Moster Knudsen yang akan berlari dari Kutub Utara menuju Paris untuk Kampanye Perubahan Iklim. Mereka diharapkan akan tiba di Paris pada saat berlangsungnya pertemuan PBB tingkat tinggi terkait perubahan iklim (National Summit on Climate Change). Kegiatan Pole to Paris: Daniel Price dan Erlend M Knudsen menegaskan pentingnya peran Indonesia di forum internasional iklim global, sekaligus berpesan bahwa kita harus bekerjasama mencapai masa depan berkesinambungan.

Daniel Price sempat singgah ke lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) KLHK di Dukuh Serut, Bantul, DIY yang mengembangkan program pembuatan es batu oleh para nelayan yang memanfaatkan energi. Dukuh Serut menerima penghargaan Proklim tahun 2012 sebagai apresiasi kepada masyarakat yang melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sehingga meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dan mendukung target penurunan emisi GRK nasional.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, SH., MSD,
Kepala Biro Hukum dan Humas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Telp/Fax. 021 – 8517182, email: humaslh@gmail.com, www.menlh.go.id

KLHK MENGUPAYAKAN PEMULIHAN TUMPAHAN ASAM SULFAT DI TOL JELAMBAR KM 17,800 A TANJUNG DUREN JAKARTA BARAT

Lokasi verifikasi  di bawah kolong tol
Lokasi verifikasi di bawah kolong tol

Jakarta, 8 Mei 2015 – Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dipimpin oleh Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah B3 dan Sampah, M. Ilham Malik berkoordinasi dengan Kasatlantas Polres Metro Jakarta Barat dan Jasa Marga dalam upaya pembersihan lokasi tumpahan asam sulfat (H2SO4).

Hal ini menindaklanjuti kejadian pada hari Selasa tanggal 5 Mei 2015, pukul 04.30 WIB di Jalan Tol Jelambar KM 17.800 A, Tanjung Duren Jakarta Barat, berupa tumpahan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 24.330 kg yang disebabkan kecelakaan truk tangki nomor polisi L 8370 UN milik PT. Bali yang memuat asam sulfat (H2SO4) milik PT. Mahkota Jaya Raya dengan truk trailer nomor polisi B 9107 BEH mengakibatkan terjadi pencemaran lingkungan di lokasi kejadian dan di bawah kolong tol sampai jarak 100 – 150 meter. Kejadian tersebut mengakibatkan 1 (satu) orang korban bernama Kusmiyati (26 tahun) meninggal dan 1 (satu) orang laki-laki bernama Sukardi (26 tahun) terkena percikan asam sulfat dan mengalami luka bakar pada bagian muka dan tangan. Korban bermukim di kolong tol tersebut.

Sesuai kewenangan dan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, KLHK berkoordinasi dengan instansi terkait telah memerintahkan kedua belah pihak yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Keduanya adalah PT. Bali dan PT. Handal Mandiri Transindo yang harus melakukan pembersihan bekas tumpahan bahan kimia di lokasi kejadian serta lingkungan yang terkena tumpahan asam sulfat. Mengacu kepada ketentuan dalam Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) dan Standard Operating Procedure (SOP) Tanggap Darurat yaitu dengan cara menetralisir lokasi tumpahan dengan larutan soda atau kapur sebelum disiram dengan air.

Dalam pertemuan bersama dengan Kanit Laka Polresta Metro Jakarta Barat, PT. Jasa Marga dan Polisi Jalan Raya (PJR), PT. Bali dan PT. Handal Mandiri, disepakati pada hari Sabtu tanggal 9 Mei 2015 dilakukan pembersihan pada lokasi kolong tol pada pukul 10.00 – 11.00 WIB. Sedangkan pembersihan badan jalan tol akan dilakukan pada malam hari antara pukul 22.00 – 05.00 WIB.
Informasi lebih lanjut:
Ir. Muhammad Ilham Malik, M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLH. Tlp/Fax: 021-85905637, Email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

“Bersepeda 17.000 KM dari Kutub Selatan ke Paris Untuk Kepedulian Perubahan Iklim”

Jakarta, 25 Mei 2015 – Dua orang ilmuwan lingkungan hidup, Daniel Price dan Erlend Moster Knudsen melakukan perjalanan dari Kutub Utara dan Selatan menuju Paris untuk Kampanye Perubahan Iklim. Daniel Price memulai perjalanan sepanjang 17.000 km ini dengan bersepeda dari Lingkar Kutub Selatan sedangkan mitranya Erlend Moster Knudsen berjalan kaki sepanjang 3.000 km dari Lingkar Kutub Utara menuju Paris. Mereka diharapkan akan tiba di Paris pada saat berlangsungnya pertemuan PBB tingkat tinggi terkait perubahan iklim (National Summit on Climate Change).

Pole to Paris merupakan suatu bentuk kegiatan unik yang menggarisbawahi pentingnya peran Indonesia dalam pembicaraan-pembicaraan tentang iklim global, sekaligus mengirim pesan bahwa kita harus bekerjasama untuk mencapai masa depan yang berkesinambungan bagi semua. Saat ini kedua peneliti melewati di Indonesia dan singgah ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, mereka mengunjungi lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) di Dukuh Serut, Bantul.

Desa Proklim tersebut mengembangkan program pembuatan es batu oleh para nelayan yang memanfaatkan energi. Dukuh Serut menerima penghargaan Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2012 sebagai apresiasi pemerintah terhadap partisipasi aktif masyarakat yang telah melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi di tingkat lokal, sehingga dapat meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dan mendukung target penurunan emisi GRK nasional.

Untuk dapat ditetapkan sebagai Proklim, syarat utama yang harus dipenuhi adalah keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi di suatu lokasi dan adanya dukungan keberlanjutan dari masyarakat di lokasi setempat. Sejak tahun 2012 – 2014, telah diterima total 412 pengusulan lokasi Proklim yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Verifikasi lapangan telah dilaksanakan di 322 lokasi untuk melihat keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kelompok masyarakat serta dukungan keberlanjutan kegiatan pada lokasi yang diusulkan. Verifikasi lapangan dilaksanakan dengan melibatkan verifikator daerah yang terdiri dari perwakilan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang di wilayahnya terdapat pengusulan lokasi ProKlim. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, evaluasi tim teknis dan pertimbangan Tim Pengarah maka setiap tahun diberikan penghargaan Trophy Proklim kepada masyarakat di lokasi yang memenuhi kriteria. Penerima penghargaan ProKlim tahun 2012 – 2014 adalah seperti tercantum dalam tabel pada lampiran.

Dukuh Serut yang berlokasi di Kabupaten Bantul merupakah salah satu penerima penghargaan ProKlim tahun 2012, yang juga merupakan salah satu lokasi binaan Kampung Hijau Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat di tingkat lokal teridentifikasi dapat memperkuat upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan tersebut dapat berjalan baik dengan adanya kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat. Keberadaan kelompok masyarakat dan tokoh yang menjadi penggerak aksi lokal, menjadi salah satu kunci keberhasilan penguatan kapasitas masyarakat menghadapi perubahan iklim. Selain itu, nilai-nilai kearifan serta peraturan di tingkal lokal menjadi faktor penting lain yang dapat menjamin keberlanjutan pelaksanaan kegiatan dan program.

Kegiatan yang telah dilaksanakan di lokasi ProKlim merupakan aksi nyata mayarakat di tingkat lokal yang dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim serta memberikan kontribusi pencapaian target nasional pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dari business as usual. Apresiasi yang diberikan Pemerintah diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif seluruh pihak untuk mewujudkan target 2000 kampung iklim diseluruh wilayah Indonesia pada tahun 2019, yang dapat memberikan manfaat positif bagi upaya pengendalian kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Selanjutnya Price akan bersepeda sejauh 600 km dari Yogyakarta ke Jakarta. Perjalanan bersepeda di Pulau Jawa akan berakhir pada kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia “Bersepeda Untuk Bumi” di Car Free Day Jakarta, Minggu 7 Juni 2015 bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya.
Informasi lebih lanjut hubungi:
• Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Email: humaslh@gmail.com

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati (KEHATI) 2015 “Keanekagaraman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia”

Jakarta, 22 Mei 2015 – Hari ini dunia memperingati Hari Keanekaragaman Hayati (Kehati) Internasional yang diperingati setiap 22 Mei. Tema tahun ini adalah “Biodiversity for Sustainable Development” atau “Keanekagaraman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan” sejalan dengan penetapan tahun 2015 sebagai International Day for Biological Diversity (IDB) oleh PBB. Tema ini merefleksikan pentingnya upaya-upaya dilakukan disemua tingkatan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai bagian dari Agenda Pembangunan Pasca 2015 (United Nation Post 2015 Development Agenda) untuk periode 2015 – 2030 dan keterkaitan keanekargaman hayati untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc dalam sambutan tertulis mengatakan, “Bertepatan dengan hari keanekaragaman hayati, kami mengundang kepedulian semua komponen bangsa untuk menjaga kelestarian serta memanfaatkan secara bijaksana keanekaragaman hayati demi terlaksananya kegiatan untuk mendukung pembangunan”. Penguasaan manfaat potensi nilai ekonomi, perlindungan dan kelembahaan perlu ditata dengan berpedoman pada konvensi internasional yaitu Protokol Nagoya dan Protokol Cartagena agar praktek biopiracy yaitu pencurian sumber daya hayati dapat dihentikan dan masuknya Produk Rekayasa Genetik (PRG) dan/atau jenis asing invasif tidak akan mengganggu kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Pemanfaatan sumber daya genetik tersebut juga harus memperhatikan aturan yang telah disepakati dalam Protokol Nagoya yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 11 tahun 2013 yaitu pembagian keuntungan atas pemanfaatan sumber daya genetik tersebut harus sampai kepada masyarakat lokal yang memiliki dan telah ikut melestarikan asal sumber daya genetik yang dikembangkan tersebut. Pembagian keuntungan tersebut harus sesuai dengan kesepakatan bersama yang dibangun antara kedua belah pihak pengguna dan penyedia sumber daya genetik, dengan terlebih dahulu memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) sebelum semua kegiatan dilakukan.

KLHK juga telah merintis terbangunnya suatu Clearing House di Papua yang dianggap sebagai pusat kekayaan kehati yang masih ada di Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya biopiracy atau pembalakan hayati. Clearing House ini akan menjadi salah satu simpul bagi Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia yang telah dibangun oleh Kementerian Lingkugan Hidup sejak tahun 2002.

Saat ini pengaturan mengenai pengelolaan sumber daya genetik sedang disiapkan bersama-sama dengan pelaksanaan beberapa program sebagai upaya untuk konservasi keanekaragaman hayati melalui konservasi insitu maupun eksitu. Konservasi insitu dilakukan melalui penetapan berbagai kawasan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam dan taman hutan raya. Upaya pencadangan sumber daya hayati juga dilakukan melalui program Pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati sebagai kawasan konservasi berbagai jenis tumbuhan lokal/endemik yang ada di berbagai daerah. Sampai saat ini, telah terbangun Taman Kehati di 73 lokasi di berbagai daerah.

Meskipun Indonesia adalah negara mega biodiversity, namun Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss) yang tinggi di dunia. Setiap tahun semakin banyak jenis tumbuhan dan satwa menjadi langka dan terancam punah. Salah satu penyebab hilangnya keanekaragaman hayati lain yang saat ini perlu mendapat perhatian serius adalah introduksi dan penyebaran jenis asing invasif pada beragam ekosistem di Indonesia. Kehadiran jenis asing invasif ini menyebabkan terdesaknya jenis dan ekosistem asli. Diperkirakan saat ini terdapat setidaknya lebih dari 300 jenis asing invasif yang tersebar di Indonesia. Untuk itu, KLHK telah menyusun “Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis Asing Invasif” agar dapat menjadi acuan bagi semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, LSM dan masyarakat dalam melakukan pengelolaan jenis asing invasif di Indonesia.

Besarnya manfaat keanekaragaman hayati bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dan adanya ancaman terhadap keanekaragaman hayati telah menjadi salah satu fokus isu strategis dalam RPJMN 2015 – 2019 bidang pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pemerintah menyadari bahwa untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi namun tetap menjaga kelestarian SDA dan LH diperlukan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan penggalian potensi baru dalam pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Potensi ekonomi kehati juga menjadi penjabaran dari salah satu agenda NAWACITA yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai National Focal Point Konvensi Keanekaragaman Hayati yang berarti adalah simpul bagi kementerian/lembaga terkait, bersama-sama dengan Bappenas dan LIPI pada tahun 2015 ini telah merevisi Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). IBSAP bertujuan agar dalam perumusan kebijakan dan perencanaan kegiatan di bidang keanekaragaman hayati dapat terarah dan memiliki sinergi secara nasional.

Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme yang dapat memastikan rencana strategis tersebut dapat diimplementasikan sehingga berkontribusi dalam upaya peningkatan keekonomian kehati sekaligus dapat mengurangi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati. Kedua hal tersebut harus dapat berjalan secara sinergis agar kasus-kasus seperti penyelundupan satwa dilindungi tidak terulang lagi. Praktek-praktek yang salah dalam mengartikan keekonomian kehati tanpa mempertimbangkan kelestariannya haruslah diberantas.

“Mempertahankan keberadaan dan kelestarian keanekaragaman hayati adalah penting namun tidak cukup sampai disitu. Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut harus dapat dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian, agar “Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia” tidak hanya berhenti sebagai slogan semata, tetapi keanekaragaman hayati benar-benar dapat sebagai modal pembangunan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia”, jelas MenLHK.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Email: humaslh@gmail.com

PENGAKUAN WILAYAH ADAT DAN WILAYAH KELOLA RAKYAT

Mataram, April 2015 – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc menghadiri talkshow Dialog Nasional Membangun Simpul Kerjasama Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Sipil Dalam Mewujudkan Pengakuan Terhadap Wilayah Adat dan Wilayah Kelola Rakyat. Talkshow dengan tema “Kebijakan Dasar dan Kebijakan Operasional untuk Pengakuan Wilayah Adat dan Wilayah Kelola Rakyat” diselenggarakan oleh WALHI, Epistama Institute, Kemitraan, dan Perkumpulan HuMa yang bekerja sama dengan Pemda Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Mataram pada Sabtu, 18 April 2015 di Kantor Walikota Mataram, Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kegiatan talkshow dialog nasional menghadirkan narasumber antara lain Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, Bupati Jayapura, Ketua DPRD Kabupaten Tambrao Provinsi Papua Barat, serta Kepala BPN Provinsi NTB, dengan moderator Chalid Muhammad. Selain talkshow, dilaksanakan pula Pembacaan dan Penandatanganan Deklarasi Percepatan Pengakuan Wilayah Adat dan Perluasan Wilayah Kelola Rakyat antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta Masyarakat Sipil sebagai bentuk peneguhan komitmen dan kerjasama dalam pemenuhan komitmen di atas.

Pertemuan ini mengangkat hasil Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 tentang Hutan Adat yang menjadi satu titik penting dalam perubahan kebijakan negara terhadap masyarakat adat dan haknya atas wilayah adat di Indonesia. Selain itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019 telah menetapkan target alokasi kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar kepada masyarakat serta distribusi lahan pertanian seluas 9 juta hektar.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc, mengatakan “Wilayah Kelola Rakyat di tiap daerah modelnya berbeda-beda. Perhutanan sosial baru keluar 500.000 model kehutanan masyarakat. Saya berusaha terus berbicara supaya masyarakat dapat dikonsolidasikan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk model kehutanan masyarakat. Pemerintah tidak mungkin bisa bekerja sendiri tanpa adanya dukungan dari LSM yang bisa memediasi. Yang diperlukan adalah perhitungan yang matang antara masyarakat dan pemda. Model di lapangan akan bisa lebih banyak daripada 500.000 model yang dimiliki oleh Perhutanan sosial. Saya minta Kementerian Dalam Negeri untuk menegaskan agar di lapangan ketahuan formatnya seperti apa.”

Menurut Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, peraturan daerah (perda) kawasan hutan merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat ini banyak perda yang melampaui kewenangan daerah, serta yang menentukan hutan adat adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, telp/fax: 021-8580104, email:humaslh@gmail.com

MENLHK BERTEMU SRIKANDI BIKE TO WORK (B2W) INDONESIA

FotoKLHK-MenLHK bersama Srikandi Bike To Work- 25052015Jakarta, 26 Mei 2015 – Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc berkesempatan untuk beramah tamah dengan Komunitas Bike to Work (B2W) Indonesia di Jakarta. Hal ini berkaitan dengan dilaksanakannya kembali kegiatan Srikandi Bike to Work yang meneladani semangat berjuang para pahlawan perempuan Nasional serta memberi inspirasi sebagai sosok penting yang melahirkan generasi penerus. Kegiatan “Srikandi Inspirasi Bagi Negeri” Jilid 5 ini akan digelar pada tanggal 5 – 11 Juni 2015. Menteri LHK menyatakan “Kami mendukung dan mengapresiasi kepedulian dan kegigihan para Srikandi Bike to Work yang terus bersemangat untuk menjadi teladan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Peran perempuan dalam meningkatkan pengetahuan dan menyadarkan masyarakat atas pentingnya pelestarian sumber daya alam perlu diteruskan secara konsisten. Kepekaan perempuan terhadap hal-hal terkait pelestarian lingkungan sangat dibutuhkan, semoga upaya ini dapat terus menerus diakukan.”

Penyelenggaraan yang memasuki tahun kelima ini istimewa karena Tim 21 Srikandi Indonesia akan menyusuri dua Provinsi yang terkenal sebagai top tourism destinations, yaitu Nusa Tenggara Barat (Lombok) dan Bali. Di Nusa Tenggara Barat jalur kayuh yang akan ditempuh adalah Bima – Dompu – Sumbawa besar – Labuan Pandan (Lombok Barat) – Mataram – Sekotong – Lembar. Setelah menjelajah Pulau Lombok, Tim 21 Srikandi akan melanjutkan perjalanannya ke Sister island, Bali dengan rute mulai dari Padangbai menuju ke garis finish di Denpasar.

Kegiatan “Srikandi Inspirasi Bagi Negeri” ini bertepatan dengan Hari Lingkungan Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni bertujuan untuk mengkampanyekan kesadaran global menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang memberikan manfaat besar bagi alam. Kegiatan kampanye ini berupa touring bersepeda yang dilakukan oleh 21 perempuan (Srikandi) Indonesia yang berasal dari berbagai daerah dan kalangan yang telah lolos seleksi. Para Srikandi Indonesia ini akan menempuh ratusan kilometer dari atas sepeda selama tujuh hari, dengan membawa misi yaitu memanfaatkan gerakan bersepeda sebagai kendaraan ramah lingkungan kepada perempuan di seluruh Nusantara.

Dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, kegiatan yang akan dilakukan Srikandi bersepeda Indonesia adalah membagikan bibit pohon untuk ditanam di wilayah – wilayah yang mereka lewati serta memberikan pembelajaran kepada masyarakat setempat agar lebih peka terhadap permasalahan lingkungan sekitar, di wilayah Sekotong Tengah, Lombok Barat yang terkena dampak pencemaran merkuri di lingkungan masyarakat akibat penambangan emas skala kecil di wilayah tersebut. Para Srikandi Indonesia nantinya juga akan terlibat dalam kegiatan bakti sosial, antara lain memberikan pemeriksaaan kesehatan dan pengobatan gratis dimana dalam hal ini didukung oleh tenaga kesehatan dari Medicuss Fondation, Balifocus Foundation, tenaga PUSKESMAS Kabupaten Lombok Barat, dan Direktorat Bina Kesehatan Gizi, Ibu dan Anak dan Kesehatan Kerja Kementerian Kesehatan serta Tim Respons Cepat Merkuri.

“Penyelenggaraan tahun ini yang bertepatan dengan hari Lingkungan Hidup Sedunia, kampanye “Srikandi Inspirasi Bagi Negeri” memang menitikberatkan kepada aksi Cinta bumi. Selain menjelajah pulau-pulau cantik Indonesia, kegiatan yang kami lakukan sebagai partisipasi nyata kami untuk tetap”membirukan langit” hal tersebut dikatakan Ketua Umum B2W Indonesia, Toto Sugito.

Acara ini didukung juga oleh 3 kedutaaan besar asing, yaitu Kedutaan Besar Norwegia, Kedutaan Besar Denmark dan Kedutaan Besar Kerajan Belanda. Bahkan rencananya Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, H.E. Stig Traavik dan keluarga akan turut bersepeda bersama 21 Srikandi di salah satu etape perjalanan. Untuk menjamin keamanan dan keselamatan selama di jaan, kegiatan ini mendapat dukungan dari pihak Kepolisian RI dari Korps lalu lintas berupa pengawalan sepanjang perjalanan.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, telp/fax: 021-8580104, email:humaslh@gmail.com

PENANGANAN SAMPAH DI KOTA TANGERANG SELATAN

Jakarta, 5 Mei 2015 – Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Sampah, Ir. M. Ilham Malik, M.Sc pada hari Senin 4 Mei 2015 telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan terkait permasalahan sampah yang ada di Kota Tangerang Selatan. Hal ini dilaksanakan sebagai tindaklanjut laporan yang disampaikan oleh masyarakat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc terkait masalah sampah di Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan pengecekan yang dilakukan di lapangan diperoleh hasil sebagai berikut:

1.    Warga di RT 01 / RW 006 Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat melakukan pengelolaan sampah dengan cara membakar sampah yang dilakukan di dalam pemukiman di banyak lokasi pembakaran sehingga mengganggu kenyamanan warga dan menyebabkan polusi udara akibat asap dari pembakaran sampah.

2.    Meskipun telah dibangun transfer depo sampah atau TPS di kompleks Perumahan Permata Pamulang, namun fasilitas tersebut kurang dioptimalkan, saat ini masih memanfaatkan lahan dibelakang lokasi TPS tersebut untuk membuang sampah yang berfungsi sebagai TPA. Yang lebih memprihatinkan bahwa lokasi TPA tersebut berada tepat di pinggir sungai sehingga sampah-sampah tersebut sebagian terbuang ke dalam sungai yang mencemari dan akan menyebabkan terjadinya banjir. Beberapa diantara sampah tersebut juga dibakar dan dipilah oleh pemulung. Lokasi pemukiman tersebut adalah di dekat Perumahan Puri Serpong.

3.    TPA yang melayani Kota Tangerang Selatan beroperasi tidak sebagaimana ketentuan yang berlaku dan fasilitas di TPA hanya mampu melayani area pelayanan sebesar 30%.

Hasil pengecekan lapangan ini memberikan gambaran umum tipikal kondisi pengelolaan sampah pada kota-kota yang mempunyai keterbatasan lahan dengan jumlah penduduk yang besar. Keterbatasan lahan akan memberikan dampak ketersediaan lahan untuk TPA dan jumlah penduduk yang banyak akan menghasilkan timbulan sampah yang besar sehingga menyulitkan dalam kapasitas pelayanan oleh pemerintah daerah atau kelompok masyarakat.

Sebagai strategi dan kebijakan pengelolaan sampah, sudah saatnya dilakukan kaji ulang pengelolaan sampah dengan memperhatikan standar teknis, mulai dari penanganan timbulan dari sumber, lokasi Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS), pengangkutan sampah yang memperhatikan keselamatan dan gangguan bau, serta di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA).

Masyarakat sudah harus mulai memilah sampah sesuai dengan kriterianya, yaitu: (1) sampah yang mengandung limbah berbahaya, (2) sampah yang mudah terurai, (3) sampah yang dapat digunakan kembali, (4) sampah yang dapat di daur ulang, dan (5) sampah lainnya. Kemudian pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas berupa TPS atau TPST 3R sebagai sarana pengumpulan sampah yang telah dipilah oleh masyarakat.

Beberapa alternatif jalan keluar dalam pengelolaan sampah rumah tangga yaitu pertama dengan membiasakan masyarakat memilah sampah. Kedua hasil pemilahan untuk sampah kering dan bernilai ekonomi dapat dikelola melalui Bank Sampah skala kota. Ketiga sampah yang mudah terurai atau organik diolah menjadi kompos, kompos ini dapat dimanfaatkan oleh kota itu sendiri. Keempat residu akan ditransformasikan dari TPS ke TPA dan akan diproses dengan menggunakan teknologi untuk mendapatkan energi listrik, sehingga yang akan dilakukan dalam proses landfill di TPA hanya berupa abu saja. Dengan demikian akan memperpanjang masa pakai TPA yang disediakan. Pada saat ini pemrosesan di TPA masih dilakukan secara konvensional, bahkan sampah plastik ikut terkubur yang secara umum hancurnya bertahun- tahun bahkan puluhan tahun sehingga mempercepat penuhnya TPA.

Kota-kota yang lahannya terbatas dan penduduk yang padat harus melakukan upaya maksimal dalam pengelolaan sampah. Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah, Ir. M. Ilham Malik, M.Sc mengatakan “Tidak boleh lagi pengelolaan sampah di TPA dilakukan secara konvensional, karena lahan yang semakin terbatas. Akan tetapi diperlukan upaya lain dengan kegiatan yang berbasis masyarakat seperti Bank Sampah dengan Prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), serta tidak kalah pentingnya mulai memikirkan upaya lain dengan menggunakan incinerator ramah lingkungan yang dapat mengurangi volume sampah hingga 90% serta dapat menghasilkan energi listrik”.

Sebagai tindak lanjut dari permasalahan sampah yang ada di Kota Tangerang Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk membantu mengatasi masalah tersebut sebagai bagian dari tugas dan fungsi, serta amanah dari peraturan perundang-undangan. Disamping itu harus dicari aplikasi dan solusi teknologi atau alternatif lainnya seperti memperbanyak Bank Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan pembangunan incenerator ramah lingkungan dalam rangka waste to energy.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muhammad Ilham Malik, MSc, Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah, telp/fax: 021-85905637, email:humaslh@gmail.com

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA MENGUBAH PARADIGMA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

SURABAYA, 13 Mei 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan evaluasi pelaksanaan Program Adipura di beberapa kota pada tanggal 11-14 Mei 2015. Kegiatan evaluasi sekaligus verifikasi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Program Adipura. Staf Khusus Menteri LHK, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLHK, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah KLH, Staf Kementerian LHK, dan Media Massa, hari ini mengunjungi Kota Malang dan Kota Surabaya untuk melakukan evaluasi terhadap kota-kota yang mendapatkan Adipura Kencana tahun lalu tersebut.
Penghargaan Adipura Kencana diberikan kepada kota-kota yang yang melampaui batas pencapaian dari segi pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan tanah, perubahan iklim, sosial, ekonomi serta keanekaragaman hayati.
Didampingi Walikota Malang, kunjungan dimulai dari Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) Sampah di Stasiun Peralihan Antara Velodrome yang merupakan bagian dari 73 TPS di seluruh Kota Malang. TPS ini langsung memilah sampah organik menjadi kompos dan plastik yg dapat didaur ulang. Pemilahan dan pengkompresan sampah plastik menghemat transportasi ke TPA karena sampah dapat dikompres dari 4 truk menjadi 1 truk. Kunjungan berikutnya adalah Bank Sampah Malang yang beromset 300 juta dan TPA Supit Urang yang menghasilkan gas metana yang digunakan oleh 500 KK dalam radius 2,5 km sekitar TPA.
Selanjutnya, kegiatan evaluasi pelaksanaan Program Adipura ini juga mengunjungi Kota Surabaya. Persinggahan pertama adalah Dusun Jambangan yang merupakan bentuk partisipasi aktif dan inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah terpadu sudah menjadi gaya hidup warga dusun Jambangan.
Ilham Malik, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLHK, menyatakan,”Perlu waktu dan upaya yang tidak sedikit untuk mengenalkan budaya mengelola sampah tersebut. Komitmen kepala daerah untuk memfasilitasi masyarakat termasuk memberikan solusi juga menjadi hal yang penting. Disamping terus membangkitkan masyarakat dengan penghargaan dan apresiasi, fasilitas, contoh dalam kehidupan sehari-hari dan jalan keluar untuk hasil produksi yang sudah dihasilkan oleh masyarakat sebagai hasil upayanya dalam mengelola sampah”.
Tim juga diterima oleh Walikota Surabaya di Balai Kota. Dalam diskusi dikemukakan tekad Walikota Surabaya untuk terus menjaga kelanjutan pengelolaan sampah melalui edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk kepada anak-anak. Upaya untuk mengurangi sampah dari sumbernya terus dilakukan antara lain dengan ‘menyelesaikan’ sampah di sumbernya. Sampah jalanan yang disapu misalnya akan langsung diselesaikan dengan komposter yg dipasang di sekitar jalan dan taman, sehingga tidak ada lagi sampah yag harus diangkut ke TPA, dengan upaya ini Pemkot telah menghemat biaya pengangkutan sampah. Jumlah timbulan sampah juga menurun jauh walaupun jumlah penduduk Surabaya meningkat.
Sementara itu, sehari sebelumnya kegiatan evaluasi dilaksanakan di Kota Madiun yang baru pertama kalinya mendapat penghargaan Piala Adipura Kencana Tahun 2014 dan Kota Blitar sebagai peraih penghargaan Adipura untuk kategori kota sedang.
Penghargaan Piala Adipura Kencana diperoleh Pemerintah Kota Madiun setelah tujuh kali mendapat piala Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup. Kota Madiun dengan luas wilayah 33,25 km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 210.299 orang, menghasilkan sampah sebanyak 300 m3 atau 100 ton per hari sampah. Untuk mengelola sampah tersebut Kota Madiun mempunyai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Winongo.
TPA Winongo dengan luasan 6,4 ha dan masih tersisa 1,6 ha yang bisa dimanfaatkan. Pengelolaan TPA ini menjadi andalan bagi kota ini untuk meraih Penghargaan Adipura. Inovasi dalam pengelolaan sampah telah dilahirkan dari TPA ini, diantaranya adalah memanfaatkan sampak plastik menjadi bahan bakar minyak, yang merupakan kerjasama dengan SMK 3 Madiun.
Disamping itu TPA Winongo juga menghasilkan gas metana yang ditangkap dari sampah yang terkumpul. Pemanfaatan gas metana ini diantaranya untuk memproses sampah plastik menjadi bahan bakar dan juga dibagi gratis ke 150 kepala keluarga di dusun Gembel dan Walet, Kota Madiun yang berada dekat dengan lokasi TPA Winongo. Pemanfaatan gas metana sebagai bahan bakar untuk skala rumah tangga ini telah berlangsung selama dua tahun dan selama itu tidak ada kendala dalam pengoperasian dan pemanfaatannya.
Selanjutnya, kegiatan evaluasi peaksanaan Program Adipura ini juga mengunjungi Kota Blitar yang menghasilkan 45 ton sampah per hari. Blitar dengan luas wilayah 32 km2, mempunyai penduduk sebanyak 140 ribu orang.
Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Blitar sudah cukup baik terlebih dengan menerapkan kebijakan TPA tanpa pemulung. Hal ini dapat terlaksana dengan adanya sistem pemilahan sampah yg dihasilkan masyarakat dilakukan di Tempat Pemrosesan Sampah Sementara (TPS), yang terbagi di 23 TPS di seluruh wilayah Kota Blitar. Cara ini juga dapat mengurangi sampah plastik yang masuk ke TPA.
TPA Kota Blitar merupakan TPA dengan sistem Sanitary Landfill, dimana setiap hari hamparan sampah yang masuk ke TPA akan ditutup dengan lapisan tanah. Tempat penimbunan sampah yang tersedia seluas 0,5 ha dan akan ditambah 1 ha lagi di tahun 2015 ini supaya dapat menerapkan sistem zonasi yang dapat meningkatkan pengelolaan sampah yang baik di TPA. Gas metana juga dihasilkan dari TPA ini dan sementara ini telah dialirkan ke 13 rumah dalam radius 800 meter dari daerah tangkapan.
Kota Blitar juga mempunyai hutan kota yang sekaligus sebagai taman edukasi dengan nama Taman Kebon Rojo. Terdapat koleksi beberapa flora dan fauna langka yang digunakan sebagai sarana edukasi tentang lingkungan hidup bagi masyarakat.
Upaya kota-kota peraih Adipura dalam pengelolaan sampah ini akan menjadi sebuah solusi bagi permasalahan sampah di berbagai kota di Indonesia. Upaya ini perlu untuk direplikasi dan dikembangkan terus, terutama model pengelolaan yang berbasis masyarakat dan pengurangan sampah dari sumbernya.
Informasi lebih lanjut:
Ir. Muhammad Ilham Malik, MSc (Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLH), Tlp/Fax: 021-85905637, Email: humaslh@gmail.com

DISKUSI FORUM SENATOR UNTUK RAKYAT DALAM RANGKA HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 2015

Foto KLHK- Dialog MENLHK dengan DPD RI 2015- 31052015Jakarta, 31 Mei 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc pada hari ini Minggu, 31 Mei 2015 menjadi narasumber dalam Diskusi yang diselenggarakan bersama Sekjen DPD-RI di Forum Senator untuk Rakyat (FsuR) sebagai rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) SeDunia 2015. Hadir menjadi narasumber lain, Ketua Komite II DPD-RI  Parlindungan Purba, SH.,MH,  Ketua kelompok Huma, Chalid Muhammad, Pengurus WALHI, Pius Ginting serta aktivis Adhie M. Massardi.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh setiap tanggal 5 Juni, bertujuan untuk  menegaskan komitmen, aksi dan gerakan perlindungan lingkungan hidup bangsa-bangsa di dunia. Badan Lingkungan Hidup Dunia atau United Nations Environment Programme (UNEP) menetapkan tema tahun 2015 “Seven Billion Dreams, One Planet, Consume With Care”.  Indonesia selalu berperan aktif dalam menegaskan kembali komitmennya dalam perlindungan pengelolaan lingkungan hidupnya. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan tema “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi”.

Peringatan Puncak HLH akan diselenggarakan bersama Presiden RI di Istana Negara pada tanggal 5 Juni 2015 dengan kegiatan antara lain memberikan apresiasi kepada berbagai pihak yang memberikan kontribusi besar atas upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Penghargaannya yaitu Penghargaan Kalpataru bagi individu dan kelompok masyarakat, Penghargaan Adiwiyata bagi sekolah berwawasan lingkungan serta Penghargaan Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) terbaik bagi Pemerintah Daerah.  Selain itu, hari ini dilakukan kampanye peduli lingkungan di wilayah Car Free Day (CFD) Jakarta dengan membagikan pohon yang ditukarkan dengan sampah ekonomis seperti botol plastik dll bekerja sama dengan Bank Sampah binaan KLHK. Hari Minggu, 7 Juni 2015, KLHK mengadakan “Bersepeda untuk Bumi” bersama Bike2Work untuk mengkampanyekan gaya hidup sehat dan ramah lingkungan.

Dalam forum ini Menteri LHK menyatakan “ Terdapat 3 peran strategis KLHK yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup, menjaga jumlah dan fungsi hutan dan menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan SDA untuk kelangsungan kehidupan. Untuk itu secara garis besar terdapat kelompok Green Issue dan Brown Issue dimana Brown Isue membahas pengelolaan sampah, B3 dan limbah B3, amdal/ukl-upl/KLHS, pengendalian pencemaran dan Ijin lingkungan sedangkan Green Issue membahas Penatagunaan Kawasan Hutan, Usahan Hutan, Pembenihan, Tanaman Hutan, Pemulian Pohon. Diantara kedua isue ini ada Penegakan Hukum, konservasi, kehati, ekonomi lingkungan, pengendalian DAS, perubahan iklim, pengendalian kebakaran hutan dan pemberdayaan masyarakat”  Unsur yang terpenting adalah menjaga  sumber kekayaan alam kita yang merupakan salah satu unsur penting dalam membangun dan menjaga ketahanan nasional kita sebagai kedaulatan negara. Untuk itu sesuai semangat nawacita maka dilakuan strategi KLHK untuk mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

Isue lingkungan hidup sampai dengan saat ini masih menjadi issue yang teknis dan ilmiah, belum menjadi issue politik. Politik yang merupakan praktek pengelolaan negara dan sistem pemerintahan, belum memasukkan issue lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai isu kuat yang mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Dalam perkembangannya, isu lingkungan hidup dan sumber daya alam adalah setara dengan isu pertumbuhan ekonomi dan hak asasi manusia.  Terlebih lagi UUD tahun 1945 memasukkan mandat pembangunan berwawasan lingkungan dalam pasal 33ayat (4) dan Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam pasal 28 H ayat (1). Isu lingkungan sering dianggap hanyalah masalah pencemaran dan kerusakan, padahal persoalannya adalah evolutif.
Untuk itu, perlu Pandangan politik pengambilan keputusan pembangunan nasional dalam peran yang lebih besar dalam kebijakan kekuasaan negara atas lingkungan hidup dan SDA.  Terlebih lagi konsep penguasaan negara atas SDA secara filosofis berangkat dari konstruksi Pancasila yang memberikan kekuasaan kepada negara untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan negara tersebut kemudian memberikan bentuk pengaturan konsep penguasaan negara atas sumber daya alam kedalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 demi mewujudkan tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, SH., MSD, Kepala Biro Hukum dan Humas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax. 021 – 8517182, email: humaslh@gmail.com, www.menlh.go.id