GERAKAN PENYELAMATAN EKOSISTEM DANAU (GERMADAN)

Danau di Indonesia adalah komponen alam yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat. Multifungsi danau menjadi bagian dari keseharian kehidupan, mulai dari kebutuhan dasar, mata pencaharian, sampai pusat tumbuh budaya dan kearifan. Namun, kondisi lingkungan beberapa danau saat ini mengalami penurunan.

Berbasis kesadaran akan pentingnya keterpaduan pengelolaan danau di Indonesia, telah dicapai Kesepakatan 9 Menteri untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan dan Penentuan Danau Prioritas Nasional Tahap I pada saat Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar, Bali. Kesepakatan ini menjadi momentum untuk merevitalisasi pengelolaan danau di Indonesia, dengan prinsip pengelolaan yaitu keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup, serta salah satu kunci keberhasilan yaitu sinkronisasi dan sinergi gerakan para pemangku kepentingan.

Selanjutnya pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2011 di Semarang, Jawa Tengah, diluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) berupa dokumen rencana aksi penyelamatan ekosistem Danau Rawapening, sebagai model rencana aksi penyelamatan danau untuk kemudian direplikasikan terhadap danau-danau prioritas lainnya. Upaya penyelamatan danau di Indonesia dikuatkan oleh terbentuknya Panitia Kerja (Panja) Danau Komisi VII DPR RI Periode 2012-2014, serta tersusunnya Grand Design Penyelamatan Danau Indonesia pada Tahun 2011. Hingga saat ini telah tersusun Germadan (Rencana Aksi Penyelamatan) 15 danau prioritas nasional.

Memasuki periode pembangunan lima-tahun 2015-2019, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-209 yang dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu dari sembilan Agenda Pembangunan Nasional adalah Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; dan dua dari tujuh Sub Agenda Prioritas tersebut adalah Ketahanan Air dan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem melalui Pengelolaan Terpadu di 15 Danau Prioritas Nasional, dengan mengimplementasikan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau. Untuk itu, perlu dilakukan kembali penguatan komitmen pihak-pihak terkait baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga diharapkan rencana aksi penyelamatan danau dapat diimplementasikan dengan baik pada periode 21015-2019, dan memberikan outcome baik berupa pemulihan kondisi ekosistem danau maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan iklim KLH

 

Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”

Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”
Jakarta, 18 Mei 2015 – Pagi ini  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc, menerima kedatangan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, mantan Ibu Negara yang menyerahkan Kakatua Jambul Kuning yang telah dipelihara sejak lama. Kakatua diserahkan ke  Posko “Save Kakatua Jacob Jambul Kuning (JJK)” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di lobby gedung utama Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto Jakarta Selatan.

Menerima kakatua berumur sekitar 10 tahun, Mentri LHK menyampaikan apresiasinya “Terima kasih kepada Ibu Sinta Nuriyah yang bersedia melepaskan Kakatua Jambul Kuning ini kepada negara. Kami paham hal ini berat dilakukan karena Kakatua ini merupakan kenangan terindah akan sosok almarhum Gus Dur. Untuk itu kami akan menjalankan amanah agar kakaktua yang telah diserahkan Ibu dan masyarakat ini direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat asilinya.”

Pada kesempatan ini, Ibu Sinta Nuriyah menceritakan kenangannya akan Kakaktua jambul Kuning kesayangan almarhum Gus Dur yang pandai menyanyikan Indonesia Raya. Selanjutnya, mantan Ibu Negara ini berpesan” Jangan saling merusak anugrah Tuhan Yang Maha Esa akan kekayaan alam Indonesia. Dalam Al Quran sudah dijelaskan bahwa kerusakan di muka bumi dan laut akibat manusia sendiri oleh karena itu masyarakat diharapkan menyerahkan satwa dilindungi kepada pihak yang berhak memelihara.”

Di depan para pelajar SMA Negeri 8 Jakarta dan kelompok “Sahabat Alam”, Ibu Siti Nurbaya dan Ibu Sinta Nuriyah menjawab pertanyaan dan usulan dari para pelajar. “Saya sangat kaget kenapa ada yang keji merusak dan membunuh binatang langka yang harus dilindungi dan menghiasi negara kita. Hal ini hrus dihentikan dan dijaga. Saya sangat setuju akan dengan himbauan Menteri LHK untuk mengembalikan satwa langka kepada pemerintah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.” Lanjut Ibu Sinta.

“Beberapa kasus sedang kami tindaklanjuti terkait pelanggaran pelestarian satwa dilindungi. Atas restu Ibu dan seluruh masyarakat Indonesia, kami akan upayakan adanya Efek jera dalam penegakan hukum. Saat ini, kami bekerjasama dengan berbagai pihak seperti dengan Kedutaan Amerika Serikat terkait isu wildlife dan teman-teman LSM terkait. Apresiasi kepada rekan-rekan media yang mendorong KLHK untuk merespon dengan cepat isu ini.” Jelas Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Hari ini Posko Save Kakatua Jambul Kuning juga menerima satu ekor kakatua jambul kuning dari Arwin Kusmanta, pegawai swasta yang berdomisili di daerah Halim Jakarta Timur dan dua ekor kakatua jambul kuning dari Arya Imam Sanusi, seorang pensiunan dari Karamat Jati, Jakarta Timur. Hingga hari ke 10 POSKO KLHK “Save Kakatua JJK”, telah diterima 72 ekor aves yang selanjutnya akan masuk ke karantina sementara di Lembaga Konservasi seperti Kebun Binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Safari Indonesia dan laembaga lainnya, untuk kemudian dilepas liarkan.

Menteri LHK pagi ini juga menerima Petisi Permintaan Revisi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yang sudah ditandatangi oleh 58 ribu orang. Menteri LHK menyambut baik desakan ini, mengingat KLHK telah sudah sempat membahal hal ini dengan Komisi IV DPR-RI.

Informasi mengenai POSKO Kakatua Jambul Kuning / Posko Layanan Pengaduan LHK dapat dihubungi di nomor: 021-573-3941 fax: 021-573-3940 yang dipimpin oleh Sdri. Drh. Indra Exploitasia, Kasubdit Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan, Kementerian LHK, nomor telepon: 021-5700242 email: pph.phka@gmail.com

“Cegah Negara Berkembang Jadi Tempat Pembuangan Limbah B3” Indonesia – Swiss Ambil Inisiatif dan Kepemimpinan

Sekretaris Kementerian LH memberikan sambutan pada COPs Konvensi Basel

Jenewa-Swiss, 4 Mei 2015 – Pembukaan acara “The Ban Amendment Ceremony on the Opening Session of Triple COPs” sedang berlangsung saat ini, Senin pagi hari waktu Jenewa, Swiss. Untuk mengatasi ancaman pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang, Indonesia dan Swiss ambil inisiatif, melalui Indonesia-Swiss Country Led Initiative (CLI), untuk cegah negara-negara berkembang jadi tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Upaya ini diyakini dapat dilakukan dengan penerapan Ban Amandement dari Konvensi Perpindahan Lintas Batas Limbah B3 yang lebih dikenal sebagai Konvensi Basel. Kepemimimpinan Indonesia-Swiss ini telah didukung 81 negara pihak.

Pada pembukaan pertemuan negara-negara pihak Triple COPs (Conference of Parties) untuk Konvensi Basel (Perpindahan Lintas Batas Limbah), Konvensi Stockholm (Pengaturan Senyawa Pencemar Organik Persisten) dan Konvensi Roterdam (Pemberitahuan dini terkait perdanganan bahan kimia tertentu dan pestisida) di bawah UNEP, pada tanggal 4 Mei 2015 di Jenewa, Swiss, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani dan Pemerintah Swiss yang diwakili oleh Sekretaris Negara untuk Lingkungan Hidup, Bruno Oberle memberikan apresiasi kepada negara-negara pihak yang telah mendukung agar ban amandemen ini dapat secepatnya diterapkan.

Pembukaan Triple COPS dihadiri oleh Direktur Eksekutif UNEP, Aichim Steiner, CEO Global Environment Facilities (GEF), Naoko Ishii dan delegasi dari 190 negara. Dihadapan delegasi dari 190 negara, Rasio Ridho Sani mengingatkanpentingnya keseriusan komitmen negara-negara maju untuk tidak menjadikan negara berkembang sebagai tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Bagi Indonesia Ban Amandement Konvensi Basel ini sangat penting karena sebagai negara kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap pembuangan limbah B3.

Indonesia dan Swiss secara khusus memberikan apresiasi kepada 6 enam negara yang telah berkomitmen dengan meratifikasi Ban Amadement, yaitu Benin, Republik Congo, Pantai Gading, Guatemala and Paraguay. Agar konvensi ini efektif diterapkan (entry into force) memerlukan dukungan 12 negara lagi.

Pada pembukaan ini, mensikapi ancaman pembuangan limbah B3 ini dari negara-negara maju, Rasio Ridho Sani secara tegas mengingatkan kepada delegasi yang hadir bahwa: “Pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang harus dihentikan. Karena ini akan menambah persoalan dan tekanan kepada lingkungan dan kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang”.

Rasio Ridho Sani, menambahkan bahwa: “Kalau kita, yang hadir disini, tidak mampu segera mewujudkan penerapan konvensi Basel secara efektif, maka komitment kita untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih aman, lebih baik akan dipertanyakan oleh para pihak”.

Pada kesempatan ini, Bruno Oberle, mengapresiasi dukungan dari negara-negara yang telah meratifikasi Ban amandement Konvensi Basel. Ia menagih komitmen negara-negara lainnya agar konvensi basel ini dapat diterapkan secara efektif secepatnya.

Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa: “Kita berjuang untukpenerapan Ban Amadement ini sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan lingkungan antar negara, dan kedaulatan bangsa. Upaya ini tidak lain, untuk melindungi hak-hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai dengan dengan amanat UUD 1945. Ini harus diperjuangan bersama-sama, dengan masyarakat dunia, kalau tidak Indonesia akan jadi keranjang sampah dari limbah B3 negara-negara maju”.

Indonesia harus memimpin upaya ini karena sebagai negara kepulauan seperti halnya Indonesia, sangat rentan tehadap masuknya limbah B3 maupun bahan-bahan kimia yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, termasuk maraknya penggunaan air raksa pada penambangan emas. Rasio Ridho Sani menaruh optimis bahwa: dengan berlakunya, Ban Amandement untuk pelarangan pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang, maka ancaman pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang akan berkurang karena dapat dicegah dari awal.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muhammad Ilham Malik,M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax : (021) 85905637, email :insiani.yun@gmail.com cc:humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Uji Emisi Se-Provinsi DIY

Yogyakarta, 8 April 2015. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Ekoregion (PPE) Jawa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memfasilitasi penyelenggaraan uji emisi se Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Propinsi Yogyakarta. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban PPE Jawa, maka instansi ini melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan bimbingan teknis serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian bidang lingkungan hidup sesuai peraturan perundangan di ekoregionnya.

Untuk itu, salah satu kegiatan yang secara rutin dilakukan adalah turut berperan aktif dalam kegiatan uji emisi. Tim uji emisi PPE jawa melakukan pengujian emisi kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan solar. Dalam memfasiltasi kegiatan ini, instansi ini memberikan dukungan berupa alat uji emisi bensin dan solar, tenaga penguji dan unit kendaraan pengambil sampel.
Kegiatan uji emisi tersebut dimulai tanggal 6 April 2015 diawali di Kabupaten Kulonprogo, hari berikutnya akan dilaksanakan berturut-turut di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan yang berlangsung tanggal 6-13 April 2015 ini menargetkan sebanyak 2000 kendaraan roda dua dan empat di lima kabupaten/kota untuk diuji emisi.
Berpusat di SMK 2 Pengasih, Kabupaten Kulonprogo dan berhasil melakukan uji emisi sebanyak 398 unit kendaraan yang terdiri dari kendaraan roda empat bensin sebanyak 81 unit, kendaraan roda empat solar sebanyak 32 unit dan kendaraan roda dua sebanyak 285 unit. Kegiatan ini diselenggarakan untuk mendapatkan data dasar sumber pencemar udara dari kendaraan bermotor yang nantinya akan digunakan sebagai bahan analisa bagi evaluasi kualitas udara perkotaan di Propinsi DIY.
DR. Drs. Sugeng Priyanto, MSi, Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Ekoregion Jawa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kesempatan ini menyampaikan “Salah satu tujuan pelaksanaan kegiatan uji emisi adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berperanserta mengurangi dampak pencemaran udara. Dengan perawatan yang baik melalui servis rutin maka pemilik kendaraan akan mengetahui emisi yang dikeluarkan dari kendaraannya. Harapan ke depan adalah terciptanya kualitas udara yang bersih dan sehat yang merupakan hak setiap orang.”

Pada tingkat nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan program “Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan” (EKUP). Program ini bertujuan untuk mendorong kota-kota melakukan pengelolaan kualitas udara melalui penerapan transportasi berkelanjutan, serta menurunkan beban pencemaran dari emisi transportasi di perkotaan di Indonesia. Melalui kegiatan EKUP, tiap kota akan memiliki data dan informasi mengenai kualitas udara ambien dan kualitas emisi kendaraan bermotor di wilayahnya. Tiap kota juga akan mengetahui kondisi kualitas udaranya relatif terhadap kota-kota lain. Hal ini diyakini dapat memacu semangat kota untuk menjadi lebih baik.

Selain itu KLHK juga terus mendorong kota-kota di Indonesia untuk melakukan pengelolaan kualitas udara melalui penerapan “sistem transportasi berkelanjutan” serta menurunkan beban pencemaran dari emisi transportasi di perkotaan di Indonesia.

Untuk keterangan lebih lanjut :
DR. Drs. Sugeng Priyanto, MSi, Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Ekoregion Jawa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax : 0274-625800

Sinkronisasi Kegiatan Ekoregion Pulau Lombok dan Sumbawa

Mataram, 6 April 2015 – Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (PPE Bali Nusra), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hari ini menyelenggarakan Rapat Kerja Ekoregion Pulau Lombok dan Sumbawa. Kepala PPE Bali Nusra KLHK, Novrizal Tahar, ST, M.Si, dalam Sambutan Pembukaannya menyampaikan “Perlu sinergi program dan kegiatan antara instansi terkait di Ekoregion Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa terutama karena adanya perubahan mendasar institusi lingkungan hidup dan kehutanan sehingga perlu sinkronisasi masa transisi yang disesuaikan dengan target tujuan strategis Nawacita. Sesuai arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan awal bulan Maret 2014 lalu, ada indeks kinerja yang menjadi ukuran yaitu : Indeks Kualitas lingkungan Hidup (IKLH), Indeks Tata Kelola Hutan serta indeks Daya Dukung dan Daya Tampung. Indeks Kualitas LH di Provinsi NTB mengalami peningkatan, dimana tahun 2011 sebesar 66,16, tahun 2012 menjadi 66,76 dan ditahun 2013 sebesar 66.97”.

Pertemuan dipandu oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi (BLHP) NTB, dan dihadiri para Kepala atau yang mewakili Pusat Pembangunan Hutan Regional II Kemhut, Bappeda Provinsi NTB, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, BLH Kota Mataram, Balai Pengelola DAS Dodokan Moyosari, BLH Kabupaten Lombok Barat, Balai KSDA NTB, KLH Kabupaten Lombok Tengah, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Mataram, KLH Lombok Utara, Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu NTB, BLHPM Kabupaten Lombok Timur, Kepala Balai Penelitian Kehutanan Mataram, BLH Kabupaten Bima, BLH Kota Bima, BLHPM Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, serta KLHPM Kabupaten Dompu.

Dalam pemaparannya, Kepala PPE Bali Nustra KLH mengingatkan Issue penting di Pulau Lombok antara lain: (i) mempertahankan kawasan hutan dan mendorong hutan rakyat yang berfungsi lindung (antisipasi laju konversi lahan, kerusakan hutan dan peningkatan lahan kritis), (ii) berkurangnya sumber mata air dan beberapa DAS dalam kondisi sangat kritis dan kritis, (iii) pencemaran Logam Hg dari pertambangan rakyat, dan pencemaran berasal dari limbah peternakan, (iv) kondisi beberapa sungai dalam status cemar sedang dan cemar ringan, (vi) pengelolaan persampahan dan pencemaran udara di perkotaan (Parameter Hydrocarbon diatas baku mutu), (vii) konversi kawasan perairan (pesisir dan laut). Sedangkan isu penting Pulau Sumbawa serupa dengan Pulau Lombok namun ditambah dengan adanya pengelolaan Industri pertambangan skala besar.

Di Tahun 2015, PPE Bali Nustra akan melaksanakan kegiatan antara lain Inventarisasi Ekoregion Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung, Penanganan Limbah Peternakan (Bio Gas) di Pulau Lombok, Peningkatan kapasitas institusi LH dan laboratorium lingkungan daerah, Infrastruktur Hijau seperti Pengembangan hutan Energi dan Eco-Tourisme di Pulau Lombok. Pengembangan sistem Informasi Lingkungan serta koordinasi dan sinergi program kepada parapihak termasuk lembaga swadaya masyarkat (IGO/NGO).

Sedangkan perpektif 2016 akan dilakukan perluasan koordinasi dan sinergi prgram da n pelembagaan koordinasi IGO/NGO, policy recommendation di tiga pulau yaitu pulau Bali, Pulau Lombok dan Pulau Timor serta penataan ruang dan zonasi di laut lesser Sunda. Pada pertemuan ini, antara PPE Bali Nustra serta intansi lingkungan hidup dan kehutanan saling memberi masukan prioritas kegiatan yang perlu dilakukan sesuai dengan permasalahan yang mendesak diselesaikan di wilayahnya masing-masing.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Novrizal Tahar, ST, M.Si, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax: 0361–228237, email: humaslh@gmail.com.

Persiapan Menuju COP 21 UNFCCC – Paris 2015

Jakarta, 7 April 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan pertemuan persiapan Konverensi Perubahan Iklim, COP 21/CMP 11 UNFCCC akan dilaksanakan di Paris Perancis pada tanggal 30 November – 11 Desember 2015. Pertemuan hari ini dipandang perlu mengingat Indonesia perlu persiapan matang dalam menghadapi kesepakatan global baru mengenai perubahan iklim. Ir. Arief Yuwono, MA, Penanggung Jawab Program Ditjen Pengendalian Perubahan Iklm Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memimpin pertemuan ini yang dihadiri oleh berbagai instansi dan lembaga terkait. Hadir pula sebagai narasumber Ir. Rachmat Witoelar dan Ir. Sarwono Kusumaatmadja.

Sebagai negara pihak dari UNFCCC, Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan seperti inventarisasi gas rumah kaca nasional, penurunan emisi gas rumah kaca baik yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui RAN/RAD GRK maupun yang dilaksanakan oleh dunia usaha dan masyarakat, adaptasi perubahan iklim untuk melindungi masyarakat, wilayah dan lingkungan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim serta pelaporan Komunikasi Nasional (National Communication) kepada UNFCCC. Sampai tahun 2019, telah ditetapkan sasaran nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagaimana tercantum di dalam RPJMN 2015-2019 yaitu penurunan emisi GRK mendekati 26% dengan usaha sendiri dibandingkan dengan business as usual dan penguatan wilayah rentan sebanyak 15 lokasi pada tahun 2015.

Perlunya kesepakatan global baru ditetapkan pada COP 17 UNFCCC di Durban tahun 2011 dan terus dibahas sehingga disepakati Lima Call for Climate Action pada COP 20 di Lima, Peru, sebagai teks draf untuk dasar perundingan kesepakatan baru yang biasa disebut sebagai 2015 Paris Agreement. Perkembangan perundingan ini lahir atas kepedulian seluruh negara pihak terhadap hasil telaahan IPCC melalui Assessment Report Kelima (AR 5) yang mengindikasikan kenaikan suhu global di atas 2 oC pada tahun 2100 jika tidak ada langkah-langkah yang lebih keras dari seluruh negara pihak untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Kesepakatan baru tersebut terdiri atas komponen Mitigasi, Adaptasi, Pendanaan, Pengembangan dan Transfer Teknologi, Pengembangan Kapasitas dan Transparansi Informasi mengenai aksi adaptasi dan mitigasi yang telah dilakukan dan dukungan yang diperoleh. Menghadapi perkembangan ini, Indonesia perlu mengkajinya berdasarkan kepentingan nasional, kesepakatan pembangunam rendah emisi seiring dengan pembangunan berkelanjutan yang tetap memberi ruang untuk pertumbuhan ekonomi, penetapan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan nasional serta kepastian dukungan pendanaan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas dari negara maju.

Untuk memulai pembahasan teknis tersebut, KLHK hari ini menyelenggarakan Pertemuan Pendahuluan dengan arahan dari Rachmat Witoelar dan Kementerian Luar Negeri mengenai perkembangan proses perundingan kesepakatan baru, dari Bappenas mengenai INDC (Intended Nationally Determined Contribution) dan kaitannya dengan RPJMN serta dari KLHK mengenai konteks nasional dari kesepakatan baru tersebut. Sarwono Kusumaatmadja dalam pertemuan hari ini mengingatkan perlunya komunikasi kepada publik, DPR, dunia usaha untuk mendapat ‘feedback’ yang akan dibahas ke forum internasional. Penting keikutsertaan media dalam menyampaikan isu-isu perubahan iklim.

Dalam sambutan penutupnya, Arief Yuwono menyatakan “Indonesia harus benar-benar mempersiapkan diri dalam pertemuan COP 21/CMP 11 UNFCCC ini sehingga hasilnya tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Pada pertemuan ini bukan hanya perlu berpartisipasi, namun perlu adanya perubahan paradigma pembangunan kita. Ada prinsip yang perlu diseleraskan, penegasan kembali komitmen Indonesia dengan mengedepankan perjalanan bersama, untuk itu perlu diidetifikasi pihak-pihak yang berkompeten untuk mencapai agenda bersama.” Pertemuan hari ini, dilanjutkan dengan Pertemuan Teknis membahas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pertemuan yang membahas komponen lainnya dari Draf Teks, akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal kerja yang ditetapkan bersama yang akan dibahas dalam forum internasional nanti.

Informasi lebih lanjut :
Ir. Arief Yuwono MA, Penanggung-jawab Program Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tel/fax: (021) 57903085, email: humaslh@gmail.com

KLHK-RI dan UI Peringati Hari Hutan Internasional

keren_1Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya dan Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Net, bersama dengan 700 orang yang terdiri atas siswa (S1) mahasiswa UI dan masyarakat melakukan kegiatan Penanaman Pohon pada sabtu (28/3) di kampus UI Depok dalam rangka memperingati Hari Hutan Internasional 2015. Persamaan ini dapat terselenggara atas kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. UI, Garuda Internasional, Yayasam Kehati dan Komunitas Peduli Lingkungan. Pada perayaan Hari Hutan Internasional 2015 ini juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan UI terkait penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pohon-pohon yang akan ditananam di hutan UI adalah jenis-jenis pohon asli Indonesia Bagian Barat. Seperti Meranti-merantian dan jenis buah langka seperti Kemang, Kepel, Kupa Gowok, dan Bisbul. Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan terhadap implementasi UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dengan target yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah luas Ruang Terbuka Hijau paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

Dalam sambutannya, Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met menyampaikan “UI mendukung sepenuhnya pelestarian serta peningkatan jumlah luas Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta serta kota satelitnya seperti Depok. UI senantiasa menjaga kelestarian Hutan Kota UI dengan mengelola lingkungan Hutan dan area terbuka hijau secara mandiri. Nsamun UI juga membuka peluang kerjasama dengan instansi yang peduli terhadap lingkungan, seperti kegiatan penanaman pohon kali ini yang sepenuhnya didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Kegiatan penanaman pohon di hutan Kota UI sejalan dengan upaya UI mendorong terciptanya green campus serta pendidikan lingkungan bagi masyarakat terutama mahasiswa UI dan pelajar pada umumnya.”

UI merupakan universitas yang memiliki ekosistem asri dan hijau yang terdiri atas bangunan fisik gedung dan penyangga hijauan lanskap (70 hektar), ekosistem perairan (30 hektar), kawaswan hutan kota (100 hektar) dan sarana prasarana penunjang termasuk penyangga lingkungan 12 Hektar). Ekosistem tersebut di kelola untuk menjaga keasrian kampus, kenyamanan kegiatan belajar mengajar, konservasi alam serta mendukung cadangan air (diharapkan dapat menyuplai 825 juta hektar meter kubik air bersih) dan kualitas udara kota Depok dan DKI Jakarta serta menahan banjir meluap ke Margonda dan sekitarnya.

Kawasan Hutan Kota UI yang dikelola UI saat ini telah mencirikan ekosistem hutan tropis dengan tiga bentuk ekosistem unggulan yaitu ekosistem pepohonan yang bersumber dari Indonesia Bagian Timur. Selain itu, ekosistem pepohonan wilayah Indonesia Bagian Barat dan komplek vegetasi asli Jabotabek juga dipadu serasi dengan kawasan Hutan jati Mas yang tumbuh di antara gedung perkuliahan di UI kampus Depok. (Humas dan KIP UI)