Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”

Menteri Siti Nurbaya Menerima Kakatua Ibu Sinta Nuriah di Posko KLHK “Save Kakatua JJK”
Jakarta, 18 Mei 2015 – Pagi ini  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc, menerima kedatangan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, mantan Ibu Negara yang menyerahkan Kakatua Jambul Kuning yang telah dipelihara sejak lama. Kakatua diserahkan ke  Posko “Save Kakatua Jacob Jambul Kuning (JJK)” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di lobby gedung utama Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Subroto Jakarta Selatan.

Menerima kakatua berumur sekitar 10 tahun, Mentri LHK menyampaikan apresiasinya “Terima kasih kepada Ibu Sinta Nuriyah yang bersedia melepaskan Kakatua Jambul Kuning ini kepada negara. Kami paham hal ini berat dilakukan karena Kakatua ini merupakan kenangan terindah akan sosok almarhum Gus Dur. Untuk itu kami akan menjalankan amanah agar kakaktua yang telah diserahkan Ibu dan masyarakat ini direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat asilinya.”

Pada kesempatan ini, Ibu Sinta Nuriyah menceritakan kenangannya akan Kakaktua jambul Kuning kesayangan almarhum Gus Dur yang pandai menyanyikan Indonesia Raya. Selanjutnya, mantan Ibu Negara ini berpesan” Jangan saling merusak anugrah Tuhan Yang Maha Esa akan kekayaan alam Indonesia. Dalam Al Quran sudah dijelaskan bahwa kerusakan di muka bumi dan laut akibat manusia sendiri oleh karena itu masyarakat diharapkan menyerahkan satwa dilindungi kepada pihak yang berhak memelihara.”

Di depan para pelajar SMA Negeri 8 Jakarta dan kelompok “Sahabat Alam”, Ibu Siti Nurbaya dan Ibu Sinta Nuriyah menjawab pertanyaan dan usulan dari para pelajar. “Saya sangat kaget kenapa ada yang keji merusak dan membunuh binatang langka yang harus dilindungi dan menghiasi negara kita. Hal ini hrus dihentikan dan dijaga. Saya sangat setuju akan dengan himbauan Menteri LHK untuk mengembalikan satwa langka kepada pemerintah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.” Lanjut Ibu Sinta.

“Beberapa kasus sedang kami tindaklanjuti terkait pelanggaran pelestarian satwa dilindungi. Atas restu Ibu dan seluruh masyarakat Indonesia, kami akan upayakan adanya Efek jera dalam penegakan hukum. Saat ini, kami bekerjasama dengan berbagai pihak seperti dengan Kedutaan Amerika Serikat terkait isu wildlife dan teman-teman LSM terkait. Apresiasi kepada rekan-rekan media yang mendorong KLHK untuk merespon dengan cepat isu ini.” Jelas Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Hari ini Posko Save Kakatua Jambul Kuning juga menerima satu ekor kakatua jambul kuning dari Arwin Kusmanta, pegawai swasta yang berdomisili di daerah Halim Jakarta Timur dan dua ekor kakatua jambul kuning dari Arya Imam Sanusi, seorang pensiunan dari Karamat Jati, Jakarta Timur. Hingga hari ke 10 POSKO KLHK “Save Kakatua JJK”, telah diterima 72 ekor aves yang selanjutnya akan masuk ke karantina sementara di Lembaga Konservasi seperti Kebun Binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Safari Indonesia dan laembaga lainnya, untuk kemudian dilepas liarkan.

Menteri LHK pagi ini juga menerima Petisi Permintaan Revisi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yang sudah ditandatangi oleh 58 ribu orang. Menteri LHK menyambut baik desakan ini, mengingat KLHK telah sudah sempat membahal hal ini dengan Komisi IV DPR-RI.

Informasi mengenai POSKO Kakatua Jambul Kuning / Posko Layanan Pengaduan LHK dapat dihubungi di nomor: 021-573-3941 fax: 021-573-3940 yang dipimpin oleh Sdri. Drh. Indra Exploitasia, Kasubdit Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan, Kementerian LHK, nomor telepon: 021-5700242 email: pph.phka@gmail.com

“Cegah Negara Berkembang Jadi Tempat Pembuangan Limbah B3” Indonesia – Swiss Ambil Inisiatif dan Kepemimpinan

Sekretaris Kementerian LH memberikan sambutan pada COPs Konvensi Basel

Jenewa-Swiss, 4 Mei 2015 – Pembukaan acara “The Ban Amendment Ceremony on the Opening Session of Triple COPs” sedang berlangsung saat ini, Senin pagi hari waktu Jenewa, Swiss. Untuk mengatasi ancaman pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang, Indonesia dan Swiss ambil inisiatif, melalui Indonesia-Swiss Country Led Initiative (CLI), untuk cegah negara-negara berkembang jadi tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Upaya ini diyakini dapat dilakukan dengan penerapan Ban Amandement dari Konvensi Perpindahan Lintas Batas Limbah B3 yang lebih dikenal sebagai Konvensi Basel. Kepemimimpinan Indonesia-Swiss ini telah didukung 81 negara pihak.

Pada pembukaan pertemuan negara-negara pihak Triple COPs (Conference of Parties) untuk Konvensi Basel (Perpindahan Lintas Batas Limbah), Konvensi Stockholm (Pengaturan Senyawa Pencemar Organik Persisten) dan Konvensi Roterdam (Pemberitahuan dini terkait perdanganan bahan kimia tertentu dan pestisida) di bawah UNEP, pada tanggal 4 Mei 2015 di Jenewa, Swiss, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani dan Pemerintah Swiss yang diwakili oleh Sekretaris Negara untuk Lingkungan Hidup, Bruno Oberle memberikan apresiasi kepada negara-negara pihak yang telah mendukung agar ban amandemen ini dapat secepatnya diterapkan.

Pembukaan Triple COPS dihadiri oleh Direktur Eksekutif UNEP, Aichim Steiner, CEO Global Environment Facilities (GEF), Naoko Ishii dan delegasi dari 190 negara. Dihadapan delegasi dari 190 negara, Rasio Ridho Sani mengingatkanpentingnya keseriusan komitmen negara-negara maju untuk tidak menjadikan negara berkembang sebagai tempat pembuangan limbah B3 negara maju. Bagi Indonesia Ban Amandement Konvensi Basel ini sangat penting karena sebagai negara kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap pembuangan limbah B3.

Indonesia dan Swiss secara khusus memberikan apresiasi kepada 6 enam negara yang telah berkomitmen dengan meratifikasi Ban Amadement, yaitu Benin, Republik Congo, Pantai Gading, Guatemala and Paraguay. Agar konvensi ini efektif diterapkan (entry into force) memerlukan dukungan 12 negara lagi.

Pada pembukaan ini, mensikapi ancaman pembuangan limbah B3 ini dari negara-negara maju, Rasio Ridho Sani secara tegas mengingatkan kepada delegasi yang hadir bahwa: “Pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang harus dihentikan. Karena ini akan menambah persoalan dan tekanan kepada lingkungan dan kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang”.

Rasio Ridho Sani, menambahkan bahwa: “Kalau kita, yang hadir disini, tidak mampu segera mewujudkan penerapan konvensi Basel secara efektif, maka komitment kita untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih aman, lebih baik akan dipertanyakan oleh para pihak”.

Pada kesempatan ini, Bruno Oberle, mengapresiasi dukungan dari negara-negara yang telah meratifikasi Ban amandement Konvensi Basel. Ia menagih komitmen negara-negara lainnya agar konvensi basel ini dapat diterapkan secara efektif secepatnya.

Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa: “Kita berjuang untukpenerapan Ban Amadement ini sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan lingkungan antar negara, dan kedaulatan bangsa. Upaya ini tidak lain, untuk melindungi hak-hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai dengan dengan amanat UUD 1945. Ini harus diperjuangan bersama-sama, dengan masyarakat dunia, kalau tidak Indonesia akan jadi keranjang sampah dari limbah B3 negara-negara maju”.

Indonesia harus memimpin upaya ini karena sebagai negara kepulauan seperti halnya Indonesia, sangat rentan tehadap masuknya limbah B3 maupun bahan-bahan kimia yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, termasuk maraknya penggunaan air raksa pada penambangan emas. Rasio Ridho Sani menaruh optimis bahwa: dengan berlakunya, Ban Amandement untuk pelarangan pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang, maka ancaman pembuangan limbah dari negara maju ke negara berkembang akan berkurang karena dapat dicegah dari awal.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muhammad Ilham Malik,M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax : (021) 85905637, email :insiani.yun@gmail.com cc:humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

KLHK-RI dan UI Peringati Hari Hutan Internasional

keren_1Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya dan Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Net, bersama dengan 700 orang yang terdiri atas siswa (S1) mahasiswa UI dan masyarakat melakukan kegiatan Penanaman Pohon pada sabtu (28/3) di kampus UI Depok dalam rangka memperingati Hari Hutan Internasional 2015. Persamaan ini dapat terselenggara atas kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. UI, Garuda Internasional, Yayasam Kehati dan Komunitas Peduli Lingkungan. Pada perayaan Hari Hutan Internasional 2015 ini juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan UI terkait penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pohon-pohon yang akan ditananam di hutan UI adalah jenis-jenis pohon asli Indonesia Bagian Barat. Seperti Meranti-merantian dan jenis buah langka seperti Kemang, Kepel, Kupa Gowok, dan Bisbul. Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan terhadap implementasi UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dengan target yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah luas Ruang Terbuka Hijau paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

Dalam sambutannya, Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met menyampaikan “UI mendukung sepenuhnya pelestarian serta peningkatan jumlah luas Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta serta kota satelitnya seperti Depok. UI senantiasa menjaga kelestarian Hutan Kota UI dengan mengelola lingkungan Hutan dan area terbuka hijau secara mandiri. Nsamun UI juga membuka peluang kerjasama dengan instansi yang peduli terhadap lingkungan, seperti kegiatan penanaman pohon kali ini yang sepenuhnya didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Kegiatan penanaman pohon di hutan Kota UI sejalan dengan upaya UI mendorong terciptanya green campus serta pendidikan lingkungan bagi masyarakat terutama mahasiswa UI dan pelajar pada umumnya.”

UI merupakan universitas yang memiliki ekosistem asri dan hijau yang terdiri atas bangunan fisik gedung dan penyangga hijauan lanskap (70 hektar), ekosistem perairan (30 hektar), kawaswan hutan kota (100 hektar) dan sarana prasarana penunjang termasuk penyangga lingkungan 12 Hektar). Ekosistem tersebut di kelola untuk menjaga keasrian kampus, kenyamanan kegiatan belajar mengajar, konservasi alam serta mendukung cadangan air (diharapkan dapat menyuplai 825 juta hektar meter kubik air bersih) dan kualitas udara kota Depok dan DKI Jakarta serta menahan banjir meluap ke Margonda dan sekitarnya.

Kawasan Hutan Kota UI yang dikelola UI saat ini telah mencirikan ekosistem hutan tropis dengan tiga bentuk ekosistem unggulan yaitu ekosistem pepohonan yang bersumber dari Indonesia Bagian Timur. Selain itu, ekosistem pepohonan wilayah Indonesia Bagian Barat dan komplek vegetasi asli Jabotabek juga dipadu serasi dengan kawasan Hutan jati Mas yang tumbuh di antara gedung perkuliahan di UI kampus Depok. (Humas dan KIP UI)

Pelucuran HLH 2015 dan PLI ke-19

Jakarta, 21 April 2015 –Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara resmi meluncurkan Pekan Lingkungan Indonesia 2015 (PLI 2015) di ruang Rimbawan, Manggala Wanabakti, Jakarta. Pekan Lingkungan Indonesia 2015 (PLI 2015) merupakan gelaran yang ke-19 kalinya dan akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Assembly Hall pada tanggal 18 s/d 21 Juni 2015yang rencananya akan dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.

Pekan Lingkungan Indonesia Ke-19 tahun 2015 ini akan diikuti oleh instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Perusahaan Swasta Nasional dan Multinasional, Badan dan Organisasi Lingkungan Hidup serta pemerhati lingkungan.Tidak hanya pameran, Pekan Lingkungan Indonesia juga akan diisi dengan berbagai kegiatan yang bersamaan dengan pameran CSR yang ketujuh dan pameran teknologi terbarukan yang kelima.

Dalam sambutan pembukaan, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani mengatakan, “UUD 1945 menyatakan, perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan mandiri. Konstitusi hijau ini menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup dan yang bersih dan sehat. Kita wajib untuk bersama-sama mencapai hal tersebut.”

Penyelenggaraan Pekan Lingkungan Indonesia merupakan rangkaian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day(WED) yang merupakan perayaan lingkungan hidup terakbar di seluruh dunia. Puncak acaranya diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Sejak digelar pertama kali pada tahun 1972, WED telah menjadi media bagi PBB (melalui UNEP) untuk mengkampanyekan akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia bertujuan menyadarkan semua pihak untuk ikut bertanggungjawab merawat bumi sekaligus menjadi pelopor perubahan dan penyelamat bumi dan lingkungan hidup.

Pada tahun 2015 ini, perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED) 2015 mengangkat tema “Seven Billion Dreams.One Planet. Consume with Care”.

Dalam penyelenggaraan PLI 2015 ada berbagai rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan berupa:

1.    Lomba Menggambar dan Mewarnai untuk anak-anak sekolah yang akan diikuti 500 peserta dengan tiga kategori lomba yang berbeda-beda;
2.    Lomba Photo Lingkungan, yang akan diikuti dari berbagai kalangan (umum, pelajar, mahasiswa dan wartawan);
3.    Eco Driving workshop dan rally akan dikutioleh 100 peserta mewakili kelompok masyarakat dan individu;
4.    Lomba Green Music diikuti 50 kelompok (boy band dan girl band), music tradisional;
5.    Eco Creative diikuti 30 peserta mewakili dunia usaha dan pemda. Eco Creative ini akan menampilkan produk-produk daurulang dan produk-produk ramah lingkungan;
6.    Fun walkdanFun bike akan dikuti 2000 peserta, pada saat digaris finish semua peserta fun walk dan fun bike akan dibagikan bibit pohon; dan
7.    Seminar and Workshop tingkat nasional dengan  8 judul seminar yang akan menghadirkan pembicara-pembicara para pakar dibidangnya masing-masing.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Ilyas Asaad, MP, MH, Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Pemantauan Emisi Industri Melalui Teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs)

denmarkJakarta, 18 Maret 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Kedutaan Besar Denmark dan PT Hyprowira menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Penggunaan Teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs) bertempat di Kantor KLH Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan ketaatan terhadap pemantauan emisi serta sosialisasi hasil pilot project penerapan teknologi pemantauan emisi terus menerus melalui teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs). Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Hukum dan Hubungan Antar Lembaga, Tuti Hendrawati Mintarsih hadir membuka acara bersama dengan Duta Besar Denmark, Mr. Casper Klyngetbc. Peserta diskusi berasal dari instansi pemerintah, industri, serta akademisi untuk memberikan masukan terhadap program PEMs.

Teknologi monitoring emisi menggunakan PEMs ini difasilitasi oleh Denmark International Development Cooperation Agency (Danida), serta Weel & Sandvig yang menjadikan Indonesia sebagai pilot project. Tujuan FGD ini adalah untuk memberikan informasi terbaru mengenai peraturan internasional dan teknologi baru untuk memantau emisi terus menerus, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai pemantauan emisi dari sumber tidak bergerak terutama untuk berbagi pengalaman dari penggunaan Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) dan PEMs. Penggunaan teknologi ini dilakukan terutama untuk pemantauan emisi pada kegiatan sektor industri yang merupakan salah satu sumber polusi udara serta penghasil gas rumah kaca. Dampak pencemaran udara mempengaruhi kesehatan manusia, sehingga jumlah zat-zat berbahaya yang diijinkan dipancarkan ke udara harus dibatasi.

Dalam sambutannya, Tuti Hendrawati mengatakan, “Melalui pemantauan emisi, kita bisa mengetahui jumlah zat berbahaya yang dipancarkan ke udara dan juga untuk meningkatkan kepatuhan industri untuk standar baku emisi. Oleh karena itu, pemantauan emisi menjadi salah satu penanggulangan yang harus dilakukan secara terus menerus dengan kontrol dan jaminan kualitas yang tepat”.

Kementerian Lingkungan Hidup pada 2014 melalukan inventarisasi emisi di 6 (enam) kota besar di Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya, Malang, Batam, Denpasar dan Banjarmasin. Hasil inventarisasi emisi menunjukkan bahwa sumber utama pencemar tetap adalah SO2 (Sulfur dioksida), dan CO2 (Karbon dioksida) yang juga disebut sebagai gas rumah kaca. Kandungan SO2 dan NOx yang tinggi di udara ambien yang dipancarkan oleh industri menyebabkan pembentukan deposisi asam yang akan mempengaruhi kegiatan cocok tanam, perkebunan dan menimbulkan korosi pada bangunan.

“Saya sangat berharap bahwa partisipasi peserta dari berbagai kalangan dalam FGD ini bisa mempercepat peningkatan pengendalian pencemaran udara di industri masing-masing untuk mencapai lingkungan yang lebih baik”, jelas Tuti Hendrawati.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. MR Karliansyah, MSi, Deputi II MenLH Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Telp/Fax. 021 – 8580107, email: humaslh@gmail.com, website: www.proper.menlh.go.id, www.menlh.go.id

Tuntutan Masyarakat Adat Dayak Wehea

DSC_9438Jakarta, 4 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima kedatangan masyarakat adat Dayak Wehea di Kantor Manggala Wanabakti pada tanggal 3 Februari 2014 yang secara resmi diterima oleh Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Himsar Sirait, SH. Masyarakat adat Dayak Wehea tinggal di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa hutan merupakan lumbung kehidupan dimana mata pencahariannya adalah berkebun dan berladang. Masyarakat adat Dayak Wehea memiliki ketergantungan tinggi kepada lingkungan terusik kehidupannya akibat perambahan hutan dari pihak luar serta meminta agar izin usaha pertambangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan dihentikan karena akan mengganggu ekosistem di tempat mereka tinggal.

Suku Dayak Wehea adalah sub suku Dayak yang mendiami enam desa di Kutai Timur, Kalimantan Timur, diantaranya Desa Nehas Liah Bing, Long Wehea, Diaq Leway, Dea Beq, dan Bea Nehas. Masing-masing kepala adat dari 6 desa tersebut juga merupakan anggota Dewan Adat Dayak Wehea dengan Ketua Dewan adatnya saat ini dipimpin oleh Bapak Tleang Lung (Kepala Adat Dayak Wehea Desa Dea Beq) dengan Sekretaris Adat adalah Bapak Ledjie Be (tetua adat Dayak Wehea dari Desa Bea Nehas). Populasi di masyarakat adat Wehea sekitar 6000 orang. Suku Wehea menjaga hutan lindung yaitu Hutan Lindung Wehea. “Keldung Laas Wehea Long Skung Metgueen.” Deretan kata dalam bahasa Dayak Wehea itu berarti sebuah aturan: perlindungan dan pemanfaatan terbatas hutan Wehea. Ladjie Taq, kepala adat suku Wehea, bersama beberapa tokoh adat Wehea lainnya yang menetapkan aturan sejak 4 November 2004 dan secara khusus dijaga oleh Pasukan Adat Dayak Wehea atau rangers bernama Petkuq Mehuey.

Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha, berada di ketinggian 250 m di timur sampai 1750 m di barat, dengan tipe hutan mulai dari dataran rendah hingga hutan pegunungan. Hutan Wehea mempunyai fungsi hidrologis yang penting karena merupakan DAS untuk Sungai Wehea di Kabupaten Kutai Timur dan Sungai Long Gi di Kabupaten Berau yang terletak di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang berjarak sekitar 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea.

Suku Dayak Wehea memiliki wilayah adat yang cukup luas, diantaranya pada bagian utara yang berbatasan dengan Desa Merapun dan Merabu serta desa-desa di Kecamatan Sungai Kelay dan wilayah sepanjang pegunungan hingga ke Kung Kemul serta batas Kabupaten Malinau, Kabupaten Berau, pada bagian timur berbatasan dengan Sungai Bengalon, selatan berbatasan dengan Keham (jeram) yang terletak di bagian hulu Kampung Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, dan bagian barat berbatasan dengan pematang gunung pemisah antara Sungai Tlan (orang luar biasa menyebut Sungai Telen) dan Sungai Mara. Sejak tahun 2012, kawasan eks HPH PT. Mugi Triman diubah menjadi kawasan Reforestasi untuk Pelepas liaran Orang Utan yang dikelola bersama oleh Yayasan BOS-Foundation dan PT. Reforestasi untuk Orang Utan Indonesia (RHOI) bersama masyarakat Suku Dayak Wehea di bantaran Sungai Telen dan pola kerjasama tersebut kemudian rencananya diperbaharui pada Maret 2014.

Hutan Lindung Wehea terdapat berbagai jenis satwa liar antara lain 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi. Salah satu primata yang menggantungkan hidupnya terhadap kelestarian Hutan Wehea adalah orangutan (Pongo pygmaeus). Hutan Lindung Wehea itu sebelumnya adalah eks-hutan ekploitasi perusahaan HPH PT Gruti III. Kemudian pada 1995 digabung dengan PT Inhutani II menjadi PT Loka Dwihutani. Pada tahun 2003, hutan dievaluasi oleh Pemprov Kaltim dan dinilai kondisinya masih baik. Pada tahun 2005 melalui melalui Surat Keputusan Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 dibentuklah Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BP-HULIWA) yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat adat, lembaga pendidikan, dan LSM. Hutan lindung Wehea dikelola oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Warga Dayak Wehea melalui lembaga adat Dayak Wehea menunjukan kepedulian tinggi dalam melestarian hutan Wehea.

Kepedulian Masyarakat Adat Wehea ini kemudian mendapat penghargaan dari pemerintah dengan dianugrahkannya penghargaan Kalpataru ke Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing pada tahun 2009. Penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu semakin membuka mata masyarakat luas akan keberadaan hutan lindung Wehea yang patut dilestarikan.

Saat ini wilayah adat Dayak Wehea terancam kerusakan ekologi yang luar biasa. Alih fungsi hutan menjadi HPH, pertambangan dan perkebunan sawit secara besar-besaran, telah mengakibatkan hilangnya ruang dan kualitas hidup. Padahal masyarakat adat Wehea selama ini menjadikan sungai dan hutan sebagai sumber kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan religiositasnya. Ada tiga tuntutan yang diperjuangkan masyarakat adat Dayak Wehea yaitu (1) menuntut pengakuan atas masyarakat adat Dayak-Wehea dan hak ulayat sebagai sebuah entitas masyarakat adat di Indonesia, (2) penghentian penerbitan ijin baru untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup, (3) pencabutan semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan penghentian ijin baru pertambangan di wilayah Ulayat Masyarakat Adat Wehea Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada pertemuan ini, Irjen Kemenhut dan Deputi V KLH sepakat menyatakan “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan verifikasi data dan informasi yang ada dilanjutkan dengan verifikasi di lapangan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saat ini telah terbentuk Tim Penanganan Pengaduan Kasus-kasus LH dan Kehutanan sehingga tim ini dapat menindaklanjuti kasus ini.”

Pimpinan rombongan, Ketua Dewan Adat Wehea, Tleang Lung berkesempatan bertemu dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya pada acara “Refleksi 100 Hari KLHK” dan menyatakan apresiasinya atas usaha masyarakat adat Dayak Wehea yang selama ini telah menjaga hutan lindung Wehea dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Himsar Sirait, SH, Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, telp: (021) 72793008 humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DSC_9456Perjalanan kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam menahkodai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipaparkan pada Acara Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam acara yang digelar di Lobi Utama Gd. Manggala Wanabakti Jakarta (3/2), Siti Nurbaya menguraikan hal-hal yang telah dilakukan selama 100 hari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diantaranya: struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memudahkan perizinan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor BKPM, pemurnian birokrasi, penanganan kebakaran hutan dan lahan di provinsi rawan kebakaran, pemberantasan illegal logging dan pengrusakan hutan, moratorium izin gambut dan hutan primer, dll.

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Selain Siti Nurbaya hadir juga Wimar Witoelar (Pengamat Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Chalid Muhammad (Aktifis Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Koordinator Institut Hijau Indonesia), Satya Widya Yudha (Anggota Komisi VII DPR RI), Darori (Anggota Komisi IV DPR RI), dan Parlindungan Purba (DPD RI), dan ikut memberikan sumbangan pemikiran dan saran untuk pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih baik dimasa mendatang. Acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat eselon I dan II lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta LSM dan media massa.

Audiensi Menteri LHK Dengan Para Pemenang KEHATI AWARD 2015

Jakarta, 29 Januari 2015–Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc menerima kedatangan para pemenang Anugerah Kehati Award 2015 di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Para pemenang hadir didampingi Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, MS Sembiring. Anugerah Kehati Award diberikan kepada enam pemenang dari kategori Prakarsa Lestari Kehati yaitu Aziil Anwar, Pendorong Lestari Kehati yaitu Januminro, Peduli Lestari Kehati yaitu CV Arum Ayu, Cipta Lestari Kehati yaitu Achmad Subagio, Citra Lestari Kehati yaitu Agustinus Sasundu, dan Tunas Lestari Kehati yaitu KeSEMAT. Anugerah Kehati Award 2015 diselenggarakan pada Rabu 28 Januari 2015 di Jakarta. Menteri LHK didampingi oleh Deputi KLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Ir. Arief Yuwono, MA.

Kegiatan Yayasan Kehati ini memberikan kontribusi berarti bagi penyelamatan lingkungan dan melakukan upaya untuk mengurangi kerusakan alam melalui perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.Tema tahun ini adalah “Keanekaragaman Hayati untuk Kesejahteraan Bangsa” yaitu sebagai pengingat tentang peran penting keanekaragaman pada kehidupan manusia. Kekayaan yang menjadi potensi besar Indonesia tersebut menyimpan beragam sumber pangan, sumber energi alternatif, sumber obatan-obatan alami, dan jika dijaga dengan baik maka akan ikut menjaga ketersediaan air. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan kontribusi semua pihak pada keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam sambutannya menyatakan Kementerian LHK mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. “Apa yang dilakukan oleh Yayasan Kehati ini sangat membantu Pemerintah”, tegas Menteri LHK. Selain itu, Menteri LHK juga sangat menghargai usaha yayasan ini yang telah menjalankan sebagian peran Pemerintah dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Para pemenang ini merupakan harapan dan inspirasi bagi pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.Anugerah Prakarsa Lestari Kehati diberikan kepada Aziil Anwar dari Majene, Sulawesi Barat, yang merehabilitasi mangrove di desanya dan Masyarakat Adat Haruku dari Maluku yang mampu mempertahankan tradisi pengelolaan lingkungan yang sudah ada sejak lama. Anugerah Pendorong Lestari Kehatidiberikan kepada Ir. Januminro dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang membuat model pengelolaan hutan gambut berbasis hak milik dan Umbu Jacob Tanda dari Mbatakapidu, Nusa Tenggara Timur, yang mencoba menanggulangi masalah pangan di desanya. Anugerah Peduli Lestari Kehatidiberikan kepadaCV Arum Ayu dari Tangerang Selatan, Jawa Barat, yang serius mempromosikan pangan lokal melalui produk-produk makanannya. Anugerah Cipta Lestari Kehatidiberikan kepada Prof. Ir. Achmad Subagio dari Jember, Jawa Timur yang mengelola sumber pangan lokal di lahan-lahan marjinal. Anugerah Citra Lestari Kehatidiberikan kepada Agustinus Sasundu dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang memanfaatkan bambu untuk alat musik tradisional dan Nasirun dari DI Yogyakarta yang melakukan zakat bumi dari hasil-hasilnya melukis. Sedangkan Anugerah Tunas Lestari Kehatidiberikan kepada Kelompok Studi Ekosistem Manggrove Teluk Awur (KESEMAT) dari Semarang, Jawa Tengah, yang melakukan kampanye dan konservasi mangrove di Teluk Awur, Jepara.

Anugerah Kehati Award 2015diharapkan menjadi simbol bangkitnya kesadaran bangsa Indonesia, untuk bersama-sama memberikan perjuangan dan pengorbanan bagi keanekaragaman hayati.Sejak tahun 2000 hingga 2012, KEHATI Award telah dilaksanakan sebanyak 7 kalidengan 29 peraih penghargaan.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, humaslh@gmail.com/ www.menlh.go.id

KunjunganKerja Solid Waste Corporation Malaysia: Studi Banding Program Adipura

Jakarta, 28 Januari 2015. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM menerima Ketua Pegawai Eksekutif Perbadanan Pengurusan Sisa Pepejal dan Pembersihan Awam (PPSPPA) Kementerian Kesejahteraan Bandar, Perumahan dan Kerajaan Tempatan, Malaysia,Datuk AB. Rahim Bin MD. Noor yang didampingi oleh Ir. Zulkifli Bin Tamby Chik dan Encik Jazriq Bin Jaafar. Pada kesempatan ini disampaikan bahwa PPSPPA telah berganti nama menjadi Solid Waste Corporation, Malaysia. Kedatangan rombongan tersebut dimaksudkan untuk mempelajari program Kota Bersih Adipura. Turut hadir Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. R. Sudirman.

Pada sambutannya Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan,”Program Adipura merupakan program yang berbasis pelibatan masyarakat yang mampu bertahan selama 28 tahun dan terus menjadi program yg cukup prestisius dan diakui dalam mewujudkan Kota Bersih di Indonesia”.

Adipura terus melakukan inovasi dalam cakupan kriteria dan tata cara penilaian yang semakin transparan dan cukup kredibel.Sesmen KLH selanjutnya menjelaskan “Adipura sudah pada tahap pengembangan generasi keempat dengan mencakup aspek “clean, green, healthy dan sustainability”. Publikasi peringkat penerima penghargaan Adipura melalui media massa juga sudah dilakukan mulai tahun lalu.Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga transparansi”.Sesmen KLH mengharapkan kunjungan ini menjadi ajang tukar pikiran dan pengetahuan sekaligus menjaring bahan evaluasi bagi peningkatan kualitas Program Adipura di masa datang.

Datuk AB. Rahim menyatakan bahwa Malaysia tidak mempunyai program pengelolaan sampah seperti Adipura. Untuk itu Malaysia ingin belajar banyak dari Indonesia mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan program kota bersih tersebut yang selanjutnya diharapkan dapat diterapkan di Malaysia.

Setelah diterima secara resmi oleh Sesmen KLH, rombongan Solid Waste Corporation Malaysia akan mengunjungi Kota Tangerang untuk belajar mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang dalam meraih penghargaan Adipura. Hari berikutnya akan mendapatkan paparan mengenai Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta, dilanjutkan mengunjungi proses pembuatan kompos skala kelurahan di Rawasari, Jakarta Pusat dan Bank Sampah Malakasari, Jakarta Timur.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rasio Ridho Sani,Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, tlp/fax: (021) 8517182, www.menlh.go.id/ humaslh@gmail.com