Kunjungan Kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Kota Malang

Malang, 14 Februari 2015 – Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc memberikan kuliah umum pada acara Kuliah Tamu di Kampus Universitas Brawijaya dengan judul “Tantangan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Indonesia”. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-52 Universitas Brawijaya. Pada kesempatan ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerima jaket almamater Universitas Brawijaya sebagai warga kehormatan. Acara ini dibuka oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. DR. Ir. M. Bisri, MS, yang juga dihadiri Walikota Malang, Muhammad Anton dan jajaran eselon satu KLHK.

Pada penyampaian kuliah di depan civitas akademika Universitas Brawijaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan,”KLHK akan hadir di tengah rakyat dalam mewujudkan hak rakyat untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik. KLHK mempunyai peran strategis dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup, menjaga jumlah dan fungsi hutan (dan isinya), serta menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan SDA untuk kelangsungan kehidupan”.

Pada kesempatan ini pula dilaksanakan penanaman pohon sebanyak 7752 batang, yang melambangkan dua angka 7 berjumlah 14 yg mewakili 14 fakultas di Universitas Brawijaya dan angka 52 sebagai angka dies natalis tahun 2015 ini. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan penanaman pohon secara simbolik dengan menanam pohon rambutan di kompleks Kampus Universitas Brawijaya sekaligus mencanangkan Universitas Brawijaya sebagai Green Campus. Selanjutnya dilakukan pula peninjauan ke Unit Pelaksana Teknis Kompos Universitas Brawijaya yang mengelola sampah dari seluruh bagian kampus.

Kunjungan kerja Menteri LHK kali ini sekaligus untuk menjajagi persoalan-persoalan daerah dalam mengelola sampah sekaligus mencari solusi penanganannya sesuai dengan peran nya. Dalam rangka untuk menggali persoalan dalam menangani persolan sampah tersebut Menteri LHK mengadakan pertemuan koordinasi dengan Walikota Malang dan jajarannya di Balai Kota Malang

Pengelolaan sampah di Indonesia masih belum menunjukkan hasil yang optimal, sebagian besar masih melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan menjadi kebiasaan masyarakat luas. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh pola pikir bahwa sampah merupakan sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang sampai akhirnya menggunung di TPA.

Bencana longsornya TPA Leuwigajah di Cimahi pada 21 Februari 2005, menjadi bencana ekologis yang mengerikan karena mengubur hidup-hidup lebih kurang 140 jiwa manusia, bencana tersebut menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang selama 3 dasawarsa terakhir dijalankan, yang mempunyai landasan filosofis bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak untuk dibuang. Bencana longsornya TPA Leuwigajah tersebut menjadi sejarah paling kelam dalam pengelolaan sampah di Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah (HPS) setiap tanggal 21 Februari.

Menteri LHK pada kesempatan ini mengingatkan ”Salah satu filosofi dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sudah saatnya memutarbalikan cara pandang kita terhadap sampah dan cara kita memperlakukan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah sebagai sesuatu yang mempunyai nilai guna dan manfaat, sehingga sudah tidak layak lagi jika sampah dibuang percuma.”

Sebagai upaya perubahan paradigma tentang sampah tersebut, maka lahirlah Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah: Pilah, Kompos dan Daur Ulang Menuju Indonesia Bersih Sampah 2020. Prinsip utama mengelola sampah yang benar antara lain: mencegah timbulnya sampah, mengguna-ulang sampah, dan mendaur-ulang sampah yang biasa disebut prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Jika prinsip tersebut dijalankan dengan konsisten, maka akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan karena mampu mengurangi beban polutan bagi lingkungan hidup, mengurangi resiko kesehatan, menghemat penggunaan sumber daya alam dan energi, serta mendatangkan benefit ekonomi bagi banyak orang.

Hari Peduli Sampah tahun 2015 akan mengambil tema “Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah: Pilah, Kompos, dan Daur Ulang Menuju Indonesia Bersih Sampah 2020” dengan mengambil Tagline: “Ayo Galakkan Gerakan Pilah, Kompos, dan Daur Ulang Sampah! ”. Gerakan Tiga Jari Kelola Sampah tersebut rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2015 yang dipusatkan di Kota Malang dan akan dihadiri oleh Ibu Iriana Joko Widodo didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Walikota Malang, dan melibatkan relawan, masyarakat serta dunia usaha. Kota Malang merupakan salah satu kota peraih Adipura Kencana pada tahun 2014 yang relatif telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sampah yang sesuai dengan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Kunjungan kerja kali ini diakhiri dengan kunjungan ke Bank Sampah Malang (BSM) yang mempunyai nasabah sebanyak 24.000 orang. Di tempat ini Menteri LHK menyakasikan proses pengelolaan sampah dan hasil daur sampah yang bernilai ekonomis. Jumlah sampah yang terkelola di BSM mencapai 3 ton perhari dari seluruh nasabah ditambah 0,5 ton per hari dari pelapak/pengepul yang semuanya setara dengan nilai delapan juta rupiah. Selain itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengunjungi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Supit Urang yang berlokasi di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun dengan luas 31,25 hektar yang dikelola dengan sistem Controll Landfill. Jumlah Sampah yang ditimbun di TPA Supit Urang setiap hari berjumlah 413 ton, dimana komposisi sampah organik sebesar 65%. TPA ini mempunyai potensi Gas Metana 10,35 juta BTU/jam dan potensi daya listrik 0,89 MW yang akan terus dikembangkan. Lokasi TPA ini direncanakan akan menjadi lokasi Peringatan Hari Peduli Sampah tingkat Nasional tahun 2015.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muh. Ilham Malik, M.Sc, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, telp/fax: 021 85905637, email:humaslh@gmail.com

MENLHK & OMBUDSMAN RI : Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bidang LHK

Jakarta, 3 Februari 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DR. Ir. Siti Nurbaya, MSc menerima kunjungan Ketua Ombudsman Republik Indonesia Danang Girindrawardana dan anggota Ombudsman Petrus Beda Peduli di Jakarta tanggal 3 Februari 2015. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan percepatan perbaikan pelayanan publik pada bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Pertemuan ini juga dihadiri oleh para pejabat eselon 1 di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ombudsman RI telah memberikan rekomendasi dan saran mengenai pelayanan publik yang berkenaan dengan izin bidang kehutanan dan izin lingkungan. Ombudsman berusaha memberikan rekomendasi yg dapat mewujudkan misi negara dalam kaitan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pada diskusi ini Ketua Ombudsman RI menyatakan,” Izin lingkungan tetap penting dan harus dilaksanakan namun proses pemberian izinnya disarankan untuk disederhanakan supaya dapat menghindari celah bargain antara pemda, konsultan dan pengusaha serta menghindari pemalakan termasuk menghindari pemda untuk dagang izin”

Lebih lanjut, Deputi Tata Lingkungan KLH, Imam Hendargo menjelaskan bahwa izin lingkungan sedang diupayakan untuk disederhanakan prosesnya tanpa mengurangi muatan scientific base. Target yang diharapakan adalah pemberian izin lingkungan akan diselesaikan menjadi 30 hari yang sebelumnya membutuhkan waktu 75 hari. Namun demikian pada penerapannya terdapat kendala karena adanya ketidakmerataan kemampuan sumber daya manusia di pemerintah daerah untuk melakukan proses penialian dan pemberian izin lingkungan. Kendala ini juga sedang diupayakan untuk dapat diatasi.

Pada kesempatan ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan ”Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik rekomendasi dan saran dari Ombudsman RI berkenaan dengan pelayanan publik ini. Kami akan segera melakukan langkah-langkah strategis untuk melaksanakan rekomendasi tersebut untuk peningkatan pelayanan publik yang lebih baik.”

UU no 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik merupakan komitmen Indonesia dalam mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. Hasil observasi Ombusdsman RI sejak tahun 2013, tingkat kepatuhan pemerintah dan pemerintah daerah masih rendah yaitu rata-rata: Tingkat kementerian 22.2 %, Tingkat Lembaga Negara dan Pemerintah 27% dan Pemerintah Daerah 10.5 %.

Keterbukaan pelayanan publik di bidang lingkungan hidup dan kehutanan memiliki tujuan besar yaitu mencapai pembangunan berkelanjutan yang mempertahankan daya dukung lingkungan bagi generasi mendatang. Penilaian Komisi Ombudsmen hingga 2014, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) KLH telah menunjukkan kinerja katagori “BAIK”.

Selain itu, penilaian dari UKP4, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BAPPENAS, Kementerian PAN RB dan Badan Administrasi Kepegawaian Nasional (BAKN) juga mendapatkan peringkat baik. Semua prestasi ini menuntut tanggung jawab yang lebih besar lagi untuk menjawab tantangan permasalahan lingkungan yang semakin kompleks.

Pada hari Kamis, 5 Pebruari, Unit Pelayanan Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup (UPT KLH) akan meluncurkan logo dan sistem layanan online di kantor UPT KLH di Jl. DI Panjaitan kav. 24, Jakarta Timur. Sistem ini dibuka dalam meningkatkan pelayanan perizinan lingkungan terutama proses layanan regirstrasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Lingkungan Hidup, telp : 021-85904927, email: humaslh@gmail.com

Rapat Kerja Komisi VII DPR RI Dengan KLHK RI

Jakarta, 4 Pebruari 2015. Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pertama kalinya berlangsung tanggal 4 Pebruari 2015. Rapat Kerja dipimpin oleh Ir. H. Mulyadi, wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini dihadiri oleh para pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Siti Nurbaya, MSc, Sekretaris KLH, Sekjen Kemenhut serta Para Eselon I dan II di lingkup KLHK. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan Evaluasi Pelaksanaan Program KLH Tahun 2014 dan Rencana Program Kerja Tahun 2015 dengan fokus pada lingkungan hidup. Pada Kabinet Kerja 2014 – 2019, dua kementerian digabung menjadi satu, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sehubungan dengan itu, Menteri LHK menyatakan “Penggabungan ini membawa harapan penekanan pada prospek pembangunan lingkungan hidup yang lebih baik aktualisasinya dalam pembangunan terutama pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya alam. Dengan adanya penyatuan kelembagaan, semakin dapat memperkuat peran dan kemampuan mendorong serta melaksanakan pembangunan dengan visi lingkungan, serta peran untuk mampu mengaktualisasikan konsep pembangunan berkelanjutan. Adanya kehadiran bersama kehutanan mempertegas misi untuk pentingnya sumber daya alam (hutan) secara arif dengan sepenuhnya menerapkan kebijakan berbasis lingkungan.”

Pada tahun Anggaran 2015, DIPA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri dari 2 DIPA, yaitu:
– BA 043 KLH sebesar Rp. 825.004.898.000,- (delapan ratus dua puluh lima milyar empat juta delapan ratus sembilan puluh delapan ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 2 program;
– BA 029 Kementerian Kehutanan sebesar Rp. 5.643.218.339.000,- (lima triliun enam ratus empat puluh tiga milyar dua ratus delapan belas juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 8 program.

Total nilai DIPA KLHK sebesar Rp. 6.468.223.237.000,- untuk 10 program. Selain itu terdapat pula penambahan anggaran dalam APBN-P Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 156.000.000.000,- (seratus lima puluh enam milyar) yang dialokasikan pada Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung. serta sebesar Rp. 60.313.964.920,- (enam puluh milyar tiga ratus tiga belas juta sembilan ratus enam puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh rupiah) yang dialokasikan pada Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya dan Program Pengendalian Perubahan Iklim. Dengan demikian, Pagu Alokasi Anggaran KLHK Tahun Anggaran 2015 menjadi sebesar Rp. 6.684.537.201.920,- (enam triliun enam ratus delapan puluh empat milyar lima ratus tiga puluh tujuh juta dua ratus satu ribu sembilan ratus dua puluh rupiah).

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi :
1. Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, taat kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial;
2. Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia.
3. Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development).
4. Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship.
5. Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Dengan prinsip-prinsip arahan tersebut, terdapat tiga peran strategis pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan meliputi :
Terdapat tiga peran strategis pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang meliputi:
1. Menjaga kualitas lingkungan hidup yang memberikan daya dukung (kualitas udara, air, dan tanah), pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim;
2. Menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupan seperti menjaga keseimbangan alam untuk keseimbangan alam dan kehidupan, menjaga DAS dan sumber mata air untuk ketersediaan air yang mencukupi bagi kelangsung hidup dan menjaga daya dukung fisik ruang wilayah serta kualitasnya.
3. Menjaga luasan dan fungsi hutan yang mencukupi untuk menopang kehidupan (life support system) serta menyediakan hutan (produksi dan APL) untuk kegiatan sosial ekonomi rakyat, menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, beberapa hal diajukan oleh Anggota Komisi VII DPR RI, seperti Amdal, perizinan, struktur organisasi, reklamasi pasca tambang, rencana pembangunan politeknik, proses monitoring untuk limbah, hutan lindung berubah menjadi hutan produksi yang merusak lingkungan, program DAS, penegakan hukum terhadap kawasan hutan produksi, praktek penjualan satwa, minimalisir kegiatan pertambangan, fasilitas pembangunan infrastruktur hijau, kriteria Adipura, fokus penanganan danau, polusi udara akibat dari industri, target untuk pengurangan emisi, serta kelembagaan badan perubahan iklim yang diintegrasikan ke KLHK.

Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghasilkan beberapa kesimpulan, yang a.l: menyetujui usulan RAPBN-P TA 2015 Kementerian LHK sebesar Rp. 6.684.537.201.920,- (enam triliun enam ratus delapan puluh empat milyar lima ratus tiga puluh tujuh juta dua ratus satu ribu sembilan ratus dua puluh rupiah), mendesak KLHK untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan pasca tambang, serta memastikan adanya kerjasama internasional pengendalian perubahan iklim.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Telp. 021 – 8580104, email: humaslh@gmail.com

Sistem Layanan On Line & Logo Baru Unit Pelayanan Terpadu KLHK

Jakarta, 5 Februari 2015 – Hari ini Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM memperkenalkan dan meresmikan sistem layanan online bidang lingkungan hidup dan logo baru Unit Pelayanan Terpadu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (UPT-KLHK). Kegiatan yang dihadiri oleh pimpinan Ombudsman RI, pejabat BKPM, pejabat Kementerian PAN-RB, Pejabat dan staf di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pelanggan UPT-KLHK diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 5 Februari 2015 di UPT-KLH Gedung B Lantai I, Kementerian Lingkungan Hidup, Jl. DI. Panjaitan kav. 24 Jakarta Timur.

Dalam sambutannya, Sekretaris KLH menyatakan, “Pengenalan dan peresmian sistem layanan online dan logo baru UPT bidang lingkungan – KLHK ini, menandai momentum 3 tahun penyelenggaraan pelayanan publik di bidang lingkungan hidup. Momentum ini menjadi sarana penyampaian kepada masyarakat bahwa UPT bidang lingkungan – KLHK dan jajaran unit kerja teknisnya sedang melakukan sebuah transformasi dari sistem layanan tatap muka menjadi layanan nontatap muka (online).” Lebih lanjut ditegaskan, “Pemberian layanan tatap muka yang selama ini dilakukan, telah banyak memberikan pembelajaran pembentukan karakter dan integritas aparatur pelayanan publik. Capaian tersebut adalah ketika pada akhir tahun 2013, pelayanan publik di KLH berada pada urutan kedua tertinggi Indeks integritas di tingkat Pusat berdasarkan survei Integritas Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini saatnya sistem layanan yang ada bermigrasi secara bertahap kepada sistem layanan nontatap muka (online)”.

Penerapan sistem layanan online memungkinkan pemberian layanan diberikan dengan lebih baik kepada pelanggan yang dalam proses pengajuan permohonannya dapat mereka lakukan dengan lebih terencana, hemat waktu dan biaya, sekaligus memastikan bahwa pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya sebuah permohonan dapat lebih cepat dan transparan. Melalui pendekatan Service Oriented Architecture (SOA) yang dipergunakan sebagai platform ini dimungkinkan pula terjadinya konektivitas antara sistem layanan online ini dengan sistem IT lain baik di Kementerian/Lembaga lain maupun di daerah.

Menandai proses transformasi tersebut, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup memperkenalkan sebuah logo baru berupa Kolibri (Colibri Thalasius) sebagai pengganti Kunang-kunang yang sejak tahun 2012 menjadi logo UPT – KLH. Pemilihan Kolibri menggambarkan bahwa ke depan pelayanan publik oleh UPT bidang lingkungan – KLHK akan diselenggarakan antara lain dengan lebih memperhatikan tata waktu seperti jumlah kepakan sayap Kolibri yang mampu mencapai 200 kali per menit, fungsional dalam melayani seperti kemampuan burung terkecil di dunia itu dalam menyerbuk atau menghisap madu tanpa mengoyak kuncup bunga, dan terkoordinasi seperti burung yang di Indonesia juga dikenal sebagai burung madu itu ketika terbang saling berdekatan kolibri lain tanpa mengakibatkan terjadinya tabrakan di udara. “Bila pada tahun pertama dan kedua, UPT bidang lingkungan – KLHK mengagendakan pembentukan karakter dan integritas pelayanan publik, maka pada tahun ketiga dan seterusnya agenda tersebut akan ditambah dengan peningkatan kemampuan dan profesionalitas aparatur didukung oleh modernisasi sistem dan infrastruktut layanan publiknya.” demikian penegasan Sekretaris KLH.

Kedua keadaan di atas, diharapkan dapat semakin memperkuat keinginan menyelenggarakan pelayanan publik lebih baik sesuai motto UPT bidang lingkungan – KLHK yaitu “membuat terang sesuatu yang di tempat lain dibiarkan gelap gulita” yang menggambarkan kondisi bahwa pimpinan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen dan terus mengupayakan (membuat) sebuah perubahan mendasar atas paradigma pelayanan publik yang sering digambarkan sebagai proses berbelit-belit, gelap dan dibiarkan gelap penuh ketidakpastian, serta berpotensi menjadi simpul penyalahgunaan wewenang dan korupsi, menjadi proses yang terang benderang, diselenggarakan oleh aparatur yang bersih dan profesional berdasarkan aturan main yang diketahui bersama, dan meniadakan potensinya terjadinya penyalahgunaan wewenang dan korupsi melalui penerapan mekanisme checks and balances dan pengawasan berjenjang memanfaatkan teknologi informasi.

Pelayanan yang telah diintegrasikan UPT bidang lingkungan – KLHK adalah sebagian besar pelayanan publik yang sebelum tanggal 31 Desember 2011 dilaksanakan oleh setiap kedeputian. Beberapa pelayanan publik mulai dintegrasikan pada pertengahan tahun 2012 dan akhir tahun 2014. Pelayanan publik yang dilakukan oleh KLH dan beberapa yang telah diintegrasikan ke UPT meliputi 23 jenis layanan yaitu: (1) Pelayanan perizinan lingkungan yaitu Amdal/UKL-UPL dan Izin lingkungan; (2) Pengendalian pencemaran air terdiri atas izin pembuangan air limbah ke laut dan izin pembuangan air limbah melalui injeksi; (3) Pengelolaan Limbah B3 terdiri atas izin pengumpulan limbah B3, izin pemanfaatan limbah B3, izin pengolahan limbah B3, izin penimbunan (landfill) limbah B3, dan izin dumping limbah B3.

Selain perizinan pelayanan perizinan, UPT bidang lingkungan – KLHK juga melayani jenis pengajuan non perizinan yang meliputi: (1) Pengelolaan limbah B3 dan Limbah non B3 terdiri atas rekomendasi pengangkutan limbah B3, notifikasi ekspor limbah B3, dan rekomendasi impor limbah non B3; (2) Pengelolaan B3 terdiri atas rekomendasi pengangkutan B3 dan registrasi B3; (3) Pengaduan kasus lingkungan; (4) Pengelolaan Bahan Perusak Ozon terdiri atas rekomendasi importir terdaftar/importir produsen bahan perusak ozon (BPO), rekomendasi importir terdaftar barang berbasis pendingin, dan surat keterangan non BPO; (5) Pelayanan informasi publik (PIP); (6) Konsultasi; dan (7) Pelaporan/surat/dokumen.

Dalam acara tersebut, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup juga menyerahkan secara simbolis akun terdaftar sebagai pelanggan UPT bidang lingkungan – KLHK untuk sistem layanan online kepada 3 (tiga) perwakilan yaitu: PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, PT. Antam, Tbk., dan PT. Cosmo Polyurethane.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Rasio Ridho Sani, MPM, M.Com, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), telp: 021 8580104, fax: 021 858 0105. email: upt@menlh.go.id
cc: humaslh@gmail.com . web: http://pelayananterpadu.menlh.go.id / www.menlh.go.id

Tuntutan Masyarakat Adat Dayak Wehea

DSC_9438Jakarta, 4 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima kedatangan masyarakat adat Dayak Wehea di Kantor Manggala Wanabakti pada tanggal 3 Februari 2014 yang secara resmi diterima oleh Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Himsar Sirait, SH. Masyarakat adat Dayak Wehea tinggal di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa hutan merupakan lumbung kehidupan dimana mata pencahariannya adalah berkebun dan berladang. Masyarakat adat Dayak Wehea memiliki ketergantungan tinggi kepada lingkungan terusik kehidupannya akibat perambahan hutan dari pihak luar serta meminta agar izin usaha pertambangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan dihentikan karena akan mengganggu ekosistem di tempat mereka tinggal.

Suku Dayak Wehea adalah sub suku Dayak yang mendiami enam desa di Kutai Timur, Kalimantan Timur, diantaranya Desa Nehas Liah Bing, Long Wehea, Diaq Leway, Dea Beq, dan Bea Nehas. Masing-masing kepala adat dari 6 desa tersebut juga merupakan anggota Dewan Adat Dayak Wehea dengan Ketua Dewan adatnya saat ini dipimpin oleh Bapak Tleang Lung (Kepala Adat Dayak Wehea Desa Dea Beq) dengan Sekretaris Adat adalah Bapak Ledjie Be (tetua adat Dayak Wehea dari Desa Bea Nehas). Populasi di masyarakat adat Wehea sekitar 6000 orang. Suku Wehea menjaga hutan lindung yaitu Hutan Lindung Wehea. “Keldung Laas Wehea Long Skung Metgueen.” Deretan kata dalam bahasa Dayak Wehea itu berarti sebuah aturan: perlindungan dan pemanfaatan terbatas hutan Wehea. Ladjie Taq, kepala adat suku Wehea, bersama beberapa tokoh adat Wehea lainnya yang menetapkan aturan sejak 4 November 2004 dan secara khusus dijaga oleh Pasukan Adat Dayak Wehea atau rangers bernama Petkuq Mehuey.

Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha, berada di ketinggian 250 m di timur sampai 1750 m di barat, dengan tipe hutan mulai dari dataran rendah hingga hutan pegunungan. Hutan Wehea mempunyai fungsi hidrologis yang penting karena merupakan DAS untuk Sungai Wehea di Kabupaten Kutai Timur dan Sungai Long Gi di Kabupaten Berau yang terletak di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang berjarak sekitar 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea.

Suku Dayak Wehea memiliki wilayah adat yang cukup luas, diantaranya pada bagian utara yang berbatasan dengan Desa Merapun dan Merabu serta desa-desa di Kecamatan Sungai Kelay dan wilayah sepanjang pegunungan hingga ke Kung Kemul serta batas Kabupaten Malinau, Kabupaten Berau, pada bagian timur berbatasan dengan Sungai Bengalon, selatan berbatasan dengan Keham (jeram) yang terletak di bagian hulu Kampung Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, dan bagian barat berbatasan dengan pematang gunung pemisah antara Sungai Tlan (orang luar biasa menyebut Sungai Telen) dan Sungai Mara. Sejak tahun 2012, kawasan eks HPH PT. Mugi Triman diubah menjadi kawasan Reforestasi untuk Pelepas liaran Orang Utan yang dikelola bersama oleh Yayasan BOS-Foundation dan PT. Reforestasi untuk Orang Utan Indonesia (RHOI) bersama masyarakat Suku Dayak Wehea di bantaran Sungai Telen dan pola kerjasama tersebut kemudian rencananya diperbaharui pada Maret 2014.

Hutan Lindung Wehea terdapat berbagai jenis satwa liar antara lain 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi. Salah satu primata yang menggantungkan hidupnya terhadap kelestarian Hutan Wehea adalah orangutan (Pongo pygmaeus). Hutan Lindung Wehea itu sebelumnya adalah eks-hutan ekploitasi perusahaan HPH PT Gruti III. Kemudian pada 1995 digabung dengan PT Inhutani II menjadi PT Loka Dwihutani. Pada tahun 2003, hutan dievaluasi oleh Pemprov Kaltim dan dinilai kondisinya masih baik. Pada tahun 2005 melalui melalui Surat Keputusan Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 dibentuklah Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BP-HULIWA) yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat adat, lembaga pendidikan, dan LSM. Hutan lindung Wehea dikelola oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Warga Dayak Wehea melalui lembaga adat Dayak Wehea menunjukan kepedulian tinggi dalam melestarian hutan Wehea.

Kepedulian Masyarakat Adat Wehea ini kemudian mendapat penghargaan dari pemerintah dengan dianugrahkannya penghargaan Kalpataru ke Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing pada tahun 2009. Penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu semakin membuka mata masyarakat luas akan keberadaan hutan lindung Wehea yang patut dilestarikan.

Saat ini wilayah adat Dayak Wehea terancam kerusakan ekologi yang luar biasa. Alih fungsi hutan menjadi HPH, pertambangan dan perkebunan sawit secara besar-besaran, telah mengakibatkan hilangnya ruang dan kualitas hidup. Padahal masyarakat adat Wehea selama ini menjadikan sungai dan hutan sebagai sumber kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan religiositasnya. Ada tiga tuntutan yang diperjuangkan masyarakat adat Dayak Wehea yaitu (1) menuntut pengakuan atas masyarakat adat Dayak-Wehea dan hak ulayat sebagai sebuah entitas masyarakat adat di Indonesia, (2) penghentian penerbitan ijin baru untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup, (3) pencabutan semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan penghentian ijin baru pertambangan di wilayah Ulayat Masyarakat Adat Wehea Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada pertemuan ini, Irjen Kemenhut dan Deputi V KLH sepakat menyatakan “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan verifikasi data dan informasi yang ada dilanjutkan dengan verifikasi di lapangan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saat ini telah terbentuk Tim Penanganan Pengaduan Kasus-kasus LH dan Kehutanan sehingga tim ini dapat menindaklanjuti kasus ini.”

Pimpinan rombongan, Ketua Dewan Adat Wehea, Tleang Lung berkesempatan bertemu dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya pada acara “Refleksi 100 Hari KLHK” dan menyatakan apresiasinya atas usaha masyarakat adat Dayak Wehea yang selama ini telah menjaga hutan lindung Wehea dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Himsar Sirait, SH, Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, telp: (021) 72793008 humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DSC_9456Perjalanan kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam menahkodai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipaparkan pada Acara Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam acara yang digelar di Lobi Utama Gd. Manggala Wanabakti Jakarta (3/2), Siti Nurbaya menguraikan hal-hal yang telah dilakukan selama 100 hari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diantaranya: struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memudahkan perizinan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor BKPM, pemurnian birokrasi, penanganan kebakaran hutan dan lahan di provinsi rawan kebakaran, pemberantasan illegal logging dan pengrusakan hutan, moratorium izin gambut dan hutan primer, dll.

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Selain Siti Nurbaya hadir juga Wimar Witoelar (Pengamat Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Chalid Muhammad (Aktifis Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Koordinator Institut Hijau Indonesia), Satya Widya Yudha (Anggota Komisi VII DPR RI), Darori (Anggota Komisi IV DPR RI), dan Parlindungan Purba (DPD RI), dan ikut memberikan sumbangan pemikiran dan saran untuk pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih baik dimasa mendatang. Acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat eselon I dan II lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta LSM dan media massa.

Audiensi Menteri LHK Dengan Para Pemenang KEHATI AWARD 2015

Jakarta, 29 Januari 2015–Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc menerima kedatangan para pemenang Anugerah Kehati Award 2015 di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Para pemenang hadir didampingi Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, MS Sembiring. Anugerah Kehati Award diberikan kepada enam pemenang dari kategori Prakarsa Lestari Kehati yaitu Aziil Anwar, Pendorong Lestari Kehati yaitu Januminro, Peduli Lestari Kehati yaitu CV Arum Ayu, Cipta Lestari Kehati yaitu Achmad Subagio, Citra Lestari Kehati yaitu Agustinus Sasundu, dan Tunas Lestari Kehati yaitu KeSEMAT. Anugerah Kehati Award 2015 diselenggarakan pada Rabu 28 Januari 2015 di Jakarta. Menteri LHK didampingi oleh Deputi KLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Ir. Arief Yuwono, MA.

Kegiatan Yayasan Kehati ini memberikan kontribusi berarti bagi penyelamatan lingkungan dan melakukan upaya untuk mengurangi kerusakan alam melalui perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.Tema tahun ini adalah “Keanekaragaman Hayati untuk Kesejahteraan Bangsa” yaitu sebagai pengingat tentang peran penting keanekaragaman pada kehidupan manusia. Kekayaan yang menjadi potensi besar Indonesia tersebut menyimpan beragam sumber pangan, sumber energi alternatif, sumber obatan-obatan alami, dan jika dijaga dengan baik maka akan ikut menjaga ketersediaan air. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan kontribusi semua pihak pada keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam sambutannya menyatakan Kementerian LHK mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. “Apa yang dilakukan oleh Yayasan Kehati ini sangat membantu Pemerintah”, tegas Menteri LHK. Selain itu, Menteri LHK juga sangat menghargai usaha yayasan ini yang telah menjalankan sebagian peran Pemerintah dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Para pemenang ini merupakan harapan dan inspirasi bagi pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.Anugerah Prakarsa Lestari Kehati diberikan kepada Aziil Anwar dari Majene, Sulawesi Barat, yang merehabilitasi mangrove di desanya dan Masyarakat Adat Haruku dari Maluku yang mampu mempertahankan tradisi pengelolaan lingkungan yang sudah ada sejak lama. Anugerah Pendorong Lestari Kehatidiberikan kepada Ir. Januminro dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang membuat model pengelolaan hutan gambut berbasis hak milik dan Umbu Jacob Tanda dari Mbatakapidu, Nusa Tenggara Timur, yang mencoba menanggulangi masalah pangan di desanya. Anugerah Peduli Lestari Kehatidiberikan kepadaCV Arum Ayu dari Tangerang Selatan, Jawa Barat, yang serius mempromosikan pangan lokal melalui produk-produk makanannya. Anugerah Cipta Lestari Kehatidiberikan kepada Prof. Ir. Achmad Subagio dari Jember, Jawa Timur yang mengelola sumber pangan lokal di lahan-lahan marjinal. Anugerah Citra Lestari Kehatidiberikan kepada Agustinus Sasundu dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang memanfaatkan bambu untuk alat musik tradisional dan Nasirun dari DI Yogyakarta yang melakukan zakat bumi dari hasil-hasilnya melukis. Sedangkan Anugerah Tunas Lestari Kehatidiberikan kepada Kelompok Studi Ekosistem Manggrove Teluk Awur (KESEMAT) dari Semarang, Jawa Tengah, yang melakukan kampanye dan konservasi mangrove di Teluk Awur, Jepara.

Anugerah Kehati Award 2015diharapkan menjadi simbol bangkitnya kesadaran bangsa Indonesia, untuk bersama-sama memberikan perjuangan dan pengorbanan bagi keanekaragaman hayati.Sejak tahun 2000 hingga 2012, KEHATI Award telah dilaksanakan sebanyak 7 kalidengan 29 peraih penghargaan.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, humaslh@gmail.com/ www.menlh.go.id

KunjunganKerja Solid Waste Corporation Malaysia: Studi Banding Program Adipura

Jakarta, 28 Januari 2015. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM menerima Ketua Pegawai Eksekutif Perbadanan Pengurusan Sisa Pepejal dan Pembersihan Awam (PPSPPA) Kementerian Kesejahteraan Bandar, Perumahan dan Kerajaan Tempatan, Malaysia,Datuk AB. Rahim Bin MD. Noor yang didampingi oleh Ir. Zulkifli Bin Tamby Chik dan Encik Jazriq Bin Jaafar. Pada kesempatan ini disampaikan bahwa PPSPPA telah berganti nama menjadi Solid Waste Corporation, Malaysia. Kedatangan rombongan tersebut dimaksudkan untuk mempelajari program Kota Bersih Adipura. Turut hadir Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. R. Sudirman.

Pada sambutannya Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan,”Program Adipura merupakan program yang berbasis pelibatan masyarakat yang mampu bertahan selama 28 tahun dan terus menjadi program yg cukup prestisius dan diakui dalam mewujudkan Kota Bersih di Indonesia”.

Adipura terus melakukan inovasi dalam cakupan kriteria dan tata cara penilaian yang semakin transparan dan cukup kredibel.Sesmen KLH selanjutnya menjelaskan “Adipura sudah pada tahap pengembangan generasi keempat dengan mencakup aspek “clean, green, healthy dan sustainability”. Publikasi peringkat penerima penghargaan Adipura melalui media massa juga sudah dilakukan mulai tahun lalu.Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga transparansi”.Sesmen KLH mengharapkan kunjungan ini menjadi ajang tukar pikiran dan pengetahuan sekaligus menjaring bahan evaluasi bagi peningkatan kualitas Program Adipura di masa datang.

Datuk AB. Rahim menyatakan bahwa Malaysia tidak mempunyai program pengelolaan sampah seperti Adipura. Untuk itu Malaysia ingin belajar banyak dari Indonesia mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan program kota bersih tersebut yang selanjutnya diharapkan dapat diterapkan di Malaysia.

Setelah diterima secara resmi oleh Sesmen KLH, rombongan Solid Waste Corporation Malaysia akan mengunjungi Kota Tangerang untuk belajar mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang dalam meraih penghargaan Adipura. Hari berikutnya akan mendapatkan paparan mengenai Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta, dilanjutkan mengunjungi proses pembuatan kompos skala kelurahan di Rawasari, Jakarta Pusat dan Bank Sampah Malakasari, Jakarta Timur.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rasio Ridho Sani,Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, tlp/fax: (021) 8517182, www.menlh.go.id/ humaslh@gmail.com

Kementerian LHK Apresiasi KEHATI Award 2015

KEMENTERIAN LHK APRESIASI KEHATI AWARD 2015

Jakarta, 28 Januari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasi Penganugerahan Kehati Award 2015 yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati Indonesia di Jakarta. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Ir. Arief Yuwono, MA hadir memberikan sambutan mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Anugerah Kehati Award diberikan kepada pemenang dari kategori  “Prakarsa Lestari Kehati”, “Pendorong Lestari Kehati”, “Peduli Lestari Kehati”, “Cipta Lestari Kehati”, “Citra Lestari Kehati”, dan “Tunas Lestari Kehati”, yang telah memberikan kontribusi berarti bagi  penyelamatan lingkungan dan melakukan upaya  untuk mengurangi kerusakan alam.

Dalam sambutannya, Arief Yuwono menyampaikan, “Kami sangat mendukung upaya Yayasan Kehati Indonesia yang senantiasa memberikan apresiasi kepada  individu, kelompok dan organisasi yang berhasil melakukan berbagai upaya pelestarian dan pemanfaatan kehati secara berkelanjutan”. Pemberian penghargaan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan perhatian bagi program penghargaan sebagai salah satu instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

Buku Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia yang diterbitkan oleh LIPI (2014) mencatat bahwa kekayaan kehati Indonesia diperkirakan terdiri dari 1.500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora (seperti Kriptogam) berupa jamur, 595 jenis lumut kerak, 2.197 jenis paku-pakuan serta 30.000 – 40.000 jenis flora tumbuhan berbiji (15,5% dari total jumlah flora di dunia). Untuk Fauna Vertebrata memiliki  8.157 jenis  (mamalia, burung, herpetofauna, dan ikan) dan 1.900 jenis kupu-kupu (10% dari jenis dunia). Diantara kekayaan kehati tersebut, Indonesia memiliki berbagai jenis fauna endemik berupa 270 jenis mamalia, 386 jenis burung, 328 jenis reptil, 204 jenis amphibia, dan 280 jenis ikan. Selain itu, Indonesia tercatat memiliki berbagai jenis flora endemik antara 40–50% dari total jenis flora pada setiap pulau kecuali pulau Sumatera yang endemisitasnya diperkirakan hanya 23%.

Kekayaan kehati Indonesia tersebut, apabila dilestarikan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan berkelanjutan dapat menghasilkan nilai ekonomi yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, LIPI dalam buku Bioresources (2013) mencatat Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu manis terbesar di dunia dengan nilai ekspor kulit batang bagian dalam mencapai US$ 20 juta – US$25 juta per tahun.

Contoh lain salah satu sumber protein hewan yaitu Abalon, sejenis Gastropoda yang banyak dijumpai di perairan Indonesia bagian timur, memiliki nilai ekonomi mencapai Rp. 150.000 per kg dan dapat mencapai Rp. 250.000 untuk abalon tanpa cangkang. Sebenarnya masih banyak lagi kehati Indonesia yang memiliki nilai ekonomi, sosial, budaya dan ekologi yang penting dan banyak bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan umat manusia.

Namun demikian, terdapat banyak ancaman keberadaan kehati Indonesia seperti pemanfaatan yang belum lestari, pembalakan liar, konversi lahan, kebakaran hutan dan lahan, perusakan habitat, termasuk biopiracy atau pembajakan sumber daya hayati.

Untuk dapat memanfaatkan dan melakukan perlindungan dan pengelolaan kehati yang tepat diperlukan beberapa hal berikut, yaitu: (i) kebijakan dan strategi yang tepat; (ii) program dan kegiatan; (iii) sumber daya manusia dan kompetensi serta kelembagaannya; (iv) penegakan hukum yang konsisten; (5) kesadaran masyarakat akan nilai dan pentingnya kehati. Disamping itu, komitmen dan keteladanan Pimpinan Nasional dan Daerah menjadi kunci utama perlindungan dan pengelolaan kehati Indonesia.

Saat ini sudah banyak kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan kehati, namun kehilangan Kehati (biodiversity loss) masih terus terjadi. Sebagai contoh pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tentang Ratifikasi Protokol Nagoya. Undang-Undang ini menjadi instrumen hukum untuk mencegah terjadinya biopiracy dari SDG dan Pengetahuan Tradisional melalui persyaratan Pemberian Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) dan Kesepakatan Bersama (KB) untuk pemberian ijin akses serta pembagian keuntungan yang adil dan seimbang. Pemerintah dan masyarakat berharap undang-undang ini dapat diimplementasi secepatnya.

Selain itu, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan bekerjasama dengan Bappenas dan LIPI, menyusun Strategi dan Rencana AksiKeanekaragaman Hayati (IBSAP 2015-2020) sebagai arah kebijakan untuk pengelolaan kehati dan diintegrasikan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. RPJMN 2015-2019 menempatkan kehati sebagai modal pembangunan dan prioritas nasional dengan cara meningkatkan keekonomian kehati untuk meningkatkan daya saing nasional.

Kementerian LHK mengingatkan pentingnya kehati dalam menjaga ketahanan pangan, khususnya pangan lokal. Penanaman jenis sayur, umbi-umbian dan buah lokal perlu dijadikan gerakan nasional dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Hal ini antara lain dapat dilakukan melalui Program Taman Kehati dengan menanam jenis-jenis tanaman lokal yang asli, tidak hanya yang bersifat endemik tetapi juga memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Disamping itu, Taman Kehati memiliki fungsi edukasi, rekreasi, sumber bibit untuk budi daya dan sumber pangan lokal serta jendela informasi kekayaan ekosistem, jenis dan genetik dari habitat asli.

“Menyadari akan pentingnya kehati Indonesia dan ancaman yang menyebabkan kehilangan kehati, kami menyambut baik inisiatif Yayasan Kehati untuk melakukan upaya perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati melalui Program Kehati Award”, kata Arief Yuwono.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, humaslh@gmail.com  / www.menlh.go.id

Konsultasi Publik Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan

Konsultasi Publik Penyelesaian rancangan Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan-22012015Jakarta, 22 Januari 2015. Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan Konsultasi Publik Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan. Acara ini dibuka oleh Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dihadiri oleh Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, Msc, Pakar Ekonomi berbasis sumber daya alam dan lingkungan; Rosa Vivien Ratnawati, SH, MSD Kepala Biro Hukum dan Humas, Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan KLH, serta para pihak yang terkait.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (4), dan Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ruang lingkup instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi: perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan hidup dan insentif dan/atau disinsentif.

Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, “materi dan muatan RPP instrumen ekonomi lingkungan hidup mempunyai sifat mengatur hal-hal yang baru; mensinkronkan antar aturan; mengkomplementer dengan aturan lain memperjelas misalnya dalam hal ini tentang pajak – retribusi dan lain-lain, mengukuhkan aturan lokal yang dianggap layak untuk dinasionalkan; mengarahkan/menertibkan aturan lokal yang tidak layak; dan menyediakan struktur dan mekanisme penyelesaian konflik.”

RPP Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang telah disusun bertujuan untuk meregulasi 19 bentuk instrument ekonomi dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Kesembilan belas bentuk instrument ekonomi tersebut adalah neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup, produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto, mekanisme kompensasi, imbal jasa lingkungan hidup, dana jaminan pemulihan lingkungan hidup, dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, dana amanah, pengadaan barang dan jasa lingkungan hidup, pajak lingkungan hidup, retribusi lingkungan hidup, subsidi lingkungan hidup, sistem lembaga keuangan ramah lingkungan hidup, pasar modal, sistem perdagangan, izin pembuangan limbah dan/atau emisi, pembayaran jasa lingkungan hidup, asuransi lingkungan hidup, label ramah lingkungan hidup, dan penghargaan kinerja di bidang Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), Sistem Pengembalian Dana Deposit.

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan hidup bertujuan untuk mengintegrasikan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional dan kegiatan ekonomi, memastikan tersedianya dana bagi upaya pemulihan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan mengubah pola pikir dan perilaku pemangku kepentingan untuk memperhitungkan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Langkah-langkah yang diambil dalam sinkronisasi dan penajaman substansi Rancangan Peraturan Pemerintah ini adalah melalui koordinasi internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bilateral meeting dengan sektor untuk membahas isu spesifik terkait dengan sektor, konsultasi publik dan Pertemuan Antar Kementerian.
Info lebih lanjut / penangung jawab berita :
Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Email: humaslh@gmail.com / humaskemenhut@gmail.com