Selamat Jalan Perintis Lingkungan, Pahlawan Kalpataru, Moh. Shokib Garno Suharno.

Berita duka cita dari Kudus. Telah meninggal dunia hari Selasa, 6 Juli 2021 sekitar pukul 23.30 WIB.
Salah satu penerima Penghargaan Kalpataru tahun 2016. Bapak  Mohammad Shokib Garno Sunarno, usia 57 th. Beliau adalah seorang perintis lingkungan yang telah berhasil menghijaukan gunung Muria yang sempat gundul, serta mengalami kebakaran hutan. Semoga amal ibadah almarhum diterima Allah SWT.

Terima kasih pak Shokib, jasamu tak akan kami lupakan, semoga menjadi amal jariah bapak selamanya.

Aamiin.

Negeri Hukurila dan Hutumuri, Memiliki Penetapan Hutan Adat Pertama di Indonesia Timur

Baru saja bersama-sama dengan kelompok masyarakat negeri Hukurila dan Hutumuri, selesai mengikuti Pelatihan Hutan Adat yg dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan. Keterlibatan sebagai calon pendamping yang diminta oleh BPSKL Maluku dan Papua mungkin karena pengalaman pendampingan di Pulau Seram khususnya Desa Adm Siatele-Seram Utara.

Bersama masyarakat selama hampir 2,5 tahun dalam proses implementasi program Emas biru – Emas hijau yang digagas Letjen Doni Monardo, memberikan sebuah pelajaran baru tentang bagaimana melihat masalah dan bagaimana mencari jalan keluarnya.

Salah satu masalah adalah masyarakat sering tidak paham fungsi dan penetapan kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ada pemanfaatan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan mengesampingkan peran masyarakat yang punya hak ulayat terhadap tanah mereka. Sementara di satu sisi Pemerintah Pusat sudah memberi kemudahan dengan penetapan pemanfaatan hutan.

Menghadiri diskusi dan mencoba menjadi jembatan informasi pusat, daerah dan desa, menghasilkan pembelajaran bagi masyarakat tanpa mengeluarkan biaya banyak. Kementerian LHK menetapkan kawasan hutan sosial seluas 2.800 Ha bagi Desa Adm Siatele. Kebahagian tersendiri bisa membantu kelompok mendapat bantuan untuk pengembangan hutan sosial mereka.

Sudah barang tentu proses ini tidak sekedar membalik telapak tangan. Apalagi untuk kawasan hutan adat. Karena salah satu yang dibutuhkan adalah PERDA dari daerah (yang dibuat para wakil rakyat) atau SK Bupati/walikota bagi negeri-negeri yang mengusulkan. Alhasil negeri seperti Nuane, Sabuai, Kailolo, Haruku belum bisa diproses karena belum ada PERDA atau dukungan SK Bupati.

Kota Ambon sudah ada PERDA dengan demikian, melincinkan jalan sehingga kedua negeri ini telah mengantongi SK Hutan Adat.

 

Elsina Elizabeth Lateheru (Pendamping Hutan Adat, Pegiat Lingkungan dan Kehutanan)

Ekonomi Cirkular Sampah Plastik

Sejak revolusi industri digaungkan pada pertengahan Abad ke-17, kita hidup di jagat raya bermazhab ekonomi linier (ekonomi searah). Siklus produksi, dimulai dari pengambilan sumber daya alam untuk penyediaan bahan baku pabrik, pabrik melakukan produksi barang secara massal, barang dibeli oleh konsumen dan, biasanya, dibuang setelah rusak atau sekali penggunaan. Planet bumi sudah menjadi siklus kehidupan, “ambil – buat – buang.”

Siklus ekonomi linear yang sudah berlangsung ber abad-abad lamanya. Ekonomi linear juga telah menyebabkan ekploitasi sumber daya alam secara ugal-ugalan untuk penyediaan bahan baku industri. Di sisi lain, barang produksi yang sudah tidak digunakan menjadi sampah yang mencemari laut, mengotori sungai, membusuk di selokan air dan mencemari tanah. Barang bekas menjadi sampah. Dibuang sembarang tempat. Ada yang tergeletak begitu saja di sudut-sudut halaman rumah, membusuk di sekitar pasar, memenuhi aliran sungai, menyumbat drainase kota dan menggunung di tempat-tempat pembuangan sampah dan tempat lainnya.

Tidak heran, saat ini sampah sudah menjadi masalah semua negara, termasuk Indonesia. Jika model ekonomi linier dengan siklus, produksi massal, konsumsi massal, dan buang ini, tidak segera diakhiri, dapat dipastikan dalam waktu tidak terlalu lama lagi, kita akan menuju batas kemampuan fisik bumi. Sumber daya alam terkuras habis, bumi tercemari sampah dan limbah. Keseimbangan alam akan terganggu, dan muaranya adalah bencana demi bencana. Sebab itu, pergeseran siklus kehidupan ekonomi linear, menuju ekonomi sirkular menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak.

Ekonomi Sirkular

Menurut Geissdoerfer (2017), “Ekonomi sirkular adalah sistem regeneratif. Input sumber daya, limbah, emisi, dan kebocoran energi, diminimalkan dengan memperlambat, menutup, dan mempersempit putaran energi dan material.” Hal ini dapat dicapai melalui desain, pemeliharaan, perbaikan, penggunaan kembali, produksi ulang, perbaikan ulang, dan daur ulang yang tahan lama.

Dari pengertian di atas, prinsip utama dalam konsep ekonomi sirkular adalah Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair, yang lebih dikenal dengan 5R. Prinsip 5 R dapat dilakukan melalui pengurangan pemakaian material mentah dari alam (Reduce) melalui optimalisasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse) dan penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan kembali (recovery) atau dengan melakukan perbaikan (repair).

Ekomomi sirkular ini adalah bentuk koreksi terhadap siklus ekonomi linear. Siklus produksi searah berupa, pengambilan sumber daya alam untuk produksi, penggunaan produk sekali pakai atau beberapa lama dan diakhiri pembuangan pasca pemakaian menyisakan masalah baru. Sedangkan ekonomi sirkular menitik beratkan pada, bagaimana caranya agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan lain pada setiap akhir umur pelayanannya.

Proses produksi sirkular tidak menempatkan “buang” pada akhir siklus penggunaan suatu produk, tapi menggeser setiap akhir umur pelayanan pada titik balik, ke proses regenerasi produksi untuk kegunaan selanjutnya. Siklus akhir penggunaan produk industri yang sudah tidak digunakan, menjadi awal dari regenerasi produk baru. Demikian selanjutnya.

Produk pasca penggunaan yang biasanya menjadikan sampah itu, dapat didaur-ulang atau menjadi bahan baku untuk produk baru. Sehingga permasalahan sampah dapat dikurangi. Cara ini juga berdampak pada perbaikan budaya dan ekonomi. Meredam kebiasaan boros sumber daya alam dan mengurangi atau memperlambat kerusakan lingkungan. Hidup lebih hemat dan barang yang biasanya menjadi sampah tersebut dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi banyak orang yang terlibat dalam sirkulasi ekonomi sirkular.

Muara dari siklus ekonomi sirkular ini adalah ketersediaan sumber daya alam yang terbatas dapat bertahan lebih lama. Lingkungan sekitar menjadi lebih bersih, karena sumber sampah menjadi minimal. Biaya hidup lebih hemat dan dapat memperpanjang mata rantai pendapatan rumah tangga dalam kehudupan sehari-hari. Eksploitasi alam menjadi minimal, aliran air tidak tercemar dan tersumbat. Budaya konsumtif tidak menjadi massif. Dan, semua orang yang terlibat dalam siklus produksi baru ini mendapatkan keuntungan ekonomi.

 

Ekonomi Sirkular Sampah Plastik

Salah satu malasah utama linkungan yang dihadapi oleh dunia termasuk Indonesia, adalah sampah plastik. Sampah plastik sudah pencemari tanah, sungai, maupun laut. Sifat plastik yang tidak mudah terurai, membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk dapat terurai secara alami. Proses pengolahan plastik menimbulkan zat beracun (toksit) dan berbahaya untuk kesehatan. Plastik mengandung zat yang dapat menimbulkan pertumbuhan sel kanker (karsinogenik). Dengan demikian, mengatasi sampah plastik tidak saja mengurangi pencemaran lingkungan, tapi juga bermanfaat untuk kesehatan.

Penanggulangan sampah plastik yang diyakini efektif, di samping upaya mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan produk dan aktivitas sehari-hari adalah dengan proses daur ulang sampah plastik. Di berbagai negara, daur ulang sampah plastik sudah mengarah ke circular economy. Sistem circular economy ini memungkinkan sampah plastik didaur ulang hingga menjadi produk baru. Bahkan, konsep ini diklaim dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.

Beberapa sumber menjelaskan,  Swedia merupakan salah satu negara yang sudah menerapkan circular economy melalui pengembangan pengelolaan sampah plastik. Persentase daur ulang bahan plastik di Swedia sudah mencapai 53 persen.   Selain Swedia, pengelolaan sampah plastik di Denmark juga sudah berjalan dengan baik melalui adanya pajak bagi perusahaan yang membuang limbah dan dukungan pemerintah terhadap circular economy. Dukungan tersebut berupa menciptakan pasar bagi limbah dan barang bekas serta pengembangan data di bidang terkait.

Sementara di Indonesia, pengolahan daur ulang sampah plastik masih sangat sedikit. Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tisa Mafira, menjelaskan bahwa tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia masih sangat kecil. Nilainya kurang dari 11 persen, hanya dikisaran 9-10 persen. Sedangkan sisanya, sekitar 90 persen sampah plastik belum terdaur ulang dan bertebaran dimana-mana. Sebanyak 30 persen sampah plastik kota dibuang ke drainase-drainase yang mengalir ke laut dan mencemari laut. Sisanya mengganggu aliran air, mencemari tanah dan menumpuk di daerah pemukiman warga. Padahal bila dikelola dengan baik, sampah plastik tersebut memiliki nilai ekonomi.

Di sisi lain, berdasarkan penelitian Jenna R Jambeck dari University of Georgia (2010), terdapat 275 juta ton sampah plastik di dunia. Sekitar 4.8 – 12.7 juta ton diantaranya terbuang dan mencemari laut. Jambeck memasukkan Indonesia pada peringkat kedua setelah China, sebagai negara yang paling banyak mencemari laut dengan sampah plastik. Padahal jumlah penduduk pesisir Indonesia tidak jauh beda dengan India. Pencemaran sampah plastik laut India hanya menempati posisi ke-12 di dunia. Berada jauh dari rengking pencemaran sampah plastik laut Indonesia. Ini artinya, sistem pengelolaan sampah plastik di Indonesia masing sangat buruk, jika dibandingkan dengan negara-negara pesisir lainnya.

Buruknya pengelolaan sampah plastik di Indonesia saat ini, sudah selayaknya segera dibenahi. Sebelum semuanya terlambat. Dan, salah satu cara yang paling efektif dalam menanggulangi sampah plastik tersebut adalah, melalui sistem ekonomi circular. Mengatasi permasalahan sampah plastik dapat dilakukan melalui daur ulang sampah plastik menjadi produk baru untuk digunakan kembali. Tata kelola dan infrastruktur pengumpulan sampah plastik harus dilakukan. Sampah plastik tidak boleh lagi dibuang disembarang tempat. Tapi harus dipastikan terkumpul kembali, untuk didaur ulang untuk pemanfaatan selajutnya dengan penerapan siklus circular ekonomi.

Komitmen penerapan circular economy dalam mengatasi sampah plastik di semua daerah di Indonesia menjadi solusi untuk mencegah sampah plastik masuk ke lautan dan mencari lingkungan lainnya. Siklus Circular economy ini, akan menjadikan tekat Pemerintah Indonesia mengurangi sampah plastik sebesar 70 persen pada tahun 2025, tidak menjadi isapan jempol semata. Tidak sekedar lembaran kerja yang tergeletak di atas meja kerja stakeholder. Tapi dapat diwujudkan dalam bentuk kerja nyata dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Terimakasih

 

Oleh: Dr. Juli Yusran, S.Ag., M.Si

Komisioner KPU Kabupaten Pasaman

 

Perempuan Tangguh PEKKA KalBar

Kelompok Pekka Mawar Dusun Cenderawasih Kec. Sui Kakap Kubu Raya, membuat kegiatan ketahanan pangan di tahun 2021 ini. Pada 30 Desember 2020 saya dan ibu – ibu mengawali dengan pembibitan dan pembersihan lahan seluas 1/2 hektar. Lahan tersebut kami sewa dengan pembayaran setelah panen nanti, Rp 1000 000,-per garapannya. Kami mengumpulkan iuran Rp 10.000/orang untuk membeli bibit padi varietas Bangkok.

Sudah dua  bulan ini anggota membawa beras 1 kg yang dikumpulkan pada bendahara agar dijual, uangnya kami gunakan untuk membeli racun keong yang mewabah dan untuk membeli racun rumput. Lahan kami tepat berada di tepi jalan desa,  sehingga kami harus bertanggung jawab untuk kebersihan tanggulnya agar tidak banyak tikus nantinya. Sejak tiga  minggu yang lalu kami mulai

menanam padi,  bergotong royong memupuk, bersenda gurau. Ibu-ibu berbagi peran, ada yang menyiapkan benih, memasang legowo, membersihkan lahan agar siap tanam, mencangkul dan menanam padi hingga selesai semua dikerjakan. #Perempuan berdaya keluarga sejahtera

Penulis;  Karmani anggota PEKKA

 

Air Pasang Menunda Musim Tanam Padi Di Kabupaten Kubu Raya

Curah hujan yang tinggi di sepanjang Desember 2020 hingga Januari 2021 menyebabkan sawah – sawah petani di Kecamatan Sui Kakap khususnya Dusun Cendrawasih terendam air, hingga para petani tidak bisa memulai untuk menanam padi.

Pagi ini Selasa 12 Januari 2021, harusnya aku dan mentor lain ada kelas Paradigta di Kecamatan Terentang. Namun karena air pasang besar kami meliburkan kembali kelas tersebut. Dan akhirnya aku merubah agenda untuk melihat tanaman padi yang selesai ditanam seminggu lalu. Kulihat pemandangan air terhampar luas layaknya sungai, merendam tanaman padi milik para petani. Alhamdulillah padiku tidak terlalu terdampak, namun ternyata banyak sekali keong yang mulai memakan daun padi.

Mencari /memunguti keong – keong dengan ukuran besar hingga kecil, agar tidak merusak tanamanku. “Hmmm… bersyukur hari ini tidak jadi kelas mbok Sri, jadi aku bisa melihat keadaanmu dan merawatmu”,kataku dalam hati sembari memunguti keong dan memasukan pada ember.Pematang sawah yang acap air menyebabkan keong dari parit-parit kecil masuk ke sawah, air yang selalu menggenang juga membuat populasi keong bertambah banyak. Penyemprotan juga sudah dilakukan walau tidak maksimal karena curah hujan dan volume air selalu besar.

Dipastikan musim tanam akan mundur lagi 1 bulan, karena bibit padi banyak yang sudah tua dan busuk terendam air. Tak banyak yang bisa kami lakukan, menunggu air surut dan tetap optimis, semoga ada perhatian dan kebijakan pemerintah untuk para petani di tahun 2021 ini. Khususnya pertanian di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

 

 

Karmani kader PEKKA Kubu Raya

JPDSTNKS Kembali Ingatkan Agar Pemda Kabupaten dan Provinsi Menganggarkan Program Pemberdayaan

Oleh: Dedek Hendry dan Intan Yones Astika (Kanal Komunikasi PSKL KLHK Bengkulu).

Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu kembali diingatkan agar menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Apabila tetap enggan menganggarkan, maka Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Pemda Provinsi pantas dianggap ingin melanggengkan perlakuan tidak adil terhadap perempuan desa sekitar TNKS. “Mengganggarkannya berarti Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu berlaku adil terhadap perempuan desa sekitar TNKS,” kata anggota Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS (JPDSTNKS) yang juga Sekretaris KPPL Maju Bersama, Feni Oktaviani pada Senin (30/11/20). “Jangan lagi ditunda karena sudah sejak lama perempuan desa sekitar TNKS menunggu,” tambah anggota JPSDTNKS yang juga Bendahara KPPL Sumber Jaya, Meliani.

JPDSTNKS saat ini beranggotakan 5 kelompok perempuan desa sekitar TNKS. Mereka adalah KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII dengan anggota 25 orang, KPPL Karya Mandiri Desa Tebat Tenong Luar dengan anggota 15 orang, KPPL Sumber Jaya Desa Karang Jaya dengan anggota 49 orang, KPPL Sejahtera Desa Sumber Bening dengan anggota 46 orang, dan KPPL Karya Bersama Desa Sambirejo dengan anggota 20 orang. Pada 27 November 2019, JPDSTNKS menerbitkan policy brief berjudul “Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Lalai Memenuhi Hak Perempuan Atas Lingkungan Hidup/Hutan”.

Dalam policy brief, JPDSTNKS mengingatkan Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak perempuan desa sekitar TNKS atas lingkungan hidup dan hutan, dan memprogramkan pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS. Khusus program pemberdayaan, JPDSTNKS merekomendasikan agar diprogramkan kegiatan penguatan kapasitas mengenai peluang dan tahapan bermitra dengan Balai Besar TNKS, pengembangan ekonomi produktif terkait pemanfaatan kawasan dan potensi di TNKS, penguatan kelompok perempuan, pengembangan produk dari pemanfaatan potensi di TNKS, dan penguatan manajemen usaha kelompok seperti pemasaran dan keuangan. Namun, “Belum satupun direalisasikan,” kata anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Sumber Jaya, Donsri. “Semestinya Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak-hak perempuan desa sekitar TNKS atas lingkungan hidup dan hutan, dan menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS,” kata Koordinator JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Maju Bersama, Rita Wati.

KPPL Karya Mandiri dan KPPL Maju Bersama telah menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS terkait pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di kawasan TNKS. Bila KPPL Maju Bersama mendapatkan akses pemanfaatan Kecombrang dan Pakis, sedangkan KPPL Karya Mandiri mendapatkan akses pemanfaatan Bambu dan Pulutan. Pemanfaatan HHBK tersebut, baik oleh KPPL Maju Bersama dan KPPL Karya Mandiri, untuk membangun usaha ekonomi produktif guna meningkatkan kesejahteraan perempuan dan masyarakat. “Cukup banyak potensi HHBK di kawasan TNKS yang bisa dimanfaatkan perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan,” kata anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Karya Mandiri, Eva Susanti.

Sedangkan, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera dalam proses membangun kemitraan konservasi dengan salah satu kegiatan yang diusulkan adalah penanaman antara lain Nangka dan Alpukat, dan KPPL Karya Bersama dalam proses penguatan kelompok. “Program pemberdayaan dari Pemda Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu sangat diperlukan perempuan desa sekitar TNKS,” ujar anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Sejahtera, Roisa. Mendagri Minta Gubernur dan Bupati Memastikan Anggaran Pada 18 November 2020, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 522/6267/SJ Tentang Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Perhutanan Sosial.

Dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia (kecuali DKI Jakarta), Menteri Dalam Negeri meminta agar Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan dari unsur instansi Pemerintah Pusat di daerah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Swasta, Masyarakat dan Perguruan Tinggi untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial, agar terbangun pusat-pusat ekonomi domestik dan pertumbahan desa sentra produksi hasil hutan, yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan.

Mendagri juga meminta agar Gubernur dan Bupati/Walikota memastikan ketersediaan rencana dan penganggaran daerah untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial pada tahun 2021 dan tahun berikutnya, yang bersumber dari APBD, APBN dan lain-lain pendapatan yang sah. Disamping itu, Mendagri juga menyatakan perencanaan dan penganggarannya dapat dilakukan antara lain melalui program dan kegiatan terkait urusan pemerintahan bidang kehutanan, lingkungan hidup, pekerjaan umum dan penataan ruang, pertanian, pemberdayaan masyarakat, ketenagakerajaan, perdagangan, industri, koperasi dan usaha kecil menengah, dan pariwisata.

Perencanaan dan penganggaran tersebut dijadikan bahan evaluasi RAPBD oleh Kementerian Dalam Negeri, dan Gubernur dan Bupati/Walikota diminta untuk melaporkan pelaksanaan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial secara berkala minimal setiap 6 bulan sekali. “Kiranya tidak ada alasan lagi bagi Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu enggan untuk menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS. Kalau masih tidak dianggarkan, JPDSTNKS akan berinisiatif untuk melapor ke Mendagri,” kata Sekretaris JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Karya Bersama, Susila Elawati. (**)

Mendongkrak Wisata Alam Hutan Konak Melalui Photo

Hutan Lindung Konak Register 53 merupakan salah satu hutan lindung yang terletak di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Memiliki luas 11,5 Ha namun kini yang masih bervegetasi hutan sekitar 8 Ha. Hutan Lindung ini mudah diakses karena terletak ditengah Kota Kepahiang sekitar 3 Km dari Pasar Kepahiang menuju kearah Pagar Alam dan berbatasan langsung dengan jalan lintas.

Pohon kemiri banyak tumbuh di hutan Kepahiang. Selama ini kemiri menjadi komuditi bagi masyarakat disekitar hutan sebagai mata pencaharian alternatif.

Memperhatikan tingginya minat masyarakat Kabupaten Kepahiang berwisata, maka upaya-upaya pemanfaatan dan pengelolaan Hutan Lindung Konak sebagai salah satu objek wisata alami yang menarik pelu dikembangkan. Terlebih lagi pada saat ini masyarakat sangat senang melakukan photo selfie dan mengunggahnya di media sosial.

Kegiatan ini berdampak sangat positip khususnya bagi hutan lindung konak, beberapa dampak positip tersebut adalah:
1. Tumbuhnya kesadaran dan kepedulian dikalangan karyawan-karyawati Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah terhadap hutan lindung konak. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan gotong royong rutin pembersihan sampah dan penanaman pohon yang diikuti dengan antusias. 2. Pindahnya TPS sampah yang semula berada didepan gerbang hutan Konak ke samping Puskesmas Kepahiang.
3. Hilangnya anggapan masyarakat sekitar bahwa hutan lindung Konak tidak ada yang memperhatikan.
4. Tumbuhnya wisata mandiri di hutan Konak, hal ini dapat dilihat dari beberapa akun di media sosial yang mengupload photo mereka ketika berada di hutan Konak. Hal ini menyebabkan Hutan Lindung Konak dikenal luas oleh masyarakat tidak hanya masyarakat Kabupaten Kepahiang tetapi Masyarakat Propinsi Bengkulu dan sekitarnya.
Kedepan pengelolaan wisata hutan Konak harus dikelola secara baik dan profesional. Hal ini dimaksudkan selain untuk mendatangkan devisa bagi negara juga untuk menjaga kelestarian hutan Konak. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:
1. Menyusun master plan pengelolaan hutan Konak
2. Pembangunan sarana dan prasarana wisata
3. Pengayaan jenis dengan aneka puspa terutama puspa langka seperti Raflesia Arnoldi dan Amorphophalus Titanium dan tanaman hias lainnya.
4. Mempromosikan hutan konak ke pihak luar melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.

Hutan Lindung Konak pada saat ini membutuhkan perhatian dari kita semua, karena saat ini hutan lindung Konak merupakan satu-satunya hutan alami ditengah-tengah kota di Propinsi Bengkulu. Keberadaannya sangat penting tidak hanya sebagai tempat untuk melindungi tanah dari bahaya erosi dan longsor tetapi lebih dari itu juga sebagai regulator dari udara di Kota Kepahiang agar tetap bersih. Disamping itu Propinsi Bengkulu khususnya Kabupaten Kepahiang krisis lokasi wisata alami. Bukan tidak mungkin generasi yang datang tidak pernah melihat pohon-pohon raksasa hutan tropis dan tidak pernah merasakan kesejukan udara didalam hutan. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengajak semua pihak untuk peduli akan kelestarian Hutan Lindung Konak ini.

 

Mulyadi (Penyuluh)

Ditjen PSKL Bakal Bentuk Kanal Komunikasi Bekasi Raya Gandeng Wartawan Lokal

Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bakal membentuk kanal komunikasi Bekasi Raya berkaitan dengan kehutanan sosial.
Dalam programnya, Dirjen PSKL akan menggandeng wartawan lokal yang tergabung dalam paguyuban Rukun Jurnalis Bekasi .

Kerjasama itu direncanakan mencakup pembentukan kanal atau saluran informasi tentang lingkungan di wilayah Bekasi Raya meliputi kota/kabupaten.
Kerjasama ini dianggap bisa memberikan informasi secara komprehensif mengenai permasalahan lingkungan dan perhutanan sosial.

Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Jejaring Komunikasi Dirjen PSKL Kementerian LHK, Desi Florita Syahril, menjelaskan bahwa kanal komunikasi PSKL adalah sebuah kanal yang dibentuk secara perorangan atau kelompok.
Menurutnya, kerjasama sekaligus untuk mendukung program Pemerintah Pusat yang digagas Dirjen PSKL ke tengah masyarakat di Bekasi.
“Harapannya masyarakat bisa berperan aktif mensukseskan program KLHK seperti pemberdayaan masyarakat, kemitraan lingkungan, pembuatan kanal komunikasi terpadu dan jurnalisme warga,” ungkap Desi, Rabu (21/3/2018).

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pengembangan Kanal Komunikasi Dirjen PSKL, Nurhayati menjelaskan secara teknis bagaimana cara agar masyarakat bisa membuat sebuah informasi tentang isu lingkungan.

Pihaknya siap memfasilitasi pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat Bekasi untuk mengemas persoalan lingkungan dan perhutanan menjadi sebuah informasi yang layak diketahui oleh publik, baik dalam hal keberhasilan maupun permasalahan terkait lingkungan di masyarakat.
“Kemasan informasi tersebut bisa berupa jurnalisme warga seperti videografis ataupun tulisan ilmiah dan akan kami muat di kanal resmi Kementerian LHK,” kata Nurhayati.
Pengelolaan Jejaring Komunikasi Dirjen PSKL pada Kementerian LHK resmi dibentuk pada tahun 2015. Hingga tahun 2018, Dirjen PSKL berhasil membentuk 17 kanal komunikasi daerah di seluruh Indonesia.
Adapun kanal komunikasi resmi Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat diakses di alamat situs http://kanalkomunikasi.pskl.menlhk.go.id

Ketua Rukun Jurnalis Bekasi, Kartono mengapresiasi langkah Kementerian LHK lewat Dirjen PSKL untuk membentuk kanal informasi di wilayah Bekasi.
Ia berpendapat bahwa dengan terpilihnya wilayah Bekasi sebagai salah satu daerah pembentukan kanal komunikasi Dirjen PSKL Kementerian LHK dapat menyadarkan masyarakat tentang permasalahan lingkungan yang sedang terjadi di sekitar mereka.

Apalagi, secara institusi Rukun Jurnalis Bekasi, dipercaya oleh Dirjen PSKL untuk menyusun metode pelatihan secara mendalam yang akan disosialisasikan ke tengah masyarakat dan komunitas.
“Nantinya, masyarakat yang berhasil melewati proses pelatihan untuk membuat produk jurnalistik untuk menyalurkan ide, gagasan, serta pengawasan terhadap pelaksanaan program PSKL yang akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan,” tandasnya. (kub/gob)

Perjuangkan Aspirasi Perempuan Desa Sekitar TNKS, DPRD Tunggu Komunikasi Lanjutan

DPRD Rejang Lebong akan memperjuangkan aspirasi yang disampaikan Jaringan Perempuan Desa Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) melalui dokumen “Meminta Pemda Rejang Lebong Melaksanakan Kewajiban Memberdayakan Perempuan Desa Sekitar TNKS” dalam audiensi pada Sabtu (3/3/18) siang. “Kami akan koordinasikan dengan komisi dan instansi terkait. Insya Allah, kami akan memperjuangkan aspirasi ibu-ibu,” kata Ketua DPRD Rejang Lebong M. Ali setelah menerima dokumen dan mendengar penjelasan dari perwakilan Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS.

Ketua Komisi I DPRD Rejang Lebong Untung Basuki yang mendampingi Ali saat menerima audiensi juga menyatakan hal serupa. “Kalau lah berkaitan dengan masyarakat, Insya Allah pasti akan kami dukung. Dan kami mengapresiasi apa yang dilakukan ibu-ibu, sangat luar biasa, memanfaatkan hasil hutan, tanpa merusak hutan,” kata Untung. Untuk itu, Untung meminta agar Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS menyampaikan bentuk rill kegiatan yang dibutuhkan, sehingga bisa dikoordinasikan dengan instansi terkait yang memiliki program/kegiatan yang sesuai.

“Terkait anggaran, kalau masuk ke kami, berkaitan langsung dengan masyarakat, saya rasa tidak mungkin ditolak, Insya Allah pasti diakomodir. Hanya saja, masuk dimana? Untuk itu, tolong sampaikan semacam proposal yang isinya dipilah-pilah, desa apa, keinginannya apa dan potensinya apa. Nanti, saat rapat kerja, kami tinggal sampaikan dengan komisi dan instansi terkait. Berkaitan akses TNKS, kami akan berkoordinasi dengan mitra, termasuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Pemda Provinsi, dan tidak tertutup kemungkinan kami ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Unesco,” tambah Untung.

“Terkait anggaran, kalau masuk ke kami, berkaitan langsung dengan masyarakat, saya rasa tidak mungkin ditolak, Insya Allah pasti diakomodir. Hanya saja, masuk dimana? Untuk itu, tolong sampaikan semacam proposal yang isinya dipilah-pilah, desa apa, keinginannya apa dan potensinya apa. Nanti, saat rapat kerja, kami tinggal sampaikan dengan komisi dan instansi terkait. Berkaitan akses TNKS, kami akan berkoordinasi dengan mitra, termasuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Pemda Provinsi, dan tidak tertutup kemungkinan kami ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Unesco,” tambah Untung.

TNKS Memiliki Arti Penting Bagi Perempuan

Saat diminta penjelasan terhadap aspirasi, perwakilan Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS, Susila Elawati mengatakan, TNKS memiliki arti penting bagi perempuan. TNKS merupakan penghasil oksigen, sumber air dan sumber daya alam lainnya. “Air sangat berarti bagi perempuan. Perempuan sama dengan air, air sama dengan perempuan. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, perempuan membutuhkan air. Perempuan yang bekerja di sawah dan kebun juga membutuhkan air. Perubahan TNKS bisa mengurangi air, oksigen dan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan perempuan,” kata Susila.

Perempuan, sambung Susila, memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan air dan oksigen yang bersih atau sehat, termasuk hak untuk melindungi dan memanfaatkan TNKS. Selain itu, perempuan juga memiliki hak atas informasi, hak atas pendidikan dan pelatihan atau penguatan kapasitas, hak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan TNKS, dan hak untuk memanfaatkan hutan dan hasil hutan. “Hak memanfaatkan sumber daya alam di TNKS, tanpa merusak, seperti sayur-sayuran, obat-obatan, kayu kering untuk kayu bakar dan lainnya,” kata Susila.

Perwakilan Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS lainnya, Luci Lestari menambahkan, mereka telah bersepakat untuk meminta DPRD menganggarkan program untuk perempuan desa sekitar TNKS. Seperti pelatihan pembentukan kelompok, penguatan kapasitas kelompok, pelatihan pengenalan pemanfaatan kawasan dan potensi sumberdaya alam di TNKS secara berkelanjutan, dan pelatihan ekonomi produktif yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari TNKS. “Kami minta DPRD mendukung dan menindaklanjuti aspirasi kami,” kata Luci.

Perwakilan Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS lainnya, Fery Murtingrum mengatakan, dukungan dari DPRD yang memiliki fungsi controlling dan budgeting terhadap aspirasi yang disampaikan sangat dibutuhkan. “Dampak paling buruk dari kerusakan lingkungan adalah perempuan. Kami berharap perjuangan ini mendapat dukungan dari DPRD. DPRD bisa mensupport program atau kegiatan untuk perempuan desa sekitar TNKS melalui fungsi anggaran. Baik kegiatan yang berkenaan dengan pengembangan kapasitas dan akses pemanfaatan TNKS,” kata Fery.

Rita Wati Didaulat Jadi Koordinator

Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS dibangun berdasarkan kesepakatan perwakilan perempuan desa sekitar TNKS, KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII, KPPSWD, Perkumpulan LivE, Pendamping Desa dan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Rejang Lebong yang terlibat dalam kegiatan “Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman: Perempuan dan TNKS/Hutan Warisan Dunia” di Kantor Bidang 3 Wilayah Bengkulu – Sumatera Selatan Balai Besar TNKS pada Jumat – Sabtu, 2-3 Maret 2018. Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS dibangun untuk menjadi wadah belajar dan berkegiatan bersama. Rita Wati yang juga Ketua KPPL Maju Bersama didaulat menjadi koordinatornya.

Saat berkegiatan, mereka mendiskusikan arti penting TNKS bagi kehidupan, penghidupan dan pengetahuan perempuan, dampak perubahan TNKS, hak-hak perempuan atas lingkungan hidup/hutan, dan pemberdayaan masyarakat (perempuan) desa sekitar taman nasional. Aspirasi yang disampaikan kepada DPRD Rejang Lebong merupakan rangkuman hasil kerja saat berkegiatan. Judul dokumen aspirasi dibuat dengan merujuk Pasal 49 Ayat (1) PP No. 108/2015 bahwa Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

Maju Bersama Susun Daftar Prioritas Tumbuhan di TNKS untuk Kesejahteraan Berkelanjutan

Inisiatif KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII untuk menjadi mitra konservasi sebagai bentuk kerjasama pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNKS telah ditanggapi secara positif oleh Kepala Balai Besar TNKS Arief Toengkagie. KPPL Maju Bersama telah diminta menyusun rancangan rencana kegiatan dan membahasnya dengan Balai Besar TNKS guna menjadi bahan untuk merumuskan perjanjian kerjasama.

Sebagai bahan untuk merancang rencana kegiatan, KPPL Maju Bersama menginventaris tumbuhan di zona pemanfaatan TNKS dan menyusun daftar prioritas tumbuhan yang ingin dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan perempuan secara berkelanjutan. Prioritas disusun dengan memperhatikan 5 kriteria: Ketersediaan dan distribusi; Pemanenan; Lokasi; Perkembangbiakan; dan Hubungan dengan pengelolaan hutan atau konservasi. Upaya ini dilakukan oleh 5 kelompok kerja pada Sabtu (13/1/18) sebagai tindak lanjut dari berlatih pada Selasa (9/1/18).

Hasil kerja kelompok 1 mencatat 17 jenis tumbuhan. Meliputi: Pinus, Pisang Hutan, Mahoni, Jamur, Kecombrang, Pakis, Cempokak, Bambu, Keladi, Sirih Merah, Rotan, Kemiri, Rukem, Nangka, Cempedak, Asam Kandis, Salam. Dari 17 jenis tumbuhan, hasil penjumlahan skor berdasarkan kritera, lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Cempokak, Kecombrang, Pakis, Keladi, Pisang Hutan.

Sedangkan hasil kerja kelompok 2 mencatat 17 jenis tumbuhan. Meliputi: Kemiri, Jamur, Bambu, Pisang Hutan, Pakis, Kecombrang, Cempokak, Sirih Merah, Dilem, Tepus, Kantil, Salam, Pandan Hutan, Pinus, Nangka dan Mahoni. Setelah dilakukan penjumlahan skor, lima jenis tumbuhan yang meraih skor tertinggi adalah Pakis, Kecombrang, Dilem, Tepus, Kemiri.

Selanjutnya hasil kerja kelompok 3 mencatat 14 jenis tumbuhan. Meliputi: Kecombrang, Kemiri, Pakis, Bambu, Jamur, Rotan, Dilem, Mahoni, Pinus, Salam, Pandan, Tapus dan Sirih Merah. Setelah dilakukan penjumlahan skor, hasil kerja kelompok 3 memperlihatkan lima jenis tumbuhan yang meraih skor tertinggi adalah Bambu, Pakis, Unji, Tepus dan Sirih Merah.

Lalu, hasil kerja kelompok 4 mencatat 16 jenis tumbuhan. Meliputi : Jamur, Kecombrang, Pakis, Tepus, Bambu, Rotan, Pinus, Mahoni, Pakis Besar, Pandan Hutan, Sirih Merah, Dilem, Nangka, Durian Hutan, Kemiri dan Pisang Hutan. Setelah dilakukan penghitungan skor, hasil kerja kelompok ini menunjukan lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Kemiri, Pakis, Tepus, Sirih Merah dan Kecombrang.

Sementara itu, hasil kerja kelompok 5 mencatat 13 jenis tumbuhan. Meliputi: Bambu, Kemiri, Jamur, Tepus, Pandan Hutan, Pisang Hutan, Pakis, Pinus, Mahoni, Kecombrang, Cempokak, Dilem dan Damar. Setelah dilakukan penghitungan skor, hasil kerja kelompok ini menunjukan lima jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Kemiri, Bambu, Pakis, Dilem dan Cempokak.

Secara keseluruhan, tercatat 25 jenis tumbuhan. Meliputi: Pinus, Pisang Hutan, Mahoni, Jamur, Kecombrang, Pakis, Cempokak, Bambu, Keladi, Sirih Merah, Rotan, Kemiri, Rukem, Nangka, Cempedak, Asam Kandis, Salam, Dilem, Tepus, Kembang Kantil, Salam, Pandan Hutan, Pinus, Pakis Besar, Durian Hutan dan Damar. Sedangkan jenis tumbuhan peraih skor tertinggi adalah Cempokak, Kecombrang, Pakis, Keladi, Pisang Hutan, Dilem, Tepus, Kemiri, Bambu dan Sirih Merah.

Namun, tumbuhan yang masuk kategori prioritas sebanyak 10 jenis. Yakni, Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus, Cempokak, Sirih Merah, Bambu, Dilem, Keladi dan Pisang Hutan. Setelah dilihat dari jumlah kelompok yang memilih sebagai prioritas, diketahui Kecombrang dan Pakis paling banyak disebutkan (5 kelompok), selanjutnya Kemiri dan Tepus (3 kelompok), Cempokak, Sirih Merah dan Bambu (2 kelompok), dan Dilem, Keladi dan Pisang Hutan (1 kelompok).

Dari 10 jenis tumbuhan yang masuk daftar prioritas, 5 kelompok kerja melakukan pendalaman terhadap Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus dan Cempokak. Hasilnya, diketahui pemanfaatan Kecombrang, Pakis, Kemiri, Tepus dan Cempokak secara manual/tradisional dan dapat dilakukan sepanjang tahun. Tidak ada ancaman berarti terhadap populasi dan pemanfaatan tidak berdampak negatif terhadap kelestarian TNKS.

Untuk Kecombrang, bagian yang dimanfaatkan adalah daun, batang, bunga dan buah. Daun untuk atap pondok, batang untuk obat batuk, obat luka dan penyubur rambut, bunga untuk beragam menu masakan dan minuman, dan buah untuk minuman, sirup dan manisan. Pemanfaatan dengan cara dipetik/dipotong dengan periode mingguan. Sedangkan Pakis, bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan batang muda untuk membuat beragam menu masakan. Pemanfaatan dengan cara dipetik/dipotong dengan periode mingguan.

Untuk Kemiri, bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan buah. Daun untuk bungkus tapai dan tempe, sedangkan buah untuk rempah dan bahan baku minyak rambut. Pemanfaatan dengan dipetik atau memungut buah yang jatuh dengan periode harian. Sedangkan Tepus, bagian yang dimanfaatkan adalah daun, batang dan buah. Daun untuk atap, batang untuk tali, dan buah untuk rempah dan manisan. Pemanfaatan dengan dipetik/dipotong dengan periode mingguan. Untuk Cempokak, bagian yang dimanfaatkan adalah buah untuk beragam menu masakan. Pemanfaatan dipetik dengan periode harian.

Sebelum menginventaris dan membuat daftar prioritas, 5 kelompok kerja terlebih dahulu membuat gambaran perubahan positif yang ingin dicapai pada Sabtu (13/1/18). Dari gambar dan paparan, pengurus dan anggota KPPL Maju Bersama menginginkan agar pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan wisata alam berdampak positif terhadap kesejahteraan perempuan dan masyarakat, kelestarian TNKS untuk kestabilan air, kelestarian flora dan fauna dan menghadapi perubahan iklim.