Tuntutan Masyarakat Adat Dayak Wehea

DSC_9438Jakarta, 4 Februari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima kedatangan masyarakat adat Dayak Wehea di Kantor Manggala Wanabakti pada tanggal 3 Februari 2014 yang secara resmi diterima oleh Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM, dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Himsar Sirait, SH. Masyarakat adat Dayak Wehea tinggal di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur menyatakan bahwa hutan merupakan lumbung kehidupan dimana mata pencahariannya adalah berkebun dan berladang. Masyarakat adat Dayak Wehea memiliki ketergantungan tinggi kepada lingkungan terusik kehidupannya akibat perambahan hutan dari pihak luar serta meminta agar izin usaha pertambangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan dihentikan karena akan mengganggu ekosistem di tempat mereka tinggal.

Suku Dayak Wehea adalah sub suku Dayak yang mendiami enam desa di Kutai Timur, Kalimantan Timur, diantaranya Desa Nehas Liah Bing, Long Wehea, Diaq Leway, Dea Beq, dan Bea Nehas. Masing-masing kepala adat dari 6 desa tersebut juga merupakan anggota Dewan Adat Dayak Wehea dengan Ketua Dewan adatnya saat ini dipimpin oleh Bapak Tleang Lung (Kepala Adat Dayak Wehea Desa Dea Beq) dengan Sekretaris Adat adalah Bapak Ledjie Be (tetua adat Dayak Wehea dari Desa Bea Nehas). Populasi di masyarakat adat Wehea sekitar 6000 orang. Suku Wehea menjaga hutan lindung yaitu Hutan Lindung Wehea. “Keldung Laas Wehea Long Skung Metgueen.” Deretan kata dalam bahasa Dayak Wehea itu berarti sebuah aturan: perlindungan dan pemanfaatan terbatas hutan Wehea. Ladjie Taq, kepala adat suku Wehea, bersama beberapa tokoh adat Wehea lainnya yang menetapkan aturan sejak 4 November 2004 dan secara khusus dijaga oleh Pasukan Adat Dayak Wehea atau rangers bernama Petkuq Mehuey.

Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 ha, berada di ketinggian 250 m di timur sampai 1750 m di barat, dengan tipe hutan mulai dari dataran rendah hingga hutan pegunungan. Hutan Wehea mempunyai fungsi hidrologis yang penting karena merupakan DAS untuk Sungai Wehea di Kabupaten Kutai Timur dan Sungai Long Gi di Kabupaten Berau yang terletak di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang berjarak sekitar 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea.

Suku Dayak Wehea memiliki wilayah adat yang cukup luas, diantaranya pada bagian utara yang berbatasan dengan Desa Merapun dan Merabu serta desa-desa di Kecamatan Sungai Kelay dan wilayah sepanjang pegunungan hingga ke Kung Kemul serta batas Kabupaten Malinau, Kabupaten Berau, pada bagian timur berbatasan dengan Sungai Bengalon, selatan berbatasan dengan Keham (jeram) yang terletak di bagian hulu Kampung Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, dan bagian barat berbatasan dengan pematang gunung pemisah antara Sungai Tlan (orang luar biasa menyebut Sungai Telen) dan Sungai Mara. Sejak tahun 2012, kawasan eks HPH PT. Mugi Triman diubah menjadi kawasan Reforestasi untuk Pelepas liaran Orang Utan yang dikelola bersama oleh Yayasan BOS-Foundation dan PT. Reforestasi untuk Orang Utan Indonesia (RHOI) bersama masyarakat Suku Dayak Wehea di bantaran Sungai Telen dan pola kerjasama tersebut kemudian rencananya diperbaharui pada Maret 2014.

Hutan Lindung Wehea terdapat berbagai jenis satwa liar antara lain 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi. Salah satu primata yang menggantungkan hidupnya terhadap kelestarian Hutan Wehea adalah orangutan (Pongo pygmaeus). Hutan Lindung Wehea itu sebelumnya adalah eks-hutan ekploitasi perusahaan HPH PT Gruti III. Kemudian pada 1995 digabung dengan PT Inhutani II menjadi PT Loka Dwihutani. Pada tahun 2003, hutan dievaluasi oleh Pemprov Kaltim dan dinilai kondisinya masih baik. Pada tahun 2005 melalui melalui Surat Keputusan Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 dibentuklah Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BP-HULIWA) yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat adat, lembaga pendidikan, dan LSM. Hutan lindung Wehea dikelola oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Warga Dayak Wehea melalui lembaga adat Dayak Wehea menunjukan kepedulian tinggi dalam melestarian hutan Wehea.

Kepedulian Masyarakat Adat Wehea ini kemudian mendapat penghargaan dari pemerintah dengan dianugrahkannya penghargaan Kalpataru ke Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing pada tahun 2009. Penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu semakin membuka mata masyarakat luas akan keberadaan hutan lindung Wehea yang patut dilestarikan.

Saat ini wilayah adat Dayak Wehea terancam kerusakan ekologi yang luar biasa. Alih fungsi hutan menjadi HPH, pertambangan dan perkebunan sawit secara besar-besaran, telah mengakibatkan hilangnya ruang dan kualitas hidup. Padahal masyarakat adat Wehea selama ini menjadikan sungai dan hutan sebagai sumber kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan religiositasnya. Ada tiga tuntutan yang diperjuangkan masyarakat adat Dayak Wehea yaitu (1) menuntut pengakuan atas masyarakat adat Dayak-Wehea dan hak ulayat sebagai sebuah entitas masyarakat adat di Indonesia, (2) penghentian penerbitan ijin baru untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup, (3) pencabutan semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan penghentian ijin baru pertambangan di wilayah Ulayat Masyarakat Adat Wehea Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada pertemuan ini, Irjen Kemenhut dan Deputi V KLH sepakat menyatakan “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan verifikasi data dan informasi yang ada dilanjutkan dengan verifikasi di lapangan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saat ini telah terbentuk Tim Penanganan Pengaduan Kasus-kasus LH dan Kehutanan sehingga tim ini dapat menindaklanjuti kasus ini.”

Pimpinan rombongan, Ketua Dewan Adat Wehea, Tleang Lung berkesempatan bertemu dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya pada acara “Refleksi 100 Hari KLHK” dan menyatakan apresiasinya atas usaha masyarakat adat Dayak Wehea yang selama ini telah menjaga hutan lindung Wehea dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Himsar Sirait, SH, Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, telp: (021) 72793008 humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DSC_9456Perjalanan kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam menahkodai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipaparkan pada Acara Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam acara yang digelar di Lobi Utama Gd. Manggala Wanabakti Jakarta (3/2), Siti Nurbaya menguraikan hal-hal yang telah dilakukan selama 100 hari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diantaranya: struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memudahkan perizinan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor BKPM, pemurnian birokrasi, penanganan kebakaran hutan dan lahan di provinsi rawan kebakaran, pemberantasan illegal logging dan pengrusakan hutan, moratorium izin gambut dan hutan primer, dll.

Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).

Selain Siti Nurbaya hadir juga Wimar Witoelar (Pengamat Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Chalid Muhammad (Aktifis Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Koordinator Institut Hijau Indonesia), Satya Widya Yudha (Anggota Komisi VII DPR RI), Darori (Anggota Komisi IV DPR RI), dan Parlindungan Purba (DPD RI), dan ikut memberikan sumbangan pemikiran dan saran untuk pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih baik dimasa mendatang. Acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat eselon I dan II lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta LSM dan media massa.

Audiensi Menteri LHK Dengan Para Pemenang KEHATI AWARD 2015

Jakarta, 29 Januari 2015–Hari ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc menerima kedatangan para pemenang Anugerah Kehati Award 2015 di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Para pemenang hadir didampingi Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, MS Sembiring. Anugerah Kehati Award diberikan kepada enam pemenang dari kategori Prakarsa Lestari Kehati yaitu Aziil Anwar, Pendorong Lestari Kehati yaitu Januminro, Peduli Lestari Kehati yaitu CV Arum Ayu, Cipta Lestari Kehati yaitu Achmad Subagio, Citra Lestari Kehati yaitu Agustinus Sasundu, dan Tunas Lestari Kehati yaitu KeSEMAT. Anugerah Kehati Award 2015 diselenggarakan pada Rabu 28 Januari 2015 di Jakarta. Menteri LHK didampingi oleh Deputi KLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Ir. Arief Yuwono, MA.

Kegiatan Yayasan Kehati ini memberikan kontribusi berarti bagi penyelamatan lingkungan dan melakukan upaya untuk mengurangi kerusakan alam melalui perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.Tema tahun ini adalah “Keanekaragaman Hayati untuk Kesejahteraan Bangsa” yaitu sebagai pengingat tentang peran penting keanekaragaman pada kehidupan manusia. Kekayaan yang menjadi potensi besar Indonesia tersebut menyimpan beragam sumber pangan, sumber energi alternatif, sumber obatan-obatan alami, dan jika dijaga dengan baik maka akan ikut menjaga ketersediaan air. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan kontribusi semua pihak pada keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam sambutannya menyatakan Kementerian LHK mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. “Apa yang dilakukan oleh Yayasan Kehati ini sangat membantu Pemerintah”, tegas Menteri LHK. Selain itu, Menteri LHK juga sangat menghargai usaha yayasan ini yang telah menjalankan sebagian peran Pemerintah dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Para pemenang ini merupakan harapan dan inspirasi bagi pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.Anugerah Prakarsa Lestari Kehati diberikan kepada Aziil Anwar dari Majene, Sulawesi Barat, yang merehabilitasi mangrove di desanya dan Masyarakat Adat Haruku dari Maluku yang mampu mempertahankan tradisi pengelolaan lingkungan yang sudah ada sejak lama. Anugerah Pendorong Lestari Kehatidiberikan kepada Ir. Januminro dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang membuat model pengelolaan hutan gambut berbasis hak milik dan Umbu Jacob Tanda dari Mbatakapidu, Nusa Tenggara Timur, yang mencoba menanggulangi masalah pangan di desanya. Anugerah Peduli Lestari Kehatidiberikan kepadaCV Arum Ayu dari Tangerang Selatan, Jawa Barat, yang serius mempromosikan pangan lokal melalui produk-produk makanannya. Anugerah Cipta Lestari Kehatidiberikan kepada Prof. Ir. Achmad Subagio dari Jember, Jawa Timur yang mengelola sumber pangan lokal di lahan-lahan marjinal. Anugerah Citra Lestari Kehatidiberikan kepada Agustinus Sasundu dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang memanfaatkan bambu untuk alat musik tradisional dan Nasirun dari DI Yogyakarta yang melakukan zakat bumi dari hasil-hasilnya melukis. Sedangkan Anugerah Tunas Lestari Kehatidiberikan kepada Kelompok Studi Ekosistem Manggrove Teluk Awur (KESEMAT) dari Semarang, Jawa Tengah, yang melakukan kampanye dan konservasi mangrove di Teluk Awur, Jepara.

Anugerah Kehati Award 2015diharapkan menjadi simbol bangkitnya kesadaran bangsa Indonesia, untuk bersama-sama memberikan perjuangan dan pengorbanan bagi keanekaragaman hayati.Sejak tahun 2000 hingga 2012, KEHATI Award telah dilaksanakan sebanyak 7 kalidengan 29 peraih penghargaan.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, humaslh@gmail.com/ www.menlh.go.id

KunjunganKerja Solid Waste Corporation Malaysia: Studi Banding Program Adipura

Jakarta, 28 Januari 2015. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM menerima Ketua Pegawai Eksekutif Perbadanan Pengurusan Sisa Pepejal dan Pembersihan Awam (PPSPPA) Kementerian Kesejahteraan Bandar, Perumahan dan Kerajaan Tempatan, Malaysia,Datuk AB. Rahim Bin MD. Noor yang didampingi oleh Ir. Zulkifli Bin Tamby Chik dan Encik Jazriq Bin Jaafar. Pada kesempatan ini disampaikan bahwa PPSPPA telah berganti nama menjadi Solid Waste Corporation, Malaysia. Kedatangan rombongan tersebut dimaksudkan untuk mempelajari program Kota Bersih Adipura. Turut hadir Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. R. Sudirman.

Pada sambutannya Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan,”Program Adipura merupakan program yang berbasis pelibatan masyarakat yang mampu bertahan selama 28 tahun dan terus menjadi program yg cukup prestisius dan diakui dalam mewujudkan Kota Bersih di Indonesia”.

Adipura terus melakukan inovasi dalam cakupan kriteria dan tata cara penilaian yang semakin transparan dan cukup kredibel.Sesmen KLH selanjutnya menjelaskan “Adipura sudah pada tahap pengembangan generasi keempat dengan mencakup aspek “clean, green, healthy dan sustainability”. Publikasi peringkat penerima penghargaan Adipura melalui media massa juga sudah dilakukan mulai tahun lalu.Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga transparansi”.Sesmen KLH mengharapkan kunjungan ini menjadi ajang tukar pikiran dan pengetahuan sekaligus menjaring bahan evaluasi bagi peningkatan kualitas Program Adipura di masa datang.

Datuk AB. Rahim menyatakan bahwa Malaysia tidak mempunyai program pengelolaan sampah seperti Adipura. Untuk itu Malaysia ingin belajar banyak dari Indonesia mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan program kota bersih tersebut yang selanjutnya diharapkan dapat diterapkan di Malaysia.

Setelah diterima secara resmi oleh Sesmen KLH, rombongan Solid Waste Corporation Malaysia akan mengunjungi Kota Tangerang untuk belajar mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang dalam meraih penghargaan Adipura. Hari berikutnya akan mendapatkan paparan mengenai Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta, dilanjutkan mengunjungi proses pembuatan kompos skala kelurahan di Rawasari, Jakarta Pusat dan Bank Sampah Malakasari, Jakarta Timur.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rasio Ridho Sani,Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, tlp/fax: (021) 8517182, www.menlh.go.id/ humaslh@gmail.com

Kementerian LHK Apresiasi KEHATI Award 2015

KEMENTERIAN LHK APRESIASI KEHATI AWARD 2015

Jakarta, 28 Januari 2015 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasi Penganugerahan Kehati Award 2015 yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati Indonesia di Jakarta. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Ir. Arief Yuwono, MA hadir memberikan sambutan mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Anugerah Kehati Award diberikan kepada pemenang dari kategori  “Prakarsa Lestari Kehati”, “Pendorong Lestari Kehati”, “Peduli Lestari Kehati”, “Cipta Lestari Kehati”, “Citra Lestari Kehati”, dan “Tunas Lestari Kehati”, yang telah memberikan kontribusi berarti bagi  penyelamatan lingkungan dan melakukan upaya  untuk mengurangi kerusakan alam.

Dalam sambutannya, Arief Yuwono menyampaikan, “Kami sangat mendukung upaya Yayasan Kehati Indonesia yang senantiasa memberikan apresiasi kepada  individu, kelompok dan organisasi yang berhasil melakukan berbagai upaya pelestarian dan pemanfaatan kehati secara berkelanjutan”. Pemberian penghargaan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan perhatian bagi program penghargaan sebagai salah satu instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

Buku Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia yang diterbitkan oleh LIPI (2014) mencatat bahwa kekayaan kehati Indonesia diperkirakan terdiri dari 1.500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora (seperti Kriptogam) berupa jamur, 595 jenis lumut kerak, 2.197 jenis paku-pakuan serta 30.000 – 40.000 jenis flora tumbuhan berbiji (15,5% dari total jumlah flora di dunia). Untuk Fauna Vertebrata memiliki  8.157 jenis  (mamalia, burung, herpetofauna, dan ikan) dan 1.900 jenis kupu-kupu (10% dari jenis dunia). Diantara kekayaan kehati tersebut, Indonesia memiliki berbagai jenis fauna endemik berupa 270 jenis mamalia, 386 jenis burung, 328 jenis reptil, 204 jenis amphibia, dan 280 jenis ikan. Selain itu, Indonesia tercatat memiliki berbagai jenis flora endemik antara 40–50% dari total jenis flora pada setiap pulau kecuali pulau Sumatera yang endemisitasnya diperkirakan hanya 23%.

Kekayaan kehati Indonesia tersebut, apabila dilestarikan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan berkelanjutan dapat menghasilkan nilai ekonomi yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, LIPI dalam buku Bioresources (2013) mencatat Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu manis terbesar di dunia dengan nilai ekspor kulit batang bagian dalam mencapai US$ 20 juta – US$25 juta per tahun.

Contoh lain salah satu sumber protein hewan yaitu Abalon, sejenis Gastropoda yang banyak dijumpai di perairan Indonesia bagian timur, memiliki nilai ekonomi mencapai Rp. 150.000 per kg dan dapat mencapai Rp. 250.000 untuk abalon tanpa cangkang. Sebenarnya masih banyak lagi kehati Indonesia yang memiliki nilai ekonomi, sosial, budaya dan ekologi yang penting dan banyak bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan umat manusia.

Namun demikian, terdapat banyak ancaman keberadaan kehati Indonesia seperti pemanfaatan yang belum lestari, pembalakan liar, konversi lahan, kebakaran hutan dan lahan, perusakan habitat, termasuk biopiracy atau pembajakan sumber daya hayati.

Untuk dapat memanfaatkan dan melakukan perlindungan dan pengelolaan kehati yang tepat diperlukan beberapa hal berikut, yaitu: (i) kebijakan dan strategi yang tepat; (ii) program dan kegiatan; (iii) sumber daya manusia dan kompetensi serta kelembagaannya; (iv) penegakan hukum yang konsisten; (5) kesadaran masyarakat akan nilai dan pentingnya kehati. Disamping itu, komitmen dan keteladanan Pimpinan Nasional dan Daerah menjadi kunci utama perlindungan dan pengelolaan kehati Indonesia.

Saat ini sudah banyak kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan kehati, namun kehilangan Kehati (biodiversity loss) masih terus terjadi. Sebagai contoh pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tentang Ratifikasi Protokol Nagoya. Undang-Undang ini menjadi instrumen hukum untuk mencegah terjadinya biopiracy dari SDG dan Pengetahuan Tradisional melalui persyaratan Pemberian Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) dan Kesepakatan Bersama (KB) untuk pemberian ijin akses serta pembagian keuntungan yang adil dan seimbang. Pemerintah dan masyarakat berharap undang-undang ini dapat diimplementasi secepatnya.

Selain itu, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan bekerjasama dengan Bappenas dan LIPI, menyusun Strategi dan Rencana AksiKeanekaragaman Hayati (IBSAP 2015-2020) sebagai arah kebijakan untuk pengelolaan kehati dan diintegrasikan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. RPJMN 2015-2019 menempatkan kehati sebagai modal pembangunan dan prioritas nasional dengan cara meningkatkan keekonomian kehati untuk meningkatkan daya saing nasional.

Kementerian LHK mengingatkan pentingnya kehati dalam menjaga ketahanan pangan, khususnya pangan lokal. Penanaman jenis sayur, umbi-umbian dan buah lokal perlu dijadikan gerakan nasional dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Hal ini antara lain dapat dilakukan melalui Program Taman Kehati dengan menanam jenis-jenis tanaman lokal yang asli, tidak hanya yang bersifat endemik tetapi juga memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Disamping itu, Taman Kehati memiliki fungsi edukasi, rekreasi, sumber bibit untuk budi daya dan sumber pangan lokal serta jendela informasi kekayaan ekosistem, jenis dan genetik dari habitat asli.

“Menyadari akan pentingnya kehati Indonesia dan ancaman yang menyebabkan kehilangan kehati, kami menyambut baik inisiatif Yayasan Kehati untuk melakukan upaya perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati melalui Program Kehati Award”, kata Arief Yuwono.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, humaslh@gmail.com  / www.menlh.go.id

Konsultasi Publik Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan

Konsultasi Publik Penyelesaian rancangan Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan-22012015Jakarta, 22 Januari 2015. Hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan Konsultasi Publik Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan. Acara ini dibuka oleh Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dihadiri oleh Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, Msc, Pakar Ekonomi berbasis sumber daya alam dan lingkungan; Rosa Vivien Ratnawati, SH, MSD Kepala Biro Hukum dan Humas, Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan KLH, serta para pihak yang terkait.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (4), dan Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ruang lingkup instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi: perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan hidup dan insentif dan/atau disinsentif.

Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, “materi dan muatan RPP instrumen ekonomi lingkungan hidup mempunyai sifat mengatur hal-hal yang baru; mensinkronkan antar aturan; mengkomplementer dengan aturan lain memperjelas misalnya dalam hal ini tentang pajak – retribusi dan lain-lain, mengukuhkan aturan lokal yang dianggap layak untuk dinasionalkan; mengarahkan/menertibkan aturan lokal yang tidak layak; dan menyediakan struktur dan mekanisme penyelesaian konflik.”

RPP Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang telah disusun bertujuan untuk meregulasi 19 bentuk instrument ekonomi dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Kesembilan belas bentuk instrument ekonomi tersebut adalah neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup, produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto, mekanisme kompensasi, imbal jasa lingkungan hidup, dana jaminan pemulihan lingkungan hidup, dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, dana amanah, pengadaan barang dan jasa lingkungan hidup, pajak lingkungan hidup, retribusi lingkungan hidup, subsidi lingkungan hidup, sistem lembaga keuangan ramah lingkungan hidup, pasar modal, sistem perdagangan, izin pembuangan limbah dan/atau emisi, pembayaran jasa lingkungan hidup, asuransi lingkungan hidup, label ramah lingkungan hidup, dan penghargaan kinerja di bidang Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), Sistem Pengembalian Dana Deposit.

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan hidup bertujuan untuk mengintegrasikan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional dan kegiatan ekonomi, memastikan tersedianya dana bagi upaya pemulihan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan mengubah pola pikir dan perilaku pemangku kepentingan untuk memperhitungkan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Langkah-langkah yang diambil dalam sinkronisasi dan penajaman substansi Rancangan Peraturan Pemerintah ini adalah melalui koordinasi internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bilateral meeting dengan sektor untuk membahas isu spesifik terkait dengan sektor, konsultasi publik dan Pertemuan Antar Kementerian.
Info lebih lanjut / penangung jawab berita :
Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Email: humaslh@gmail.com / humaskemenhut@gmail.com

Menteri LHK dan Kepala BNPB Koordinasi Kesiapan Penanganan Bencana Asap

Jakarta, 18 Januari 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prof,Dr. Syamsul Maarif, melakukan koordinasi dalam Rapat Kerja Eselon I sampai dengan IV jajaran BNPB pada hari Sabtu,17 Januari 2015 bertempat di Pusdiklat BNPB Cibinong. Langkah-langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam kesiapan menghadapi kebakaran hutan dan lahan terus dilakukan menjelang akhir Januari 2015. Setelah Rakor pada tingkat Provinsi Riau pada tanggal 8 Januari dan Sumatera Selatan tanggal 13 Januari, direncanakan rapat koordinasi akan dilaksanakan untuk Kalimantan Barat pada tanggal 20 Januari yang menurut rencana akan langsung dipimpin oleh Presiden disela-sela kunjungan kerja Presiden selama dua hari di Kalimantan Barat.

Menteri LHK menjelaskan bahwa beberapa jenis bencana yang terkait dengan Kementerian LHK secara umum adalah bencana ekologis yang meliputi kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, banjir, longsor, angin puting beliung, erupsi, defomasi kerak bumi atau gempa dan pencemaran sampah dan limbah. Dimaklumi bersama penyebab utama bencana yang bersumber dari bencana alam akibat cuaca, perubahan iklim dan kondisi lahan serta akibat ulah manusia. Disepakati juga tentang perlunya penguatan jaringan dan kolaborasi multipihak, penguatan kapasitas kelembagaan (Pusat dan Daerah) serta pendekatan untuk perubahan perilaku.

Menteri LHK menegaskan bahwa peran-peran yang dapat dilakukan oleh Kementerian LHK pada tiap tahapan penanganan bencana tersebut diantaranya meliputi: tahapan mitigasi berupa peran regulasi seperti PP gambut, pengaturan pola tanam heterogen dan mozaik land cover, serta langkah-langkah untuk emisi gas rumah kaca, karbon dioksida dan hidro kloro floro karbon. Dalam fase preparedness berupa pemantauan hotspot, menara api, peralatan, apel siaga, sekat bakar; sedangkan pada fase tanggap darurat berupa penanganan lapangan; dan pada fase rehabilitasi meliputi langsung kerja lapangan dan penataan sistem seperti sistem drainase gambut; serta akhirnya pada fase recovery dengan langkah-langkah regulasi dan penataan ulang kawasan, penyesuaian tanaman HTI.
Secara lebih khusus dibahas tentang kesiapan menghadapi bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Pembahasan meliputi kesiapan menghadapi potensi bencana kebakaran dengan prinsip kerja bersama, kolaboratif antara Kementerian LHK dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Hal ini sangat penting karena keunggulan lembaga BNPB yang fleksibel dalam akses dan fasilitas termasuk finansial (on call budget). Kedua pimpinan lembaga bersepakat untuk bekerja sama secara simultan dan pada tingkat teknis akan ditindak lanjuti di tataran teknis antara pejabat eselon I dan II Kementerian LHK dan BNPB. “Yang penting sudah ada kesepakatan-kesepakatan secara prinsip yang telah dicapai,“ demikian disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala BNPB Prof Syamsul Maarif secara kompak.

Info lebih lanjut / penangung jawab berita :
Dr. Siti Nurbaya, M.Sc, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (0812-1116061)
Email: humaslh@gmail.com / humaskemenhut@gmail.com

Pembentukan Tim Penanganan Pengaduan Kasus-Kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Jakarta, 16 Januari 2015–Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk Tim Penanganan Pengaduan Kasus-Kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 24/Menhut-II/2015 tanggal 15 Januari 2015. Tim ini dibentuk untuk menyelesaikan tugas mendesak dan melaksanakan penanganan pengaduan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan. Pelaksana Teknis tim ini diketuai oleh Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Himsar Sirait, SH, dan Inspektur Jenderal Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM.

Tim tersebut bertugas (1) menampung dan menganalisis kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan yang disampaikan oleh masyarakat; (2) menyiapkan langkah-langkah penanganan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan; (3) melakukan komunikasi dari stake holder terkait dengan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan; (4) menghasilkan rumusan kerja dalam bentuk output langkahnya, regulasi, operasional, rencana kerja penanganan kasus. Hasil kerja tim ini akan berupa rekomendasi yg disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk langkah-langkah kebijakan.

MenteriLingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc, menyatakan, “Pengaduan masyarakat perlu segera ditindaklanjuti dan ditangani dengan sistematis sehingga waktu penyelesaian kasus-kasus lingkungan akan semakin cepat dan pasti dengan dibentuknya tim ini.”

Tim ini juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat yg bertindak sebagai pengarah tim. Pelibatan LSM diperlukan untuk dapat lebih memastikan status pengaduan dan arah penyelesaian yg lebih berpihak pada kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Para anggota LSM yg terlibat antara lain HuMa, WALHI, AMAN, SAJOGYO INSTITUTE, ECOSOC, EPISTEMA, Green Peace Indonesia, dan PH & H Public Policy Interest Group.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rasio Ridho Sani,Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, tlp/fax: (021) 8517182, www.menlh.go.id / humaslh@gmail.com

Pertemuan Menteri LHK RI dengan Dubes Denmark

PENINGKATAN KERJASAMA LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
INDONESIA – DENMARK
Jakarta, 15 Januari 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, DR. Ir. Siti Nurbaya, MSc menerima Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Casper Klynge, di Jakarta tanggal 15 Januari 2015. Pertemuan ini dilaksanakan untuk membahas target Indonesia-Denmark dalam meningkatkan kerjasama lingkungan hidup dan kehutanan antar kedua negara baik antar pemerintah maupun pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Pemerintah Denmark dikenal dunia dengan instrumen perencanaan lingkungannya yang baik, yaitu Strategic Environmental Assessment (di Indonesia – Kajian Lingkungan Hidup Strategis – KLHS) dan Environmental Impact Assessment (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan – Amdal) serta instrumen ekonomi (denda dan pajak lingkungan). Atas dasar keahlian pemerintah Denmark tersebut, maka Indonesia dan Denmark, melalui DANIDA (Danish International Development Agency) telah bekerjasama sejak tahun 2005 melalui kegiatan Environmental Support Program (ESP).

Program ESP telah membantu KLH dalam mengembangkan instrumen KLHS dan instrumen ekonomi sehingga dapat dimasukkan dalam UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Program ini telah menghasilkan beberapa contoh KLHS yang baik yang dapat dijadikan acuan bagi pembuatan KLHS dan meningkatkan Kapasitas baik untuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsultan dan pakar lingkungan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan,”Kerjasama pemerintah Indonesia – Denmark berfokus kepada instrumen safeguard yaitu perencanaan dan evaluasi program lingkungan yang efektif, pengembangan KLHS, AMDAL dan instrumen ekonomi. Untuk tiga tahun kedepan, konsep instrumen yang telah dikembangkan sejak tahun 2015 perlu diwujudkan menjadi dalam implementasi pengelolaan lingkungan.”

Saat ini kegiatan DANIDA telah memasuki fase ke 3 (ESP 3) dengan nilai hibah sebesar 270 Juta Danish Krone (DKK). Kerjasama ini telah ditandatangani oleh Menteri BAPPENAS pada tanggal 10 Desember 2012 dan akan berlaku sampai dengan tahun 2017. Dalam ESP 3 terdapat tiga komponen yaitu :

a. Komponen 1 : kegiatan lingkungan dengan focal point KLH dengan rincian: membantu KLH dalam menyusun sistem perencanaan dan evaluasi, KLHS, Rencana Aksi penurunan Gas rumah kaca dan pilot project kegiatan lingkungan di Provinsi Jawa Tengah
b. Komponen 2 : kegiatan energi terbaharukan dan efisiensi energi dengan focal point ESDM
c. Komponen 3 : kegiatan kehutanan, membantu beberapa LSM dalam melakukan konservasi di beberapa lokasi

Selain itu, Pemerintah Denmark juga menginisiasi Global Green GrowthForum (3GF) bersama Korea Selatan, Meksiko, Cina, Qatar dan Kenya untuk mendorong kolaborasi terwujudnya pembangunan berkelanjutan ditingkat global melalui Public Private Partnership. Tujuan 3GF adalah untuk sharing best practices pembangunan berkelanjutan yang ada di dunia baik dari swasta, pemerintah dan organisasi masyarakat, sehingga setiap negara tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan berkelanjutan.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Rasio Ridho Sani,Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, tlp/fax: (021) 8517182, www.menlh.go.id/ humaslh@gmail.com

Menteri LHK Apresiasi Penerima Satya Lencana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 2014

Jakarta, 15 Januari 2015–Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc hari inibertemu dengan dr. Robby Ko King Tjoen, Sp.KK, penerima penghargaan Satya Lencana Bidang Lingkungan Hidup 2014. Dr. Robby Ko yang akrab dipanggil dr. Ko merupakan penerima penghargaan Kalpataru tahun 2001 dengan kategori Pembina untuk usahanya melestarikan kawasan Karst. Ia menyerahkan kepada Menteri LHK berupa ratusan buku koleksi pribadi terkait Karst, Kelelawar, Burung, dan Masyarakat Adat untuk melengkapi perpustakaan Kementerian LHK.

Selain profesinya sebagai dokter kulit dan kecantikan, dr. Ko melakukan pelestarian kawasan karst, pendidikan dan pelatihan lingkungan dan pelestarian karst serta banyak menulis tentang karst. Beliau mencoba menggali potensi karst yaitu cadangan air yang besar. Bersama Yayasan Buena Vista dan berbagai organisasi yang diikutinya, mendorong generasi muda untuk mengenali, mencintai dan mempelajari karst dan goa. Melalui kerjasama UNESCO dan HIKESPI yang dipimpinnya, terus memperjuangkan agar kawasan karst Gunung Sewu, Maros dan Pegunungan Tinggi di Irian Jaya, selain itu juga diakui dunia sebagai World Natural Heritage. Ketekunan dr. Ko telah membuahkan hasil, antara lain registrasi goa di seluruh Indonesia dan mencegah pembangunan pabrik semen di Gombong, Jawa Tengah.

“Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada dr. Ko yang selama 14 tahun pasca menerima penghargaan Kalpataru, beliau tetap melakukan pelestarian kawasan karst. Prestasi dr. Ko memberikan manfaat bagi semua pihak dan lingkungan yang lebih baik dan dapat diikuti oleh pencinta lingkungan lainnya”, ucap Menteri LHK.

Dalam pertemuan ini, dr. Ko berterima kasih bahwa semua pihak peduli terhadap air dan karst. Untuk itu, banyak koleksi buku-buku dr. Ko diberikan kepada Perpustakaan Kementerian LHK. Menurut dr. Ko yang juga Ketua Lembaga Karst Indonesia dan Ketua Asosiasi Quartel Indonesia, “Ilmu tentang karst bukan hanya bersifat multi disipliner tetapi sudah multi sektoral, sehingga perlu pengetahuan yang mendalam tentang hal tersebut”, jelas dr. Ko.

“Apresiasi atas ilmu yang diturunkan oleh para senior, kami saat ini sedang memikirkan adanya pusat observasi sebagai pusat pendidikan lingkungan hidup dan kehutanan bagi anak-anak”, ucap Menteri LHK.

 

Informasi lebih lanjut hubungi:

Ir. Ilyas Asaad, MP, MH, Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email: humaslh@gmail.com / www.menlh.go.id

 

 

FACT SHEET

SIARAN PERS

 

Salah satu penerima penghargaan Satyalencana tahun 2014 adalah dr. Robby Ko King Tjoen lahir di Magelang, 4 Januari1936yang beralamat jalan Babakan No. 11, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Selain penerima penghargaan Kalpataru dan penghargaan Satyalencana tahun 2014, juga menerima beberapa penghargaan sebagai berikut:

  1. Tahun 1989-American Biographical Institue: Distinguished Membership Award for Oustanding Pioneering Work in Karsto-Speleology.
  2. 2 Agustus 1999-Penghargaan Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, atas keberhasilan dalam meraih Prestasi Kepeloporan Pengembangan Eko-Karstologi/Wisata Goa.
  3. 27 Desember 2006-Piagam Penghargaan dari Gubernur Jawa Barat sebagai Pelopor Pengembangan Daya Tarik Wisata, Kategori Bidang Kepariwisataan Jawa Barat. dll

 

Beliau juga aktif melakukan kegiatan sebagai anggota :

  1. IUCN-Chyroptera Specialist Group-Species Survival Committee sejak 1989.
  2. World Consevation of Protected Areas (WCPA) sejak tahun 2001.
  3. Federation Francaise de Speleologie (FFS), British Cave Research Association (BCRA)
  4. Undergound Laboratory MOULIS (CNRS-Perancis)
  5. Ikatan Dokter Indonsia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin (PERDOSKI)
  6. Perkumpulan ahli Dermato Venereologi Indonesia (PADVI), dll

 

Kegiatan setelah menerima Kalpataru

  1. Ko mempelopori pembukaan Goa Petruk untuk kegiatan pariwisata.
  2. Melakukan berbagai pelatihan dan studi lapangan:
  3. Pertolongan kecelakaan di Goa (Kars Rescue)
  4. Penelusuran Goa sebanyak 173 Goa
  5. Memasak dan penyajian makanan asing
  6. Ternak ikan bagi warga Redisari dan Kalisari sebanyak 20 orang, dilatih di Bandung selama 10 hari
  7. Pramuka Karst
  8. Mengundang mahasiswa Unsud, UPH Yogya dan UI untuk studi banding terkait karst
  9. Pelatihan pembuatan kompor hemat energy dari bahan bakar kayu/serbuk gergaji
  10. Melakukan berbagai kegiatan untuk mengalihkan profesi masyarakat penambang kapur dengan:
  11. Beternak ikan, usaha pemancingan
  12. Pengembangan jasa pariwisata (home stay), perparkiran
  13. Pembuatan gula kelapa dan berbagai jenis makanan (11 jenis) local
  14. Mendorong perkembangan pertanian jamur di dalam goa
  15. Pengembangan pertanian organic, dengan pengolahan sampah rumah tangga
  16. Mendorong peningkatan pengetahuan siswa dan masyarakat melalui:
  17. Pemberian buku di sekolah dan perpustakaan desa
  18. Pelatihan tentang karst dan goa
  19. Identifikasi jenis flora dan fauna di lingkungan karst.
  20. Melakukan upaya terus menerus penyelamatan kawasan Karst Gombong dari upaya:
  21. Pabrik semen Gombong, terutama sejak dikeluarkannya Kepmen ESDM RI No. 3043/k/40/men/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong. Pihak pabrik Semen Gombong saat ini sudah membebaskan kawasan Karst Gombong seluas 273 Ha, karena dalam peta sudah masuk wilayah non karst. Hal ini bertentangan dengan Perda RT/RW Kab. Kebumen tahun 2012, kawasan karst yang dibebaskan tersebut masih dalam status kawasan karst. Apabila rencana usaha/kegiatan ini benar dilaksanakan diperkirakan sumber mata air di desa Banyumundal akan hilang.
  22. Penambang liar yang dilakukan oleh masyarakat local, agar ada pengawasan yang ketat dari Pemda Kab. Kebumen.
  23. Mempertahankan ketersediaan air untuk kebutuhan PDAM, dan pertanian /perikanan masyarakat secara berkelanjutan.