Petronela Merauje adalah seorang ibu rumah tangga yang lahir di Jayapura pada tanggal 21 Februari 1981. Perempuan asli Kampung Enggros, Kecamatan Abepura, Kota Jayapura ini adalah seorang tokoh perempuan yang berpengaruh dalam perlindungan Hutan Perempuan (Tonotwiyat) dan Teluk Youtefa. Ketertarikannya pada isu perempuan dan lingkungan hidup dimulai pada tahun 2010 saat terlibat dalam kegiatan aksi penanaman mangrove bersama Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG).
Perempuan yang saat ini berusia 42 tahun dan lebih akrab dipanggil dengan nama “Mama Nela” ini merasa terpanggil untuk menjaga Hutan Perempuan karena banyaknya sampah yang hanyut terbawa arus dan menurunnya luasan hutan mangrove tersebut karena pembangunan. Hutan Perempuan memiliki arti penting bagi para perempuan di Kampung Enggros. Hutan Perempuan adalah hutan mangrove yang berada di Teluk Yotefa yang menjadi tempat untuk
para perempuan “bersuara” karena secara adat perempuan di Suku Enggros tidak memiliki hak suara. Saat berada di Hutan Perempuan, para perempuan tersebut tidak memakai busana (telanjang) dan laki-laki dilarang masuk. Bagi laki-laki yang melanggar aturan ini akan dikenakan denda adat.
Bagi Mama Nela menyelamatkan keberadaan mangrove di Hutan Perempuan sama pentingnya dengan menyelamatkan peran perempuan di Kampung Enggros. Hal ini mendorong Mama Nela untuk melakukan kegiatan penanaman mangrove mencapai 20.000 bibit secara mandiri untuk menjaga kerapatan hutan mangrove agar para perempuan yang berada di dalam Hutan Mangrove yang tidak menggunakan busana tersebut tidak terlihat dari luar hutan. Selain itu juga untuk menjaga habitat kerang yang menjadi mata pencaharian utama perempuan di Kampung Enggros.
Di dalam Hutan Perempuan tersebut Mama Nela melakukan pemberdayaan perempuan dengan memberikan pelatihan kepada perempuan dalam mengelola sampah menjadi souvenir yang dijual kepada wisatawan, selain itu juga diberikan pelatihan untuk mengolah buah mangrove menjadi makanan seperti es krim, puding, nugget, dan lainnya. Kegiatan pembinaan tidak hanya dilakukan di Kampung Enggros tetapi juga dilakukan di lima kelompok binaan lainnya di luar Kampung Enggros. Mama Nela berharap melalaui upaya advokasi dan penyelamatan lingkungan yang dilakukannya, peran perempuan di Kampung Enggros dapat diakui serta tumbuhnya kesadaran pada setiap perempuan tentang rasa memiliki Hutan Perempuan sehingga terus dapat menjaga nilai adat hutan sebagai identitas budaya.
Penulis: Tim Kalpataru