PENANGANAN SAMPAH DI KOTA TANGERANG SELATAN

Jakarta, 5 Mei 2015 – Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Sampah, Ir. M. Ilham Malik, M.Sc pada hari Senin 4 Mei 2015 telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan terkait permasalahan sampah yang ada di Kota Tangerang Selatan. Hal ini dilaksanakan sebagai tindaklanjut laporan yang disampaikan oleh masyarakat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc terkait masalah sampah di Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan pengecekan yang dilakukan di lapangan diperoleh hasil sebagai berikut:

1.    Warga di RT 01 / RW 006 Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat melakukan pengelolaan sampah dengan cara membakar sampah yang dilakukan di dalam pemukiman di banyak lokasi pembakaran sehingga mengganggu kenyamanan warga dan menyebabkan polusi udara akibat asap dari pembakaran sampah.

2.    Meskipun telah dibangun transfer depo sampah atau TPS di kompleks Perumahan Permata Pamulang, namun fasilitas tersebut kurang dioptimalkan, saat ini masih memanfaatkan lahan dibelakang lokasi TPS tersebut untuk membuang sampah yang berfungsi sebagai TPA. Yang lebih memprihatinkan bahwa lokasi TPA tersebut berada tepat di pinggir sungai sehingga sampah-sampah tersebut sebagian terbuang ke dalam sungai yang mencemari dan akan menyebabkan terjadinya banjir. Beberapa diantara sampah tersebut juga dibakar dan dipilah oleh pemulung. Lokasi pemukiman tersebut adalah di dekat Perumahan Puri Serpong.

3.    TPA yang melayani Kota Tangerang Selatan beroperasi tidak sebagaimana ketentuan yang berlaku dan fasilitas di TPA hanya mampu melayani area pelayanan sebesar 30%.

Hasil pengecekan lapangan ini memberikan gambaran umum tipikal kondisi pengelolaan sampah pada kota-kota yang mempunyai keterbatasan lahan dengan jumlah penduduk yang besar. Keterbatasan lahan akan memberikan dampak ketersediaan lahan untuk TPA dan jumlah penduduk yang banyak akan menghasilkan timbulan sampah yang besar sehingga menyulitkan dalam kapasitas pelayanan oleh pemerintah daerah atau kelompok masyarakat.

Sebagai strategi dan kebijakan pengelolaan sampah, sudah saatnya dilakukan kaji ulang pengelolaan sampah dengan memperhatikan standar teknis, mulai dari penanganan timbulan dari sumber, lokasi Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS), pengangkutan sampah yang memperhatikan keselamatan dan gangguan bau, serta di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA).

Masyarakat sudah harus mulai memilah sampah sesuai dengan kriterianya, yaitu: (1) sampah yang mengandung limbah berbahaya, (2) sampah yang mudah terurai, (3) sampah yang dapat digunakan kembali, (4) sampah yang dapat di daur ulang, dan (5) sampah lainnya. Kemudian pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas berupa TPS atau TPST 3R sebagai sarana pengumpulan sampah yang telah dipilah oleh masyarakat.

Beberapa alternatif jalan keluar dalam pengelolaan sampah rumah tangga yaitu pertama dengan membiasakan masyarakat memilah sampah. Kedua hasil pemilahan untuk sampah kering dan bernilai ekonomi dapat dikelola melalui Bank Sampah skala kota. Ketiga sampah yang mudah terurai atau organik diolah menjadi kompos, kompos ini dapat dimanfaatkan oleh kota itu sendiri. Keempat residu akan ditransformasikan dari TPS ke TPA dan akan diproses dengan menggunakan teknologi untuk mendapatkan energi listrik, sehingga yang akan dilakukan dalam proses landfill di TPA hanya berupa abu saja. Dengan demikian akan memperpanjang masa pakai TPA yang disediakan. Pada saat ini pemrosesan di TPA masih dilakukan secara konvensional, bahkan sampah plastik ikut terkubur yang secara umum hancurnya bertahun- tahun bahkan puluhan tahun sehingga mempercepat penuhnya TPA.

Kota-kota yang lahannya terbatas dan penduduk yang padat harus melakukan upaya maksimal dalam pengelolaan sampah. Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah, Ir. M. Ilham Malik, M.Sc mengatakan “Tidak boleh lagi pengelolaan sampah di TPA dilakukan secara konvensional, karena lahan yang semakin terbatas. Akan tetapi diperlukan upaya lain dengan kegiatan yang berbasis masyarakat seperti Bank Sampah dengan Prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), serta tidak kalah pentingnya mulai memikirkan upaya lain dengan menggunakan incinerator ramah lingkungan yang dapat mengurangi volume sampah hingga 90% serta dapat menghasilkan energi listrik”.

Sebagai tindak lanjut dari permasalahan sampah yang ada di Kota Tangerang Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk membantu mengatasi masalah tersebut sebagai bagian dari tugas dan fungsi, serta amanah dari peraturan perundang-undangan. Disamping itu harus dicari aplikasi dan solusi teknologi atau alternatif lainnya seperti memperbanyak Bank Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan pembangunan incenerator ramah lingkungan dalam rangka waste to energy.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Ir. Muhammad Ilham Malik, MSc, Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah, telp/fax: 021-85905637, email:humaslh@gmail.com

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA MENGUBAH PARADIGMA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

SURABAYA, 13 Mei 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan evaluasi pelaksanaan Program Adipura di beberapa kota pada tanggal 11-14 Mei 2015. Kegiatan evaluasi sekaligus verifikasi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Program Adipura. Staf Khusus Menteri LHK, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLHK, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah KLH, Staf Kementerian LHK, dan Media Massa, hari ini mengunjungi Kota Malang dan Kota Surabaya untuk melakukan evaluasi terhadap kota-kota yang mendapatkan Adipura Kencana tahun lalu tersebut.
Penghargaan Adipura Kencana diberikan kepada kota-kota yang yang melampaui batas pencapaian dari segi pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan tanah, perubahan iklim, sosial, ekonomi serta keanekaragaman hayati.
Didampingi Walikota Malang, kunjungan dimulai dari Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) Sampah di Stasiun Peralihan Antara Velodrome yang merupakan bagian dari 73 TPS di seluruh Kota Malang. TPS ini langsung memilah sampah organik menjadi kompos dan plastik yg dapat didaur ulang. Pemilahan dan pengkompresan sampah plastik menghemat transportasi ke TPA karena sampah dapat dikompres dari 4 truk menjadi 1 truk. Kunjungan berikutnya adalah Bank Sampah Malang yang beromset 300 juta dan TPA Supit Urang yang menghasilkan gas metana yang digunakan oleh 500 KK dalam radius 2,5 km sekitar TPA.
Selanjutnya, kegiatan evaluasi pelaksanaan Program Adipura ini juga mengunjungi Kota Surabaya. Persinggahan pertama adalah Dusun Jambangan yang merupakan bentuk partisipasi aktif dan inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah terpadu sudah menjadi gaya hidup warga dusun Jambangan.
Ilham Malik, Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLHK, menyatakan,”Perlu waktu dan upaya yang tidak sedikit untuk mengenalkan budaya mengelola sampah tersebut. Komitmen kepala daerah untuk memfasilitasi masyarakat termasuk memberikan solusi juga menjadi hal yang penting. Disamping terus membangkitkan masyarakat dengan penghargaan dan apresiasi, fasilitas, contoh dalam kehidupan sehari-hari dan jalan keluar untuk hasil produksi yang sudah dihasilkan oleh masyarakat sebagai hasil upayanya dalam mengelola sampah”.
Tim juga diterima oleh Walikota Surabaya di Balai Kota. Dalam diskusi dikemukakan tekad Walikota Surabaya untuk terus menjaga kelanjutan pengelolaan sampah melalui edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk kepada anak-anak. Upaya untuk mengurangi sampah dari sumbernya terus dilakukan antara lain dengan ‘menyelesaikan’ sampah di sumbernya. Sampah jalanan yang disapu misalnya akan langsung diselesaikan dengan komposter yg dipasang di sekitar jalan dan taman, sehingga tidak ada lagi sampah yag harus diangkut ke TPA, dengan upaya ini Pemkot telah menghemat biaya pengangkutan sampah. Jumlah timbulan sampah juga menurun jauh walaupun jumlah penduduk Surabaya meningkat.
Sementara itu, sehari sebelumnya kegiatan evaluasi dilaksanakan di Kota Madiun yang baru pertama kalinya mendapat penghargaan Piala Adipura Kencana Tahun 2014 dan Kota Blitar sebagai peraih penghargaan Adipura untuk kategori kota sedang.
Penghargaan Piala Adipura Kencana diperoleh Pemerintah Kota Madiun setelah tujuh kali mendapat piala Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup. Kota Madiun dengan luas wilayah 33,25 km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 210.299 orang, menghasilkan sampah sebanyak 300 m3 atau 100 ton per hari sampah. Untuk mengelola sampah tersebut Kota Madiun mempunyai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Winongo.
TPA Winongo dengan luasan 6,4 ha dan masih tersisa 1,6 ha yang bisa dimanfaatkan. Pengelolaan TPA ini menjadi andalan bagi kota ini untuk meraih Penghargaan Adipura. Inovasi dalam pengelolaan sampah telah dilahirkan dari TPA ini, diantaranya adalah memanfaatkan sampak plastik menjadi bahan bakar minyak, yang merupakan kerjasama dengan SMK 3 Madiun.
Disamping itu TPA Winongo juga menghasilkan gas metana yang ditangkap dari sampah yang terkumpul. Pemanfaatan gas metana ini diantaranya untuk memproses sampah plastik menjadi bahan bakar dan juga dibagi gratis ke 150 kepala keluarga di dusun Gembel dan Walet, Kota Madiun yang berada dekat dengan lokasi TPA Winongo. Pemanfaatan gas metana sebagai bahan bakar untuk skala rumah tangga ini telah berlangsung selama dua tahun dan selama itu tidak ada kendala dalam pengoperasian dan pemanfaatannya.
Selanjutnya, kegiatan evaluasi peaksanaan Program Adipura ini juga mengunjungi Kota Blitar yang menghasilkan 45 ton sampah per hari. Blitar dengan luas wilayah 32 km2, mempunyai penduduk sebanyak 140 ribu orang.
Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Blitar sudah cukup baik terlebih dengan menerapkan kebijakan TPA tanpa pemulung. Hal ini dapat terlaksana dengan adanya sistem pemilahan sampah yg dihasilkan masyarakat dilakukan di Tempat Pemrosesan Sampah Sementara (TPS), yang terbagi di 23 TPS di seluruh wilayah Kota Blitar. Cara ini juga dapat mengurangi sampah plastik yang masuk ke TPA.
TPA Kota Blitar merupakan TPA dengan sistem Sanitary Landfill, dimana setiap hari hamparan sampah yang masuk ke TPA akan ditutup dengan lapisan tanah. Tempat penimbunan sampah yang tersedia seluas 0,5 ha dan akan ditambah 1 ha lagi di tahun 2015 ini supaya dapat menerapkan sistem zonasi yang dapat meningkatkan pengelolaan sampah yang baik di TPA. Gas metana juga dihasilkan dari TPA ini dan sementara ini telah dialirkan ke 13 rumah dalam radius 800 meter dari daerah tangkapan.
Kota Blitar juga mempunyai hutan kota yang sekaligus sebagai taman edukasi dengan nama Taman Kebon Rojo. Terdapat koleksi beberapa flora dan fauna langka yang digunakan sebagai sarana edukasi tentang lingkungan hidup bagi masyarakat.
Upaya kota-kota peraih Adipura dalam pengelolaan sampah ini akan menjadi sebuah solusi bagi permasalahan sampah di berbagai kota di Indonesia. Upaya ini perlu untuk direplikasi dan dikembangkan terus, terutama model pengelolaan yang berbasis masyarakat dan pengurangan sampah dari sumbernya.
Informasi lebih lanjut:
Ir. Muhammad Ilham Malik, MSc (Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLH), Tlp/Fax: 021-85905637, Email: humaslh@gmail.com

DISKUSI FORUM SENATOR UNTUK RAKYAT DALAM RANGKA HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 2015

Foto KLHK- Dialog MENLHK dengan DPD RI 2015- 31052015Jakarta, 31 Mei 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc pada hari ini Minggu, 31 Mei 2015 menjadi narasumber dalam Diskusi yang diselenggarakan bersama Sekjen DPD-RI di Forum Senator untuk Rakyat (FsuR) sebagai rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) SeDunia 2015. Hadir menjadi narasumber lain, Ketua Komite II DPD-RI  Parlindungan Purba, SH.,MH,  Ketua kelompok Huma, Chalid Muhammad, Pengurus WALHI, Pius Ginting serta aktivis Adhie M. Massardi.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh setiap tanggal 5 Juni, bertujuan untuk  menegaskan komitmen, aksi dan gerakan perlindungan lingkungan hidup bangsa-bangsa di dunia. Badan Lingkungan Hidup Dunia atau United Nations Environment Programme (UNEP) menetapkan tema tahun 2015 “Seven Billion Dreams, One Planet, Consume With Care”.  Indonesia selalu berperan aktif dalam menegaskan kembali komitmennya dalam perlindungan pengelolaan lingkungan hidupnya. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan tema “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi”.

Peringatan Puncak HLH akan diselenggarakan bersama Presiden RI di Istana Negara pada tanggal 5 Juni 2015 dengan kegiatan antara lain memberikan apresiasi kepada berbagai pihak yang memberikan kontribusi besar atas upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Penghargaannya yaitu Penghargaan Kalpataru bagi individu dan kelompok masyarakat, Penghargaan Adiwiyata bagi sekolah berwawasan lingkungan serta Penghargaan Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) terbaik bagi Pemerintah Daerah.  Selain itu, hari ini dilakukan kampanye peduli lingkungan di wilayah Car Free Day (CFD) Jakarta dengan membagikan pohon yang ditukarkan dengan sampah ekonomis seperti botol plastik dll bekerja sama dengan Bank Sampah binaan KLHK. Hari Minggu, 7 Juni 2015, KLHK mengadakan “Bersepeda untuk Bumi” bersama Bike2Work untuk mengkampanyekan gaya hidup sehat dan ramah lingkungan.

Dalam forum ini Menteri LHK menyatakan “ Terdapat 3 peran strategis KLHK yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup, menjaga jumlah dan fungsi hutan dan menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan SDA untuk kelangsungan kehidupan. Untuk itu secara garis besar terdapat kelompok Green Issue dan Brown Issue dimana Brown Isue membahas pengelolaan sampah, B3 dan limbah B3, amdal/ukl-upl/KLHS, pengendalian pencemaran dan Ijin lingkungan sedangkan Green Issue membahas Penatagunaan Kawasan Hutan, Usahan Hutan, Pembenihan, Tanaman Hutan, Pemulian Pohon. Diantara kedua isue ini ada Penegakan Hukum, konservasi, kehati, ekonomi lingkungan, pengendalian DAS, perubahan iklim, pengendalian kebakaran hutan dan pemberdayaan masyarakat”  Unsur yang terpenting adalah menjaga  sumber kekayaan alam kita yang merupakan salah satu unsur penting dalam membangun dan menjaga ketahanan nasional kita sebagai kedaulatan negara. Untuk itu sesuai semangat nawacita maka dilakuan strategi KLHK untuk mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

Isue lingkungan hidup sampai dengan saat ini masih menjadi issue yang teknis dan ilmiah, belum menjadi issue politik. Politik yang merupakan praktek pengelolaan negara dan sistem pemerintahan, belum memasukkan issue lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai isu kuat yang mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Dalam perkembangannya, isu lingkungan hidup dan sumber daya alam adalah setara dengan isu pertumbuhan ekonomi dan hak asasi manusia.  Terlebih lagi UUD tahun 1945 memasukkan mandat pembangunan berwawasan lingkungan dalam pasal 33ayat (4) dan Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam pasal 28 H ayat (1). Isu lingkungan sering dianggap hanyalah masalah pencemaran dan kerusakan, padahal persoalannya adalah evolutif.
Untuk itu, perlu Pandangan politik pengambilan keputusan pembangunan nasional dalam peran yang lebih besar dalam kebijakan kekuasaan negara atas lingkungan hidup dan SDA.  Terlebih lagi konsep penguasaan negara atas SDA secara filosofis berangkat dari konstruksi Pancasila yang memberikan kekuasaan kepada negara untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan negara tersebut kemudian memberikan bentuk pengaturan konsep penguasaan negara atas sumber daya alam kedalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 demi mewujudkan tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Rosa Vivien Ratnawati, SH., MSD, Kepala Biro Hukum dan Humas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Telp/Fax. 021 – 8517182, email: humaslh@gmail.com, www.menlh.go.id

KUNJUNGAN LAPANGAN KE LOKASI PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI TIMBAL (Pb) AKIBAT DAUR ULANG AKI BEKAS TANPA IZIN DI DESA CINANGKA, BOGOR

Bogor, 5 Mei 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan kunjungan lapangan ke lokasi Pemulihan Lahan Terkontaminasi Timbal (Pb) Akibat Daur Ulang Aki Bekas Tanpa Izin di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kunjungan lapangan kali ini dilakukan oleh Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Sampah KLHK. Ikut serta dalam kegiatan ini, Asdep Pengelolaan Limbah B3 dan Pemulihan Kontaminasi Limbah B3, BLH Kabupaten Bogor dan KPBB.
Kunjungan lapangan kali ini untuk memantau kondisi lapangan tempat upaya pemulihan lingkungan yang dikenal dengan Proyek Cinangka Clean Up : Enkapsulasi In Situ, Isolasi Limbah Berbahaya dan Beracun untuk Melindungi Masyarakat Cinangka. Kementerian Lingkungan Hidup dan tim pakar, Pemerintah Kabupaten Bogor, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Blacksmith Institute dan tim penasehat teknis dari kantor pusat New York, serta Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, melakukan enkapsulasi in situ sebagai upaya pemulihan lahan terkontaminasi dengan membersihkan lapangan sepak bola dan titik-titik dengan konsentrasi Pb tinggi di sekolah dan sekitarnya (> 400 ppm).

Limbah B3 (lead slag dan sludge peleburan aki bekas serta residunya) sebanyak 2.850 m3 yang berasal dari 5 (lima) lokasi seluas 6.500 m2 dan tersebar di area sekitar 4 Ha. Tanah terkontaminasi limbah B3 tersebut kemudian disimpan dan diisolasi dengan lapisan ganda berupa tanah lempung 0,5 m dan geo-membran HDPE 1,5 mm pada wadah berupa lubang raksasa dengan formasi trapesium terpancung posisi terbalik (alas bawah ukuran 25 x 25 m, bagian atas ukuran 41,4 x 41,4 m dan tinggi 4 m) yang ditanam pada kedalaman 6 m; sesuai dengan standar pelapisan Kementerian Lingkungan Hidup dan United States Environmental Protection Agency (USEPA) serta desain yang telah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kabupaten Bogor. Konstruksi enkapsulasi di Cinangka dilakukan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

Sepanjang pelaksanaan konstruksi, tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor beberapa kali melakukan verifikasi di lapangan bila konstruksi enkapsulasi sudah dilakukan sesuai dengan desain dan tahapan yang telah disetujui pada cakupan kerja. Verifikasi terakhir dilakukan pada tanggal 2 April 2014 dengan mengambil sampel tanah dari lokasi-lokasi yang harus dipulihkan dan hasil analisa di laboratorium independen menunjukkan bahwa konsentrasi Pb lahan terkontaminasi yang sudah dipulihkan berada di bawah batas rekomendasi WHO (400 ppm) dan Kementerian Lingkungan Hidup menerbitkan Surat Keterangan Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SKPLT) No. B- 6311/Dep.IV/LH/PDAL/06/2014 tertanggal 4 Juni 2014. Untuk pelaksanaan SKPLT, pemantauan akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor pada sumur pantau, sumur referensi dan air permukaan.

Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Sampah KLHK, Ilham Malik, menyatakan,”Kegiatan enkapsulasi di Desa Cinangka merupakan kegiatan pemulihan yang pertama dilakukan di lahan terkontaminasi yang tidak jelas siapa penanggung-jawab atau pencemarnya (abandoned land). Berbeda dengan lahan terkontaminasi yang jelas penanggung-jawab atau pencemarnya, maka perusahan tersebut harus bertanggungjawab terhadap pemulihan lahan yang terkontaminasi, maka upaya pemulihan di Desa Cinangka dilakukan bersama-sama oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Kabupaten Bogor, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Masyarakat di Desa Cinangka pun terlibat aktif dalam setiap kegiatan pengumpulan buki-bukti ilmiah, sosialisasi hasil kajian dan langkah-langkah sederhana pengurangan resiko keracunan timbal (Pb), serta memberikan dorongan kepada Pemerintah untuk segera mengambil langkah penanganan dan tekanan kepada pelebur yang ditengarai mulai aktif kembali pada tahun 2013”.

Masih tersisa 90% dari estimasi total lahan terkontaminasi limbah B3 di Desa Cinangka yang harus dipulihkan, termasuk yang berada di halaman rumah para warga. Pemulihan dapat dilakukan dalam skala masif seperti enkapsulasi in situ dan/atau skala kecil seperti yang dilakukan Blacksmith Instistute di Vietnam. Di lain sisi, kegiatan daur ulang aki bekas tanpa izin harus terus dipantau karena kondisi di lapangan mengindikasikan pelarangan atau pengawasan di satu titik akan membuat pelaku memindahkan operasinya ke titik-titik lainnya. Selain itu, upaya Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor perlu didukung untuk koordinasi dengan dinas terkait dalam hal potensi alih profesi, antara lain konveksi dan pembuatan roti.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengambil langkah untuk melanjutkan upaya pemulihan lahan terkontaminasi timbel (Pb) akibat daur ulang aki bekas tanpa izin di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ini. Tahun ini akan ada kegiatan Enkapsulasi In Situ, Isolasi Limbah Berbahaya dan Beracun seperti yang sudah dilakukan untuk sisa lahan yang belum tergarap. Hal ini dilakukan sebagai bentuk negara hadir untuk lebih menjamin masyarakat mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Selain upaya pemulihan, juga secara rurin akan dilakukan pengawasan terhadap kegiatan peleburan aki bekas seperti yang telah terjadi di desa cinangka yang menyebabkan terjadinya lahan terkontaminasi limbah B3. Kegiatan pengawasan ini akan dikordinasikan dgn pemda Bogor mengingat masih ada pelaku peleburan aki bekas yg sebelumnya beroperasi di Cinangka  telah berpindah kegiatan ke lokasi lain yg masih dalam wilayah Kabupaten Bogor.

Informasi lebih lanjut:
Ir. Muhammad Ilham Malik, MSc (Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah KLH), Tlp/Fax: 021-85905637, Email: humaslh@gmail.com

Di Hari Tanpa Tembakau Bike To Work Sosialisasi dan Bagi-Bagi Pohon Sambut Bersepeda Untuk Bumi

Sosialisasi Bersepeda untuk Bumi
Sosialisasi Bersepeda untuk Bumi

Jalan Sudirman Jakarta, Minggu – 31 Mei 2015 – Bike To Work Indonesia bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertepatan dengan kegiatan Car Free Day di Jalan Sudirman – Jakarta, mengadakan acara sosialisasi di panggung yang disediakan oleh Dishub Perhubungan DKI. Acara sosialisasi tersebut berupa pemunggutan botol plastik yang ditukarkan dengan bibit pohon yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sampah tersebut kemudian dikumpulkan langsung oleh Bank Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk didaur-ulang untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.

Acara dimulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB pagi dan dihadiri oleh masyarakat yang menggumpulkan sampah demi mendapatkan bibit pohon,  warga komunitas Sepeda yang langsung mendaftarkan diri untuk kegiatan “Fun Bike” pada tanggal 7 Juni 2015 dan juga dihadiri oleh Pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyaksikan langsung acara sosialisasi dan pembagian pohon dalam rangka acara pada tanggal 7 Juni 2015 yang bertemakan “Besepeda untuk bumi”.

Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan Hari Lingkungan Hidup sedunia pada tahun 2015. PBB lewat lembaga Lingkungannya yaitu UNEP, mengeluarkan tema untuk tahun ini; “seven million dreams, one planet, consume with care” yang di Indonesia-kan menjadi “mimpi dan aksi bersama untuk keberlanjutan kehidupan di bumi”. Mari melakukan aksi bersama untuk bumi.

Info kegiatan “Besepeda untuk Bumi” dapat menghubungi langsung komunitas Bike To Work. Telepon : 021 -912 66 555

MENUJU PELAKSANAAN THE 16th WORLD LAKE CONFERENCE (WLC 16) DI INDONESIA

Di tingkat global, pengelolaan danau telah menjadi komitmen berbagai negara dalam upaya menyelamatkan keberlanjutan fungsi ekosistem danau yang kondisinya dinilai semakin memprihatinkan. Terkait dengan hal tersebut, World Lake Conference (WLC) merupakan salah satu forum internasional guna berbagi dan bertukar pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan danau. WLC diinisiasi oleh International Lake Environment Committee Foundation (ILEC) yang berkedudukan di Jepang. WLC Pertama dilaksanakan di Shiga, Jepang pada tahun 1984. Hingga saat ini WLC telah dilaksanakan 15 kali di beberapa negara antara lain Jepang, China, Argentina, Hungaria, Denmark, Kenya, India, Amerika Serikat dan Italia, dengan periode sekitar 2 tahun sekali.

Pada pelaksanaan WLC 15 di Perugia, tahun 2014, Indonesia terlibat, baik dalam scientific discussion maupun policy dialogue. WLC 15 menghasilkan rekomendasi yang dituangkan dalam “Deklarasi Perugia”.

Kutipan Deklarasi Perugia

  1. Pengelolaan danau berkelanjutan merupakan bagian dari peran seluruh stakeholders, baik pemerintah maupun masyarakat;
  2. Sosialisasi dan pendidikan merupakan bagian penting dari pengelolaan danau berkelanjutan, khususnya untuk mengangkat pentingnya keseimbangan antara pelestarian ekosistem danau dan pembangunan kehidupan manusia;
  3. Pengelolaan danau merupakan bagian penting dari pengelolaan sistem perairan guna mencapai keberlanjutan jasa ekosistem, sebagaimana pesan “Rio+20” dan “Goal 6.6” mengenai perlindungan dan pemulihan ekosistem perairan;
  4. Danau merupakan barometer penting perubahan iklim; dan
  5. Pola pengelolaan danau “ILBM” (Integrated Lake Basin Management), diangkat sebagai salah satu pola pengelolaan sistem perairan yang komprehensif.

Dalam acara WLC 15, Menteri Lingkungan Hidup menyampaikan pengalaman Indonesia dalam pengelolaan danau dan inisiasi pembentukan Indonesia Lake Center sebagai center of excellence serta pusat lessons learned mengenai pengelolaan ekosistem danau. Selain itu, disampaikan pula beberapa inisiasi terkait pengelolaan danau di tingkat global.

Pada acara WLC15, Indonesia telah ditetapkan menjadi tuan rumah World Lake Conference ke-16 (WLC16). Penetapan ini didasarkan atas apresiasi internasional terhadap upaya penyelamatan ekosistem danau di Indonesia. Untuk itu, KLHK mengundang semua pihak terkait pengelolaan danau dari seluruh negara, baik pemerintah maupun masyarakat, perguruan tinggi, LSM dan berbagai kelompok lainnya, untuk berpartisipasi dalam World Lake Conference ke 16 (WLC 16) yang direncanakan akan dilaksanakan di Bali, Indonesia pada tahun 2016.

Dalam penyelenggaraan WLC16, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan International Lake Environment Committee Foundation (ILEC). Selain itu, untuk kepanitiaan lokal, dilakukan pula kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Universitas Udayana.

Diharapkan WLC16 dapat memberikan manfaat bagi pengelolaan danau di Indonesia, melalui pembahasan solusi penyelamatan ekosistem danau serta menjadi momentum peningkatan komitmen berbagai pihak dalam upaya penyelamatan ekosistem danau di Indonesia, dan di tingkat internasional, melalui transfer pengetahuan dan pengalaman antar peserta konferensi serta peningkatan kerjasama global.

Informasi lengkap mengenai WLC16, akan disajikan pada website WLC16 yaitu www.wlc16bali.com, yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Juni 2015.

Sumber:

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan iklim KLH

 

GERAKAN PENYELAMATAN EKOSISTEM DANAU (GERMADAN)

Danau di Indonesia adalah komponen alam yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat. Multifungsi danau menjadi bagian dari keseharian kehidupan, mulai dari kebutuhan dasar, mata pencaharian, sampai pusat tumbuh budaya dan kearifan. Namun, kondisi lingkungan beberapa danau saat ini mengalami penurunan.

Berbasis kesadaran akan pentingnya keterpaduan pengelolaan danau di Indonesia, telah dicapai Kesepakatan 9 Menteri untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan dan Penentuan Danau Prioritas Nasional Tahap I pada saat Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar, Bali. Kesepakatan ini menjadi momentum untuk merevitalisasi pengelolaan danau di Indonesia, dengan prinsip pengelolaan yaitu keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup, serta salah satu kunci keberhasilan yaitu sinkronisasi dan sinergi gerakan para pemangku kepentingan.

Selanjutnya pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2011 di Semarang, Jawa Tengah, diluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) berupa dokumen rencana aksi penyelamatan ekosistem Danau Rawapening, sebagai model rencana aksi penyelamatan danau untuk kemudian direplikasikan terhadap danau-danau prioritas lainnya. Upaya penyelamatan danau di Indonesia dikuatkan oleh terbentuknya Panitia Kerja (Panja) Danau Komisi VII DPR RI Periode 2012-2014, serta tersusunnya Grand Design Penyelamatan Danau Indonesia pada Tahun 2011. Hingga saat ini telah tersusun Germadan (Rencana Aksi Penyelamatan) 15 danau prioritas nasional.

Memasuki periode pembangunan lima-tahun 2015-2019, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-209 yang dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu dari sembilan Agenda Pembangunan Nasional adalah Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; dan dua dari tujuh Sub Agenda Prioritas tersebut adalah Ketahanan Air dan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem melalui Pengelolaan Terpadu di 15 Danau Prioritas Nasional, dengan mengimplementasikan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau. Untuk itu, perlu dilakukan kembali penguatan komitmen pihak-pihak terkait baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga diharapkan rencana aksi penyelamatan danau dapat diimplementasikan dengan baik pada periode 21015-2019, dan memberikan outcome baik berupa pemulihan kondisi ekosistem danau maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan iklim KLH