MAROS – Muhammad Ikhwan alias Iwan Dento, aktivis lingkungan asal Kabupaten Maros berhasil meraih penghargaan Kalpataru 2023. Penghargaan bergengsi itu diperoleh berkat kegigihannya mempertahankan dan merawat karst di Rammang-rammang dari ancaman industrialisasi.
Pria kelahiran Maros pada 10 Oktober 1980 itu, sebelumnya telah diusulkan sebagai penerima penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup sebanyak dua kali. Namun, Iwan harus puas di nominator urutan 20 besar.
Tahun ini, Iwan yang kembali diusulkan oleh pemerintah daerah berhasil menduduki urutan pertama dari 10 nominator penerima Kalpataru. Dia masuk dalam kategori sebagai perintis lingkungan.
Nama Iwan muncul sebagai penerima berdasarkan Surat Keputusan dari Kementrian Lingkungan Hidup nomor : SK.545/MENLHK/PSKL/PSL.3/5/2023 tentang Penerima Penghargaan Kalpataru 2023.
“Alhamdulillah ini keberhasilan kita bersama. Bukan karena Iwan Dentonya, tapi semua entitas yang selama ini bersama-sama berjuang menjaga dan memelihara karst kita,” kata Iwan yang ditemui di kediamannya sekaligus cafe Rumah Ke-2 di Rammang-rammang, Rabu (31/05/2023).
Alumni Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar itu pun mengaku sudah menerima undangan untuk menerima piala prestisius itu di kantor KLHK Jakarta. “Insya Allah Senin penerimaannya. Mudah-mudahan tidak ada kendala nanti kami akan ke Jakarta. Mohon doanya semua,” ujar Iwan.
Sosok Iwan selama ini memang tidak bisa dilepaskan dari perjuangan menjadikan kawasan karst, khususnya Rammang-rammang menjadi objek wisata yang kini telah mendunia.
Jauh sebelum kawasan itu dikenal sebagai tempat wisata, pada 2007 hingga 2009, lokasi itu sudah masuk dalam pemetaan sebagai kawasan tambang batu gamping dan marmer. Bahkan, tiga perusahaan tambang sudah mengantongi izin eksplorasi dan eksploitasi.
“Iwan adalah lokomotif gerakan warga yang berjuang melawan ancaman kerusakan lingkungan kami dari pertambangan,” kata salah seorang warga Rammang-rammang, Darwis.
Dari tiga perusahaan tambang itu, bahkan sudah ada satu perusahaan yang telah membangun pabrik dan melakukan penambangan karst untuk dijadikan marmer.
“Luas konsesi tambang termasuk tambang rakyat itu mencapai 102 hektare. Yah kalau dilihat satu kampung di rammang-rammang mulai dari dermaga 1 sampai 2 itu masuk,” sebut Darwis.
Melalui perjuangan panjang baik aksi dan negosiasi, Iwan bersama warga dan beberapa organisasi lingkungan, berhasil mengubah kondisi itu. Lima tahun pasca keluarnya izin, tepatnya di tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Maros akhirnya mencabut izin tambang itu.
“Setelahnya, ada 10 izin tambang yang juga ikut dibatalkan oleh Pemerintah di zaman pak Hatta Rahman. Lalu kemudian membuat moratorium izin di Maros ini. Tambang kecil milik warga juga akhirnya ditutup semua di Salenrang ini,” paparnya.
Usai berhasil mengusir perusahaan tambang dari kampungnya, Iwan tak lantas pergi begitu saja. Ia memilih menjadi ‘penjaga’ di Rammang-rammang. Pada 2013 dilakukanlah eksplorasi pengembangan wisata karst Rammang-rammang yang saat ini telah membuana.
Jika boleh dikatakan, capaian kawasan karst Maros-Pangkep yang baru-baru ini dinobatkan sebagai taman bumi atau global geopark Unesco, tak akan bisa terwujud tanpa konsistensi seorang Iwan Dento.
“Jadi kalau dikatakan layak, Iwan sangat layak menerima Kalpataru. Karena itu bukan semata Soal prestisius tapi sebuah pengakuan negara dan pengakuan sosial atas gagasan dan konsistensi untuk keberlanjutan kehidupan dan identitas,” sebut Darwis.
Sekedar diketahui Penghargaan Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia oleh negara melalui Kementrian Lingkungan Hidup.