Secara singkat, lahan basah terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Contohnya adalah kawasan bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Jadi, lokasinya bisa di mana saja, misalnya di setiap zona iklim, kutub sampai tropis, dan dari dataran tinggi sampai dataran rendah.
Meskipun hanya meliputi 6% permukaan bumi, peranannya seperti urat nadi bagi seluruh bentang alam. Kekayaan alamnya yang besar dan penting untuk kehidupan. Ia berfungsi sebagai sumber dan pemurni air, pelindung pantai dan daratan, penyimpan karbon terbesar, serta menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan keindahan alam. Selain itu juga penting bagi pertanian dan perikanan serta potensi pemanfaatan lainnya.
Istilah lahan basah mulai dikenal global sejak adanya Konvensi Ramsar tahun 1971 di kota Ramsar Negara Iran. Tujuan konvensi ini adalah untuk mendorong upaya konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerjasama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia. Sekarang sudah 172 negara yang meratifikasi konvensi ini.
Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Keppres No. 48 tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat. Ratifikasi ini menjadi tonggak awal kebijakan perlindungan ekosistem lahan basah. Kemudian dibentuklah Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah pada 1994. Namun demikian, payung hukum terbit melalui PP No 71 2014 tentang Pengelolaan Perlindungan Ekosistem gambut dan dilanjutkan dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG) melalui Perpres 1 2016, kemudian diperbarui lagi dengan Perpres No 120 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Lokasi lahan basah yang dilindungi Konvensi Ramsar disebut dengan Situs Ramsar. Saat ini sudah ada 2.503 situs yang mencakup 257.182.372 hektar menurut data yang tertera di website resmi ramsar di ramsar.org.
Indonesia memliki lahan basah seluas 40,5 juta hektar. Dari jumlah tersebut, tercatat seluas 1,37 juta hektar lahan basah yang masuk ke dalam situs Ramsar di Indonesia yang mencakup 7 kawasan, yaitu:
- Taman Nasional Berbak (141.261,94 ha)
- Taman Nasional Sembilang (202.896,31 ha)
- Taman Nasional Danau Sentarum (130.000 ha)
- Taman Nasional Wasur (431.425,12 ha)
- Taman Nasional Rawa Aopa Watumoha (105.194 ha)
- Suaka Margasatwa Pulau Rambut (90 ha)
- Taman Nasional Tanjung Putting (415.040 ha)
Selain ketujuh kawasan tersebut, Indonesia masih memproses dan melengkapi dokumen dan persyaratan-persyaratan pada kawasan lahan basah yang tersebar di Indonesia untuk menjadi Situs Ramsar.
Kita perlu khawatir juga bahwa menurut perkiraan global wetland outlook 2021 menyatakan bahwa lahan basah dunia telah menghilang sekitar 64% sejak tahun 1900. Demikian juga di Indonesia yang mengalami penyusutan karena konversi lahan. Secara umum penyusutan di seluruh dunia dikarenakan perubahan iklim, meningkatnya populasi, urbanisasi, dan perubahan pola konsumsi.
Bahan bacaan/tulisan:
https://unfccc.int/news/wetlands-disappearing-three-times-faster-than-forests
https://www.brin.go.id/news/105087/membangun-potensi-pemanfaatan-lahan-basah-di-indonesia