Oleh: Dedek Hendry dan Intan Yones Astika (Kanal Komunikasi PSKL KLHK Bengkulu).
Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu kembali diingatkan agar menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Apabila tetap enggan menganggarkan, maka Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Pemda Provinsi pantas dianggap ingin melanggengkan perlakuan tidak adil terhadap perempuan desa sekitar TNKS. “Mengganggarkannya berarti Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu berlaku adil terhadap perempuan desa sekitar TNKS,” kata anggota Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS (JPDSTNKS) yang juga Sekretaris KPPL Maju Bersama, Feni Oktaviani pada Senin (30/11/20). “Jangan lagi ditunda karena sudah sejak lama perempuan desa sekitar TNKS menunggu,” tambah anggota JPSDTNKS yang juga Bendahara KPPL Sumber Jaya, Meliani.
JPDSTNKS saat ini beranggotakan 5 kelompok perempuan desa sekitar TNKS. Mereka adalah KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII dengan anggota 25 orang, KPPL Karya Mandiri Desa Tebat Tenong Luar dengan anggota 15 orang, KPPL Sumber Jaya Desa Karang Jaya dengan anggota 49 orang, KPPL Sejahtera Desa Sumber Bening dengan anggota 46 orang, dan KPPL Karya Bersama Desa Sambirejo dengan anggota 20 orang. Pada 27 November 2019, JPDSTNKS menerbitkan policy brief berjudul “Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Lalai Memenuhi Hak Perempuan Atas Lingkungan Hidup/Hutan”.
Dalam policy brief, JPDSTNKS mengingatkan Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak perempuan desa sekitar TNKS atas lingkungan hidup dan hutan, dan memprogramkan pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS. Khusus program pemberdayaan, JPDSTNKS merekomendasikan agar diprogramkan kegiatan penguatan kapasitas mengenai peluang dan tahapan bermitra dengan Balai Besar TNKS, pengembangan ekonomi produktif terkait pemanfaatan kawasan dan potensi di TNKS, penguatan kelompok perempuan, pengembangan produk dari pemanfaatan potensi di TNKS, dan penguatan manajemen usaha kelompok seperti pemasaran dan keuangan. Namun, “Belum satupun direalisasikan,” kata anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Sumber Jaya, Donsri. “Semestinya Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak-hak perempuan desa sekitar TNKS atas lingkungan hidup dan hutan, dan menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS,” kata Koordinator JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Maju Bersama, Rita Wati.
KPPL Karya Mandiri dan KPPL Maju Bersama telah menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS terkait pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di kawasan TNKS. Bila KPPL Maju Bersama mendapatkan akses pemanfaatan Kecombrang dan Pakis, sedangkan KPPL Karya Mandiri mendapatkan akses pemanfaatan Bambu dan Pulutan. Pemanfaatan HHBK tersebut, baik oleh KPPL Maju Bersama dan KPPL Karya Mandiri, untuk membangun usaha ekonomi produktif guna meningkatkan kesejahteraan perempuan dan masyarakat. “Cukup banyak potensi HHBK di kawasan TNKS yang bisa dimanfaatkan perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan,” kata anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Karya Mandiri, Eva Susanti.
Sedangkan, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera dalam proses membangun kemitraan konservasi dengan salah satu kegiatan yang diusulkan adalah penanaman antara lain Nangka dan Alpukat, dan KPPL Karya Bersama dalam proses penguatan kelompok. “Program pemberdayaan dari Pemda Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu sangat diperlukan perempuan desa sekitar TNKS,” ujar anggota JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Sejahtera, Roisa. Mendagri Minta Gubernur dan Bupati Memastikan Anggaran Pada 18 November 2020, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 522/6267/SJ Tentang Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Perhutanan Sosial.
Dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia (kecuali DKI Jakarta), Menteri Dalam Negeri meminta agar Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan dari unsur instansi Pemerintah Pusat di daerah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Swasta, Masyarakat dan Perguruan Tinggi untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial, agar terbangun pusat-pusat ekonomi domestik dan pertumbahan desa sentra produksi hasil hutan, yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan.
Mendagri juga meminta agar Gubernur dan Bupati/Walikota memastikan ketersediaan rencana dan penganggaran daerah untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial pada tahun 2021 dan tahun berikutnya, yang bersumber dari APBD, APBN dan lain-lain pendapatan yang sah. Disamping itu, Mendagri juga menyatakan perencanaan dan penganggarannya dapat dilakukan antara lain melalui program dan kegiatan terkait urusan pemerintahan bidang kehutanan, lingkungan hidup, pekerjaan umum dan penataan ruang, pertanian, pemberdayaan masyarakat, ketenagakerajaan, perdagangan, industri, koperasi dan usaha kecil menengah, dan pariwisata.
Perencanaan dan penganggaran tersebut dijadikan bahan evaluasi RAPBD oleh Kementerian Dalam Negeri, dan Gubernur dan Bupati/Walikota diminta untuk melaporkan pelaksanaan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis Perhutanan Sosial secara berkala minimal setiap 6 bulan sekali. “Kiranya tidak ada alasan lagi bagi Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu enggan untuk menganggarkan program pemberdayaan untuk perempuan desa sekitar TNKS. Kalau masih tidak dianggarkan, JPDSTNKS akan berinisiatif untuk melapor ke Mendagri,” kata Sekretaris JPDSTNKS yang juga Ketua KPPL Karya Bersama, Susila Elawati. (**)